Tiga puluh menit berselang, perbincangan Allena dan Albert pun berakhir. Allena telah mengambil keputusannya dan akhirnya dia menandatangani berkas itu. Dia akan memberikan apa yang Albert inginkan.
"Saya akan pergi sekarang!" ucap Allena ketika dia meletakan bolpoint di atas berkas yang masih terbuka. Baru saja dia menandatangani berkas kesepakatan itu.
Albert mengembuskan napas sedikit kasar dan mengayunkan tangannya, memberikan isyarat dia akan mengantar Allena keluar Vila.
Allena pun bangkit, tetapi dia menatap Albert yang juga mulai bangkit dari duduknya.
"Tak perlu mengantar Saya," ucap Allena dan keluar dari Vila. Dia melihat mobil yang sama dengan mobil yang membawanya ke Vila itu. Namun, dia tak memasuki mobil itu sehingga membuat sang supir yang mengemudikan yang sebelumnya mengemudikan mobil itu menyapa Allena dan mengatakan dia akan mengantar Allena.
Allena tak mengatakan apapun dan memilih berjalan ke sisi lain, sang supir melihat ke arah Allena yang ternyata memasuki sebuah mobil. Mobil itu adalah mobil Guntur. Allena sudah meminta Guntur menjemputnya di Vila itu sebelum dia menemui Albert.
Supir itu pun menekan sesuatu di telinganya.
'Nona Allena memasuki mobil lain, Tuan,' ucap sang supir.
'Ya, Saya melihatnya,' ucap Albert.
'Jadi, apa yang harus Saya lakukan?' tanya sang supir.
'Biarkan saja,' ucap Albert.
Setelah itu sang supir pun diam. Sesuai perintah Allena, dia tak melakukan apapun dan membiarkan Allena pergi dengan mobil lain.
Di sisi lain.
Nio sedang mengemudikan mobilnya, berkali-kali dia meremas kuat kemudinya. Pandangannya lurus ke depan dengan napas yang memburu.
Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan yang saat ini hatinya rasakan dan ingin sekali dia melemparkan sesuatu saat ini. Satu hal yang pasti, dia sangat marah malam ini.
Setelah banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya tentang apa yang disembunyikan Allena darinya, malam ini kecurigaan lain telah hadir dalam hatinya. Sedikitpun dia tak pernah mencurigai Allena, dia mempercayai Allena sepenuhnya. Namun, itu sebelum Allena terlibat dengan Polisi.
Tapi, dia menjadi frustrasi sekarang, terlebih setelah melihat seorang pria mencium tangan Allena.
Ya, Nio sebenarnya tak pergi dari perusahaan Allena. Dia melajukan mobilnya tetapi tetap menunggu di jarak yang sedikit jauh dari gedung perusahaan Allena. Siapa sangka, lagi-lagi Allena membohonginya dan justru pergi dengan mobil lain.
Nio pun akhirnya mengikuti Allena. Nio tak pernah melakukan ini sebelumnya, tetapi dia menjadi waspada semenjak Allena membohonginya, apalagi setelah dia mengetahui kenyataan tentang Allena dari pengacara Haris.
Bahkan Nio menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana sebuah kecupan dari seorang pria asing mendarat di punggung tangan wanita yang amat dia cintai itu.
***
Sesampainya di kediamannya, Nio menutup pintu mobil dengan sangat keras. Dia di selimuti kemarahan sehingga rasanya ingin melampiaskan kemarahannya pada apapun yang dia temui.
Nio bergegas pergi ke kamarnya dan melihat jam tangannya, waktu sudah larut malam dan entah Allena akan kembali pukul berapa. Allena bahkan melupakan kebiasaannya ketika dia pergi, biasanya Allena selalu memberikan kabar tak peduli di mana pun dia berada, tetapi sudah beberapa kali Allena tak melakukannya.
Nio teringat kembali saat Albert mencium tangan Allena, dadanya bergemuruh. Dia benar-benar tak terima miliknya disentuh oleh pria lain. Siapa sebenarnya pria itu? Apakah simpanan Allena? Nio tak percaya jika seorang klien atau orang tak Allena kenal dengan dekat. Pasalnya, Allena tak menolak tindakan Albert. Padahal, Nio berharap Allena akan menampar Albert, tetapi yang terjadi Allena justru diam dan memasuki Vila bersama Albert.
Tak tahan dengan itu, Nio pun akhirnya memilih pergi dari Vila. Namun, dia tak bisa menepis besarnya kecurigaan dalam hatinya. Apa saja yang Allena dan Albert lakukan di Vila itu?
Nio melepas jam tangannya dengan perasaan kesal, setelah itu dia melempar jam tangan itu ke atas meja nakas sehingga menimbulkan suara benturan cukup keras.
'Aku bersumpah takan mengampunimu jika kamu berani melukai harga diriku sebagai suamimu, Allena!' batin Nio geram mengingat saat ini Allena pasti masih bersama Albert di dalam Vila itu.
***
Menjelang pukul tengah malam Nio masih terjaga. Dia masih menunggu Allena kembali. Jujur saja, dia sangat khawatir tetapi juga tak ingin melakukan apapun sekarang. Jika Allena ingin mempermainkannya, lalu mengapa tidak untuk mengikuti permainan Allena? Nio sudah memutuskan akan mengikuti permainan Allena hingga Nio mengetahui apa yang Allena inginkan dengan melakukan semua itu.
Pandangan Nio tertuju pada pintu kamar ketika terdengar suara pintu itu terbuka, tak lama Allena pun memasuki kamar dan terlihat terkejut melihat Nio masih terjaga.
"Sayang, kupikir kamu sudah tidur," ucap Allena dan meletakan tasnya di atas sofa.
Nio beranjak dari tempat tidur dan menghampiri Allena.
"Aku menunggumu," ucap Nio.
"Maaf, aku kembali terlalu larut," ucap Allena.
"Aku tahu kamu sibuk dengan pekerjaanmu, sebaiknya kamu istirahat sekarang. Aku juga akan tidur," ucap Nio.
Nio berbalik dan baru saja akan melangkahkan kakinya, tetapi dia teringat sesuatu dan kembali melihat Allena.
Nio mengulurkan telapak tangannya ke hadapan Allena. Allena merasa bingung, tetapi Allena pun akhirnya meletakan tangannya di atas telapak tangan Nio.
Nio membawa tangan Allena mendekati wajahnya, dia melihat tangan Allena dengan seksama. Setelah itu, dia menatap Allena. Hal itu membuat Allena semakin dibuat bingung.
"Di tanganmu ada aroma aneh, dan sangat mengganggu. Sebaiknya kamu mandi sekarang," ucap Nio dan melepaskan tangan Allena. Dia mendekati meja dan mengambil beberapa lembar tisu di atas meja.
Allena terdiam shock. Apa maksud Nio mengatakan semua itu? Apakah benar yang Nio katakan? Nio bahkan tak mencium tangannya, bagaimana mungkin Nio bisa tahu bahwa di tangannya ada aroma aneh yang sangat mengganggu? Nio bahkan sampai mengambil tisu di atas meja dan membersihkan tangannya dengan tisu tersebut seolah tangan Allena begitu menjijikan.
Allena mengendus tangannya sendiri, dia merasa bingung ketika tak menghirup aroma apapun.
"Apa maksudmu? Di tanganku tak ada aroma aneh apapun," ucap Allena.
Nio berbalik dan kembali melihat Allena.
"Aku ingin kamu membersihkan tubuhmu sekarang, jelas kamu berinteraksi dengan banyak orang di luar sana, apa kamu tak takut salah satu dari mereka membawa virus untukmu?" ucap Nio.
Allena mengerutkan dahinya. Dia semakin tak mengerti dengan apa yang Nio katakan. Nio bahkan tak mengatakan apapun lagi setelah itu, dia justru pergi ke tempat tidur dan merebahkan tubuhnya dengan begitu santai tanpa sadar telah menyinggung perasaan Allena.
Selama ini, Allena selalu merawat tubuhnya. Dia bisa memastikan tak ada bau tak sedap di tubuhnya meski dia bekerja di luar. Ucapan kasar yang tadi Nio katakan adalah ucapan pertama yang Nio katakan dan itu sangat menyinggung Allena.
Allena pergi ke kamar mandi dengan perasaan kesal.
'Aku benar-benar sangat lelah, melihatnya masih bangun kupikir dia akan menghiburku. Apa sebenarnya yang dia katakan? Bagaimana bisa dia mengatakan itu padaku? Bahkan tanganku wangi seperti ini,' gerutu Allena dan kembali mengendus tangannya.
'Kurasa hidungnya sedang bermasalah,' gumam Allena mengingat ucapan Nio tadi.