Ekor mata Austin melirik sekilas. "Takut, huh?" Bersamaan dengan itu semakin menambah kecepatan sehingga mobil tersebut serasa seperti di lemparkan.
"Dasar CEO labil." Maki Darren
--
Acara peluncuran product baru yang baru saja di luncurkan oleh Austin Company berlangsung dengan sangat meriah. Banyak para rekan bisnis yang berdatangan termasuk juga dengan, Borneo.
Ya, meskipun tidak di undang secara khusus. Lelaki tersebut tetap menyempatkan waktu untuk datang demi menghadiri undangan dari rekan bisnisnya, Darren Ewald Gilbert.
Kedua lelaki tampan itu pun tampak terlibat ke dalam perbincangan hangat. "Saya senang melihat Anda sudah beraktifitas kembali, Mr. Gilbert."
"Thank you, Mr. Borneo." Berpadukan dengan seulas senyum.
Austin yang melihat perbincangan keduanya, tak memiliki keinginan untuk mendekat. Dia pun memilih berbincang dengan Obsen.
"Model yang Anda pilihkan luar biasa sempurna, Mr. Obsen. Mulai dari aura hingga nilai jualnya. Saya yakin berkat model Anda, product ini akan meledak di pasaran."
Obsen tersenyum. "Semua itu berkat kerja keras Anda. Model saya hanya membantu."
Tanpa sengaja ekor matanya menangkap Flower yang sudah menyelesaikan sesi pemotretan. "Baby, come here!" Panggilnya. Yang di panggil langsung menggeram kesal. Dasar lelaki hidung belang. Mau apalagi dia?
Meskipun sangat kesal, langkah jenjang tetap mendekat berpadukan dengan seulas senyum yang terkesan di paksakan. "Anda memanggil saya?" Tanyanya tanpa mengulas senyum.
Obsen langsung menjentikkan jari telunjuk sebagai isyarat supaya wanita tersebut mengikis jarak. Flower pun di buat menghembus nafas kasar. Belum juga reda rasa kesal. Ia pun semakin di buat kesal dengan kelancangan seorang Obsen Brossom.
Lelaki itu pun tampak mengalungkan sebelah lengannya pada pinggang ramping. Refleks, langsung di hempas kasar. Sayangnya, pelukan bukannya terlepas, akan tetapi semakin terasa erat.
"Lepas!" Desisnya.
"Diam dan jangan banyak protes!" Bisiknya tepat di telinga Flower. Tentu saja Flower langsung menjauhkan wajahnya. Rasa tak nyaman yang menyelimuti wajahnya membuat Austin hampir saja mengeluarkan suara. Namun, gerakannya tertangguhkan oleh pertanyaan yang baru saja Obsen layangkan.
Hembusan nafas lelah mengiringi deru nafas Flower. Berulang kali Flower memutar bola mata jengah. Bahkan wanita itu pun tampak enggan menanggapi obrolan Austin yang mencoba berinteraksi dengannya.
Terlalu muak di suguhkan pada sikap CEO gila, Obsen Brossom. Ia pun melemparinya dengan lirikan tajam. "Lepas atau Anda akan membayar mahal atas kelancangan Anda ini, Mr. Obsen Brossom!" Desisnya.
Sayangnya, ancamannya di abaikan begitu saja. Obsen tidak akan semudah itu melepas seorang Flower Carnabel. Baginya kesempatan emas seperti ini tidak akan di sia-siakannya begitu saja. Justru dalam satu kali sentakan tubuh Flower semakin menempel erat. Bahkan sinar cahaya saja tidak akan mampu menembus celah di antara keduanya.
Tak ayal banyak pasang mata yang melemparinya dengan tatapan sinis, begitu juga dengan Alexa Canberra. Entah siapa yang mengundang wanita tersebut. Yang jelas rivalnya yang super menyebalkan itu pun juga hadir di sana.
Tidak mau menjadi pusat perhatian. Flower mencoba melepaskan diri dengan mendorong keras tubuh kekar. Akibat dorongan keras itu pun membuat pelukan terlepas sehingga tubuhnya terhuyung ke belakang.
"Ms. Flow, awas!" Teriak Austin. Lelaki itu pun bergegas membantunya, akan tetapi gerakannya kalah cepat sehingga tubuh ramping jatuh ke dalam rengkuhan lengan kekar Darren Ewald Gilbert.
"Hati-hati, Nona." Lirih Darren tanpa mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang paling dibencinya untuk saat ini.
"Thank you, Sir."
Darren membantunya berdiri dan ketika bermanjakan wajah Flower membuat tatapannya membeliak sempurna. "Kau." Geramnya.
Satu kata yang meluncur bebas dari bibir kokoh memaksa Flower mendongakkan wajahnya sehingga beradu tatap dengan pemilik wajah tampan. Ia pun tak kalah terkejutnya dengan Darren. "Ish, lepas!" Menghempas kasar jemari kekar yang terparkir apik pada pundak ramping. "Jangan mencari-cari kesempatan di dalam kesempitan!" Bentaknya bernada sinis.
Darren berdecih. "Cih, mencari-cari kesempatan di dalam kesempitan. Apakah Anda tidak salah bicara, Nona."
Flower langsung mendongakkan wajahnya menantang. "Otak bulus seperti kalian ini sangat mudah terbaca. Dasar laki-laki menjijikkan!"
Tidak mau berlama-lama terlibat ke dalam perbincangan dengan lelaki yang paling dia benci untuk saat ini. Flower langsung melenggang begitu saja. Bahkan tanpa mengucapkan kata terima kasih.
"Dasar wanita tidak tahu diri, tidak tahu terima kasih. Kalau aku tidak menolongnya, pasti tubuhnya sudah terjerembab ke lantai. Harusnya ku biarkan saja si wanita tidak tahu diri itu terjatuh. Dasar menyebalkan!" Makinya dengan sangat lirih sehingga tidak ada satu orang pun yang mendengar, begitu juga dengan Borneo yang berdiri di sebelahnya.
"Sepertinya kalian berdua sudah saling mengenal," ucap Borneo.
"Ya, itu benar. Apakah kalian berdua sudah saling mengenal dengan sangat baik?" Austin menambahkan.
Darren memutar bola matanya jengah. Tidak mau terlibat ke dalam perbincangan seputar wanita terutama wanita tersebut Flower Carnabel. Dia pun mengalihkannya topik pembicaraan dengan membicarakan seputar bisnis.
"Bagaimana dengan rencana Anda untuk membuka cabang baru, Mr. Borneo. Apakah hal tersebut akan di lakukan dalam waktu dekat?"
Bornoe mengangkat sebelah alisnya. "Untuk rencana tersebut kemungkinan akan terealisasi tahun depan."
Ketiga CEO tampan itu pun masih saja terlibat ke dalam perbincangan hangat. Sementara tak jauh dari sana ada seorang wanita yang tampak mencari-cari keberadaan model nya, Flower Carnabel.
"Ternyata kau di sini. Aku mencarimu ke mana-mana." Menepuk lembut pundak ramping membuat sang pemilik menolehkan wajahnya sehingga beradu tatap dengan Karyl. "Mau?" Menawarkan segelas wine kepada manager nya tersebut.
Karyl langsung merebut gelas berisikan wine kemudian meletakkannya kembali ke atas meja. "Jangan banyak minum. Besok pagi kau masih ada pemotretan. Aku tidak mau kalau kau sampai mabuk."
Di rengkuhnya pundak ramping dengan sedikit tekanan. "Minum satu gelas tidak akan membuatku mabuk. Jangan menghentikanku!" Kemudian hendak meraih kembali gelas tersebut, akan tetapi gerakannya terpatahkan oleh hempasan Karyl. "Lebih baik kita pulang, sekarang!"
"Tapi, bagaimana dengan si … " Flower sengaja menjeda kalimat dengan memajukan wajahnya berirama dengan bisikan. "CEO gila?"
"Abaikan saja! Yang terpenting pekerjaanmu sudah selesai, ayo!" Membimbing Flower menuju sebuah mobil yang sudah dengan setia menunggui kedatangannya.
"Tunggu!"
Suara yang sudah tidak asing memaksa keduanya menolehkan wajahnya ke sumber suara tersebut secara bersamaan. "Lexa, kau memanggil kami?" Flower bertanya dengan nada sinis. Yang di tanya berjalan mendekat dengan sebelah tangan menggenggam gelas berisikan wine. "Tentu saja aku memanggilmu. Kenapa harus terburu-buru, huh?"
Karyl langsung menyahut. "Kalau kau masih mau di sini silahkan tapi, kami harus segera kembali, sekarang juga!"
Alexa langsung mengangkat sudut bibirnya. "Tidak ada yang melarang kalian pergi, silahkan." Tersenyum licik.
🍁🍁🍁
Next chapter ...