Sesampainya di kamar, Nio menurunkan Allena di lantai. Dia kembali mendaratkan bibirnya di bibir Allena dan lumatan kali ini cukup terburu-buru.
Nio menurunkan resleting atasan Allena, dia bersiap menanggalkan atasan itu dari tubuh Allena. Napas Nio memburu, dan Allena paham akan keinginan Nio. Namun, sepertinya Allena tak bisa membiarkan Nio melanjutkan aktivitas itu atau Nio akan kesulitan meredakan gairahnya.
Allena melayani ciuman Nio beberapa saat, dia bahkan membiarkan Nio menanggalkan atasannya dari tubuhnya dan kini hanya tersisa kain hitam yang menutupi dada Allena saja. Perutnya terlihat jelas dan tangan Nio mulai bergerak di sana.
Allena bergegas mendorong tubuh Nio hingga ciuman itupun berakhir, tubuh Nio sedikit menjauh dari tubuh Allena.
"Kenapa?" tanya Nio bingung. Allena tak pernah menolaknya sebelumnya.
Allena mengulurkan tangannya ke pipi Nio, dia tersenyum.
"Aku sedang datang bulan," ucap Allena, sontak Nio tercengang mendengar apa yang Allena katakan.
"Benarkah? Sejak kapan?" tanya Nio.
"Sejak 4 hari yang lalu," ucap Allena dan Nio seketika mengusap wajahnya frustrasi. Yang benar saja, gairahnya sudah memenuhi tubuhnya tetapi dia tak bisa menuntaskannya dengan menyetubuhi Allena.
"Ah! Kalau begitu, aku akan mandi saja!" ucap Nio dan bergegas menuju kamar mandi. Allena pun hanya tersenyum, dia memilih menyiapkan pakaian untuk Nio.
Selang beberapa menit, Nio keluar dari kamar mandi. Dia memakai pakaian yang Allena siapkan.
"Bagaimana perjalananmu?" tanya Allena.
"Biasa saja," ucap Nio.
Allena menghela napas. Dia berkacak pinggang seraya menatap Nio seolah tengah mengintimidasi Nio.
Nio tersenyum, setelah selesai memakai pakaiannya, Nio pun membuka kopernya. Dia mengambil sebuah paper bag dari dalam sana dan memberikannya pada Allena.
Allena lantas melihat bingung pada paper bag itu. Sebetulnya, dia paham Nio akan selalu memberikannya hadiah setiap kali Nio kembali dari perjalanan bisnisnya. Namun, hadiah apa kali ini yang akan Nio berikan? Sebelumnya, hadiah yang Allena terima berupa tas, sepatu, perhiasan, dan parfum favoritnya. Lantas, kali ini hadiah apa lagi yang akan Nio berikan padanya? Allena sungguh penasaran. Terlebih, perjalanan bisnis kali ini adalah negara Jerman yang Nio datangi.
Dengan cepat Allena mengambil sesuatu yang ada di dalam paper bag itu. Dia terdiam ketika memegang sesuatu yang sepertinya adalah kain berbahan satin. Allena lantas mengeluarkan barang itu, seketika alisnya terangkat ketika melihat Nio tersenyum melihat wajah terkejutnya.
"Aku melihatnya saat aku sampai di Berlyn, jadi aku membelinya untukmu," ucap Nio seraya terkekeh.
Allena memutar bola matanya. Kali ini di luar ekspektasinya. Nio memberikannya dua pasang lingerie transparan dengan label ternama. Apa Nio membayangkan yang tidak-tidak selama jauh darinya? Pikir Allena.
"Kamu sungguh mesum!" ejek Allena.
"Ayolah, aku membelikannya untukmu, istriku sendiri. Apanya yang mesum?" ucap Nio.
Allena tersenyum. Dia menyimpan lingerie itu di dalam lemarinya.
"Baiklah, terima kasih untuk hadiahnya. Kali ini, sungguh di luar isi kepalaku," ucap Allena.
"Memangnya, apa yang kamu harapkan? Setiap kali aku pergi, kamu tak pernah mengatakan keinginanmu, jadi akulah yang harus berinisiatif memilih hadiah untukmu," ucap Nio.
Ya, Nio memang kerap kali menanyakan hadiah apa yang Allena inginkan ketika dia pulang dari perjalanan bisnisnya, tetapi Allena selalu mengatakan tak perlu, atau jangan membelikan ku apapun. Allena berpikir, apa lagi yang dia inginkan, sedangkan di rumah itu dia sudah memiliki semua yang dia butuhkan? Jelas-jelas Allena hanya menginginkan Nio kembali ke kediaman itu dengan selamat dan tak kekurangan apapun.
"Aku tak ingin apapun, semuanya sudah aku miliki. Tentu saja aku hanya menginginkan mu kembali ke rumah," ucap Allena dan Nio lagi-lagi tersenyum.
"Itulah mengapa aku merasa perlu memberikanmu hadiah, kamu istimewa, Sayang," ucap Nio dan mengecup pipi Allena. Allena pun terkekeh.
***
Ke esokan harinya.
Pukul lima tiga puluh pagi, Allena yang saat ini hanya memakai dress tidur berbahan satin berwarna putih, dengan tali kecil yang menopang dress tidur itu di bagian pundaknya, membuat bahunya tampak terbuka, panjang dress itu menutupi tubuhnya hingga sebatas sedikit di atas lutut, dia mulai mengikat rambut panjangnya menjadi ikatan cepol asal dan tampak sedikit berantakan.
Allena bersiap untuk menyiapkan sarapan di dapur utama yang berukuran cukup luas dan memiliki design modern elegan yang tentunya juga di dominasi dengan warna putih.
Itulah aktivitas Allena setiap hari. Dua orang chef yang sengaja di pekerjakan di kediaman itu tak ada yang diperbolehkan membantunya. Allena sendiri lah yang akan menyiapkan sarapan lezat setiap harinya di dalam kediaman itu. Dia juga yang akan menata sarapan buatannya hingga semenarik mungkin di atas meja makan berkapasitas delapan orang demi menyenangkan hati salah satu penghuni lainnya. Ya, siapa lagi jika bukan Nio?
"Nyonya, apa ada yang bisa Saya bantu?" tanya Juan, salah satu chef pria di kediaman itu yang baru saja menghampiri Allena dan tengah berdiri di belakang Allena yang memunggunginya.
Juan khawatir, ketika tuannya bangun nanti dan melihat Allena justru sedang sibuk di dapur di jam sepagi ini. Juan khawatir tuannya akan memarahinya lagi dan salah seorang temannya karena mereka tak membantu Allena untuk menyiapkan sarapan.
Ya, beberapa kali sempat terjadi hal itu, di mana tuannya akhirnya menegur para chef lantaran membiarkan Allena membuat sarapan dengan tangannya sendiri. Namun, apa yang bisa para chef di kediaman itu lakukan ketika nyonyanya itu sudah memberikan perintah?
Allena memang sudah membuat aturan, bahwa di pagi hari tak boleh ada satupun dari para chef itu yang menyiapkan sarapan, dan khusus membuat sarapan adalah tugas Allena. Karena itu, mereka hanya bisa mengikuti perintah Allena yang memiliki pengaruh besar di kediaman itu. Bahkan tuan mereka saja tak berani kerap kali tak berani membantah apa yang nyonya mereka katakan.
Mereka memahami Nio sangat mencintai Allena, tentu saja setiap suami harusnya memang mencintai pasangannya dan begitu pun sebaliknya. Setiap orang tentu memiliki cara masing-masing dalam mengungkapkan rasa cintanya terhadap pasangannya. Nio mungkin tak ingin Allena merasa lelah karena harus mengerjakan sesuatu yang tak seharusnya dikerjakannya lantaran sudah ada yang mengambil tanggung jawab pekerjaan itu, sedangkan Allena melakukan semua itu demi untuk menyenangkan hati Nio.
Allena menghela napas. Lagi dan lagi, selalu saja ada chef yang menawarkan bantuan untuknya. Allena lantas berbalik dan melihat Juan yang ternyata tak hanya ada Juan saja di sana, melainkan salah seorang chef lainnya pun turut berada di sana. Sama seperti Juan, chef itu pun merasa tak enak hati sekaligus khawatir melihat Allena di dapur sendirian. Tentu saja mereka tak ingin mendapatkan teguran lagi dari tuan mereka.
"Kenapa kalian tak mau mendengarkan Saya? Apa setiap hari kalian selalu lupa peraturan yang Saya buat di rumah ini?" ucap Allena seraya sedikit menajamkan tatapannya terhadap kedua chef di hadapannya.
"Em... Tapi, Nyonya. Jika tuan bangun, dia akan--"
"Ehem!"
Perhatian Allena dan kedua chef itu teralihkan ketika mendengar suara deheman. Kedua chef itu lantas terdiam.