Waktu berlalu, Allena sampai di kediamannya. Allena melihat tak ada mobil Nio di halaman kediamannya, di garasi juga tak terlihat mobil Nio.
Allena melihat jam tangannya, dia melihat waktu sudah menunjukan hampir pukul 10 malam.
'Apa Nio belum kembali? Kenapa Nio tak mengabariku jika dia akan pulang larut malam?' batin Allena.
Allena mengambil ponselnya dan berniat menghubungi Nio. Namun, tiba-tiba terdengar suara klakson yang langsung mengalihkan perhatian Allena.
Allena melihat petugas keamanan sedang membukakan pintu pagar dan tak lama mobil Nio pun memasuki halaman kediaman itu.
Allena kembali memasukan ponselnya ke dalam tas, dia menunggu Nio keluar dari mobil.
Setelah Nio keluar, Allena pun berjalan menghampiri Nio dan Nio juga melakukan hal yang sama. Dia berjalan mendekati Allena.
"Apa kamu sangat sibuk di kantor? Aku tak tahu kamu akan pulang terlambat," ucap Allena.
Nio tak mengatakan apapun, dia justru mengerutkan dahinya seraya melihat penampilan Allena.
"Apa hari ini kamu pergi keluar?" tanya Nio.
Allena mengerutkan dahinya, dia melihat penampilannya sendiri. Kenapa Nio sepertinya melihatnya dengan tatapan aneh?
"Ya, bukankah aku sudah mengatakan padamu? Hari ini aku mendapatkan panggilan dari Kantor Polisi, jadi aku pergi ke sana," ucap Allena.
"Dan baru kembali di jam larut malam seperti ini?" tanya Nio seraya menatap Allena shock.
Allena terlihat canggung, dia lantas menyentuh rambutnya dan tersenyum menatap Nio.
"Tadi, saat aku di Kantor Polisi, Papi menghubungiku. Dia sangat khawatir setelah mendengar aku terlibat dengan Polisi," ucap Allena.
"Oh ya? Bagaimana kabar Papi?" tanya Nio dan mulai berjalan menuju pintu rumah. Allena pun mengikuti Nio. Dia lantas berjalan bersampingan dengan Nio.
"Papi kurang sehat, dia benar-benar cemas padaku. Tapi, aku sudah mencoba menenangkannya. Semuanya juga sudah baik-baik saja," ucap Allena kemudian tersenyum.
Senyuman Allena seketika hilang ketika tiba-tiba Nio menoleh dan menatap Allena dengan bingung.
"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Allena.
"Apa maksudnya semuanya sudah baik-baik saja?" tanya Nio.
"Ya, masalahnya sudah selesai. Kasus itu sudah ditutup," ucap Allena.
Nio beralih berdiri di hadapan Allena, dia terlihat bingung mendengar apa yang Allena katakan.
"Bagaimana bisa?" tanya Nio.
"Ya, tentu saja bisa. Itu hanya sebuah kesalahpahaman, jadi Polisi menutup kasus itu. Aku terbukti tak melakukan kejahatan apapun," ucap Allena seraya tersenyum.
Nio terdiam beberapa detik, setelah itu dia mengembuskan napas kasar.
"Apa kamu menuntut balik pihak Polisi?" tanya Nio.
"Tidak, kenapa aku harus menuntut Polisi?" tanya Allena tak mengerti.
"Mereka sudah mempermalukanmu, dan kamu bahkan tak menuntut balik mereka? Sayang, apa kepalamu bermasalah?" ucap Nio terlihat bingung menatap Allena.
Allena terdiam shock, bagaimana bisa Nio bisa bicara seperti itu?
"Bagaimana mungkin kamu membiarkan mereka begitu saja, ha? Aku tak terima istriku diperlakukan seperti itu oleh mereka, mereka harus membayarnya!" geram Nio dan bergegas memasuki rumah.
Allena terdiam melihat kepergian Nio.
"Aku akan menuntut balik pihak Polisi, aku akan mengurusnya untukmu," ucap Nio sontak Allena tercengang.
Allena bergegas menyusul Nio.
"Apa sebenarnya maksudmu? Apa kamu bercanda?" tanya Allena.
Nio menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Allena.
"Apa aku terlihat sedang bercanda?" tanya Nio seraya menatap Allena sedikit tajam.
Allena memegang dahinya, dia lantas mengembuskan napas sedikit kasar dan kembali melihat Nio.
"Dengarkan aku, aku sangat bersyukur karena tak lagi berurusan dengan Polisi. Itu artinya aku bisa menjalani hari-hariku dengan tenang. Kenapa kamu justru ingin aku terlibat lagi dengan Polisi?" ucap Allena.
"Aku hanya ingin menuntut keadilan untukmu, di mana salahnya?" ucap Nio seraya mengangkat kedua tangannya.
"Ayolah, kurasa kamu sangat lelah. Tak perlu lagi membahas ini, aku tak ingin kamu memberikan keadilan apapun untukku. Aku sudah sangat senang sekarang, bukankah sebaiknya kita merayakannya?" ucap Allena dan meraih lengan Nio. Allena mengaitkan tangannya di lengan Nio sehingga kini Nio tampak menggandeng Allena.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Nio.
"Apa saja asalkan apapun itu dilakukan denganmu," ucap Allena kemudian tersenyum menggoda Nio.
Nio menaikan satu alisnya. Namun, kemudian dia tersenyum kecil dan menyentuh punggung Allena.
"Jadi, kamu sangat senang sekarang?" tanya Nio.
"Tentu saja," ucap Allena kemudian terkekeh.
Nio tersenyum dan meletakan tangannya di pinggang Allena.
"Baiklah, asalkan kamu senang," ucap Nio.
Sebuah kecupan Allena daratkan di pipi Nio.
"Terima kasih, aku mencintaimu. Aku akan siapkan air hangat untukmu. Kamu pasti lelah 'kan?" ucap Allena.
"Ya, lumayan," ucap Nio dan pergi menuju kamar bersama Allena.
Malam itu, keduanya akhirnya mandi bersama. Berendam air hangat sebentar dan keduanya saling berbincang selama mandi. Tak ada lagi perdebatan seperti malam-malam sebelumnya, seakan dinding yang sempat membuat sedikit jarak di antara mereka menghilang begitu saja. Sikap Nio juga terlihat seperti sebelumnya, dia kembali sangat hangat memperlakukan Allena.
***
Pukul tengah malam, Nio membuka matanya. Dia menoleh ke sampingnya dan melihat Allena sudah terlelap. Allena tidur memeluknya.
Perlahan Nio mencoba melepaskan tangan Allena yang ada di atas perutnya, setelah itu Nio beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar.
Bagaimana mungkin dia bisa memejamkan matanya ketika banyak hal yang muncul dalam pikirannya? Dia takan bisa tidur tenang sebelum memastikan sesuatu yang membuatnya penasaran sejak di tadi siang.