"Cara menjadi seorang dewa bukan menjadi yang terkuat melainkan menjadi yang tahu segalanya"
-Oxera Philip
Cara
Cahaya matahari pagi membentang diutara.
Suara burung berkicau terdengar.
Filda dan Ayahnya duduk diteras didepan rumah mereka sambil memakan roti lembut buatan Filda.
Mereka memperhatikan Hanno yang sedang berlatih memanah.
Terlihat Hanno tak cukup ahli dalam memanah dan targetnya yang berada dipohon hanya terkena panah beberapa kali.
"Berhentilah nak, dari shubuh kau memanah sebaiknya kau istirahat" ,Ucap Ayah Filda yang kemudian berdiri mengangkat sebuah karung berat disampingnya kemudian menaruhnya disebuah kereta dengan kuda.
Kemudian Ayah Filda naik kekereta tersebut.
Terlihat ia kemudian duduk dikereta kuda tersebut dan memegang cambuk kuda tersebut.
"Filda! Aku pergi dulu ya kedesa untuk menemukan pedagang pelit sialan itu untuk menjual daging awetku ini" ,Ucap Ayah Filda itu pergi kedesa untuk menjual dagingnya yang ia lakukan beberapa minggu sekali.
"Ah! Iya semoga selamat ayah" ,ucap Filda menjawab ayahnya.
Sudah kesehariannya untuk berdagang hasil buruannya kedesa dan kebeberapa bar atau toko lainnya.
Biasanya pedagang akan menawarkan ia agar menjual beberapa potong daging rusa dengan harga yang sangat murah mengingat akibat perang tidak banyak pedagang yang singgah untuk membeli daging.
Jadi Ayah Filda harus menjual dagingnya dengan sangat murah agar ada yang mau membeli dagingnya.
Suara roda kereta dan suara ringkikkan kuda terdengar.
Ayah Filda kemudian menjauh dengan kereta kudanya mencari nafkah dipedesaan.
Hanno hanya menoleh sebentar kemudian setelah itu melanjutkan latihan panahnya.
"Hanno... bukankah ayah sudah bilang, kalau sebaiknya kau hentikan latihan panahmu? Se..sebaiknya kau segera du..duduk dan makan roti lembut buatanku" ,Ucap Filda dengan lembut secara malu-malu kepada Hanno.
*Hanno memang sangat pekerja keras dan sangat sedikit berbicara dan patuh, tipe suami impian..*,pikir Filda sambil melihat Hanno dengan mata yang lembut.
Filda bahkan tak pernah melihat Hanno telat bangun.
"Terima kasih Filda tapi aku tidak selera untuk makan pagi ini" ,Ucap Hanno menoleh keFilda sambil mencoba tersenyum mencoba untuk tidak menyinggung Filda.
Filda hanya terus melihat Hanno dari teras rumahnya yang terus-terusan memanah secara meleset dari targetnya.
*Sekali-sekali dia begini juga...menolak makan...tak heran ia sedikit kurus...* ,pikir Filda dalam hatinya.
Hanno terus menembak hingga ia sadar bahwa ia menembak semua panah buatan untuk latihan.
"Sudah habis ternyata..." ,ucap Hanno sambil melihat tempat panah yang kosong disebelahnya.
Hanno hanya menaruh busur tersebut ditempatnya dan mengambil kembali semua panah kayu dipohon target tersebut, kemudian menaruhnya dikeranjang kayu.
Hanno kemudian duduk bersama Filda diteras mengambil salah satu roti dan memakannya
Suasana menjadi hening.
Hanya terdengar suara siul burung saat pagi dan suara mengunyah makanan dari mereka mengunyah.
Filda menjadi gugup karena suasana hening ini.
"A..apakah enak rotinya?" ,Ucap Filda sambil malu-malu.
"Ini enak kok lebih enak dari kebanyakan roti yang aku makan" ,Ucap Hanno dengan tenang.
Suasana menjadi semakin senyap dan Filda semakin malu-malu sedangkan wajahnya memerah.
"Ehhh....apakah kau tidak berbohong tentang bahwa kau benar-benar hilang ingatan tentang tempat tinggalmu?" ,Ucap Filda memberanikan dirinya menanyakan sesuatu kepada Hanno.
"Iya kalau soal itu aku hanya ingat orang tuaku" ,Ucap Hanno sambil menelan roti lembut tersebut.
"Hm? Apa kau ingat orang tuamu? Bagaimana sifat mereka?" ,Ucap Filda dengan cepat mulai semangat bertanya.
"Apa..ya..." ,Ucap Hanno dengan sedikit tersenyum.
"Ba..bagaimana dengan ibumu...bi..bisa kau ceritakan bagaimana ibumu?" ,ucap bertanya Filda.
"Hm?...dia ramah dan baik" ,Ucap Hanno dengan simple.
"Ayahmu?" ,Ucap Filda sambil mulai serius mendengarkan Hanno.
Hanno kemudian merenung diam sebentar setelah itu ia berbicara.
"Ayahku-"
*Krukk*Krukk*Trukk*Trukk*
Suara kuda mendekat dengan roda kayu berputar dijalanan
Terlihat seseorang dengan jubah hitam mendekat sambil menaiki kereta berisi dengan barang-barang yang dibungkus kain hijau tua
Hanno dan Filda tersita perhatiannya kekereta tersebut hingga mendekat kerumah mereka.
Roda kereta tersebut berputar diantara jalanan yang berlumpur akibat air embun pagi.
Kemudian seseorang yang menaiki kereta tersebut membuka penutup yang menutup kepalanya.
"Ahoi! para petani! Bersiaplah untuk mendapat program pendidikan dari tuan Jean Berrau!" ,Ucap wanita muda yang semalam datang kerumah ini sambil berdiri dari keretanya dengan gaya narsis.
.
_____-_-_____
.
Disebuah hutan yang ditengah-tengah kabut sebuah kelompok bandit disergap puluhan prajurit.
Terlihat mayat-mayat bandit terbaring dengan tombak menancap dipunggung mereka dan satu kepala bandit yang berguling ditanah.
Hanya satu yang bertahan hidup dan dengan ketakutan ia mengayunkan pedangnya secara ceroboh keprajurit yang mengelilinginya dan kemudian ia jatuh dan terbaring ditanah.
"Aku menyerah! Kasihani aku! Aku menyerah!" ,ucap bandit itu dengan ketakutan.
"Jangan bunuh dia" ,Ucap Vesius yang menunggangi kuda mendekat kekumpulan prajurit tersebut, "Jadi? Bagaimana dengan bandit kecil kita ini?" ,Ucap Vesius mendekat sambil menunggangi kuda kepria yang hanya tersisa selamat dari kumpulan bandit.
"Aku menyerah! Aku menyerah ampuni hidupku! Si..silahkan ikat aku! Aku bersedia jadi tawanan! Dan akan aku katakan informasi apa saja!" ,Ucap pria yang selamat tersebut.
"Siapa pemimpin paling tinggi kalian dan dimana dia?" ,Ucap Vesius sambil mengambil kue dari talam yang dipegang pelayan dibawahnya.
Vesius kemudian memakan kue tersebut sambil menunggang kudanya melihat secara rendah kepria tersebut.
"Na...namanya Pruasarr bee! Dari keluarga Bee! Ma..markasnya diBukit serangga hitam!" ,Ucap pria yang selamat tersebut dengan ketakutan.
"Keluarga Bee? Anggota keluarga Bee jadi bandit?" ,Ucap Vesius dengan keheranan.
Vesius kemudian merenung sebentar sambil mengunyah kue.
Kemudian salah seorang prajurit tersebut mendekat keVesius membawa dengan hati-hati sebuah mayat busuk.
"Tuan kami menemukan mayat wanita yang sudah membusuk diikat dipohon tersebut, kelihatannya ia korban pemerkosaan" ,Ucap prajurit tersebut.
Pria bandit yang selamat itu hanya menelan ludah melihat rongsokan mayat itu ketakutan akan hukuman mati atas kejahatan pemerkosaan.
Vesius terdiam sebentar kemudian ia menoleh kepria yang selamat tersebut dan berkata.
"Kau tidak berbohong bukan kalau marganya adalah keluarga Bee?"
"A..aku tidak berbohong tuan, aku yakin dia memang bernama Bee" ,Ucap pria yang selamat tersebut.
"Yakin?" ,Ucap Vesius.
"Aku yakin tuan" ,Ucap pria yang selamat tersebut.
"Prajurit eksekusi dia, terserah kau mau apakan dia" ,Ucap Vesius yang kemudian berbalik sambil menunggangi kudanya.
Pria itu hanya meringkik mencoba melarikan diri.
Para prajurit hanya memegang tangannya.
"Aaaaa! Ampuni aku tuan! Aku sudah mengatak-"
Kemudian salah satu prajurit memotong tenggorokannya dengan pedang membuatnya mati seketika.
Pria gendut itu bahkan tak melihat kebelakang dan terus mengendarai kudanya sedangkan prajurit mengikutinya dari belakang.
Meninggalkan mayat bandit terbaring ditanah membusuk, sedangkan beberapa prajurit mengambil jarahan dari bandit tadi termasuk senjata seperti pedang ataupun busur.
Sedangkan beberapa prajurit menggali tanah untuk mengubur mayat wanita korban pemerkosaan tersebut.
Seorang prajurit mendekat ke Vesius dan sambil menunduk dengan hormat dia kemudian berbicara, "Tuan, seharusnya kau tidak mengomando secara langsung pemburuan bandit ini biarkan salah satu bawahanmu yang mengejar bandit sementara tuan pergi keibukota"
"Keibukota? Dan menyerahkan pengejaran bandit kebawahanku? Apa yang kau tahu soal Ibukota dasar anak petani? Disana aku bisa saja terbunuh bahkan aku lebih aman masuk kemarkas bandit dibanding ibukota yang kacau" ,Ucap Vesius sambil terus mengendarai kuda lebih maju, "tenang saja anak petani aku akan baik-baik saja, aku telah bertahan hidup diperang koalisi Tyronia dan pemberontakan Aquantania tentu saja aku takkan semudah itu terbunuh ditangan bandit", senyum Vesius.
____-_-______
"Yo! Fellur sipedagang sialan!" ,Ucap Ayah Filda dari atas keretanya menghampiri seorang pedagang berkumis dengan pakaian yang cukup rapi.
"Ah! Akhirnya kau datang...kau lama sekali orang tanpa rasa sopan sialan" ,ucap pedagang tersebut sambil mendekat keAyah Filda.
Desa terlihat damai dengan petani melanjutkan kegiatannya bertanam tanaman pokok dan beberapa anak-anak juga bermain-main diteras rumah.
Terlihat ibu-ibu sedang mencuci pakaian didepan rumahnya.
Juga petani berjalan dijalanan desa begitu juga dengan beberapa prajurit bayaran minum bir.
"Nampaknya suasana cukup damai sekarang" ,ucap Ayah Filda memandang para petani dan pekerja lainnya menanam tanaman.
"Hm? Ah emang iya soalnya prajurit akhir-akhir ini sedang berpatroli dipedesaan" ,ucap pedagang tersebut sambil mendekat kekereta Ayah Filda dan membuka kain pembungkus daging dikereta Ayah Filda, "seperti biasa diawetkan dengan garam lagi"
"Jadi? Sepakat 30 koin perak sepotong" ,ucap pedagang itu.
"Ayolah kau bisa menawarkan lebih dari itu," ucap Ayah Filda ikut membuka kain yang menyelimuti dagingnya dan memperlihatkan beberapa daging bagusnya, "daging ini baru berumur 1 malam dan kualitasnya bagus berarti 50 kain sepotong bisakan?"
"Ayolah, cukup sulit berdagang diperbatasan sekarang bagaimana dengan 35?" ,ucap pedagang tersebut.
"45 tak ada tawar lagi" ,ucap Ayah Filda.
"40" ,tawar pedagang tersebut.
"Baik, itu harga yang bagus" ,setuju Ayah Filda.
"Nih, kubeli semua dagingnya seperti biasa", ucap pedagang tersebut sambil melempar sekantung koin keAyah Filda.
Ayah Filda kemudian membuka kantung tersebut dan menuangkan koinnya kekeretanya dimana ia menghitungnya.
"Oi budak! Kalian angkat ini!" ,panggil pedagang tersebut kebudak-budak dibelakangnya.
Terlihat tiga budak mendekat salah satu dari mereka merupakan Dwarf memiliki otot yang kuat dan tubuh besar, tapi tubuhnya pendek. Sedangkan yang cukup tinggi dan berkulit hitam.
Yang satu lagi memiliki kulit putih.
"Budak baru?" ,tanya Ayah Filda.
"Iya" ,jawab pedagang tersebut sambil menyerahkan daging yang dibalut kain tersebut kebudak pendek tersebut.
"Hm..yang satu Dwarf dan yang kulit hitam ini merupakan Akkadis?" ,ucap Ayah Filda.
"Bukan dia Nusanarr" ,ucap pedagang tersebut.
"Hm..orang laut Nusanarr kah? Padahal perawakannya mirip sekali dengan Akkadis" ,berpikir Ayah Filda, "oh ini bukannya orang Dalmatia?" ,tanya Ayah Filda.
"Ah? Iya dia lemah jadi akan kuberi harga murah jika kau mau" ,ucap pedagang tersebut sambil menaruh satu daging potong besar kebudak Dalmatia yang berkulit putih tersebut.
Budak Dalmatia tersebut kelihatan kesulitan membawa daging tersebut.
"Hah! Aku tidak tertarik untuk memiliki budak" ,ucap Ayah Filda.
"Toh tak apa, lagipula paling ada yang beli dipasar dikota Ballerius" ,ucap pedagang tersebut sambil menjauh dari kereta Ayah Filda dan mendekat kekeretanya yang terlihat cukup penuh.
"Hm? Kau tak takut bandit dijalan kekota Ballerius? Tumben padahal biasanya kau berbelok kearah lain" ,ucap Ayah Filda.
"Kan sudah kubilang," ucap pedagang tersebut
Ia naik kekeretanya yang terlihat sangat padat dengan barang-barang dan budaknya yang berjalan kaki dibawahnya membawa barang-barang lain.
"akhir-akhir ini perbatasan sudah aman dan tentara sudah berpatroli secara rutin jadi aku rasa bandit juga sudah tak ada" ,ucap pedagang tersebut.
"Oh baiklah....semoga kau selamat dijalan" ,ucap Ayah Filda.
"Ah iya!" ,ucap pedagang tersebut sambil pergi dengan menaiki kereta yang ditarik kuda.
Pedagang tersebut pergi menjauh dengan budak-budak berjalan dibawah keretanya.
"Hmm...kota Ballerius kah...mungkin aku akan pergi kesana dengan Hanno" ,ucap Ayah Filda.
Kemudian terlihat seorang ibu-ibu tua mendekati Ayah Filda.
"Oi! Kau mau pergi kekota Ballerius bapak sialan!" ,ucap ibu-ibu tersebut sambil menepuk bahu Ayah Filda.
"Iya emangnya kenapa?" ,ucap Ayah Filda dengan kasar sambil menoleh kebelakang.
"Kau ini selalu kasar Guslau! Bagus sekali kau memilih untuk hidup dipinggir desa! Nanti rusak pemandangan indah desa ini! Nih aku mau minta tolong" ,ucap Ibu-ibu tersebut.
"Minta tolong? Tolong apa?" ,ucap Ayah Filda dengan mengerutkan mata.
"Nih duit! Kau tolong belikan aku kain dikota Ballerius" ,ucap ibu-ibu tersebut sambil melempar sekantung uang koin keAyah Filda.
"Hah beli kain dikota Ballerius? Mana suamimu? Ngomong-ngomong kain apa!?" ,ucap Ayah Filda.
"Dasar bodoh! Suamiku pergi berperang untuk menjadi prajurit beberapa hari yang lalu! Membawa anakku yang imut Redius dan Tulla! Makanya berkunjung kedesa sekali-sekali!" ,ucap ibu-ibu tersebut dengan kencang.
Ibu-ibu itu kemudian pergi meninggalkan Ayah Filda dengan kantung koin ditangannya.
"Kalau kau tanya kain apa! Terserah warna apa yang penting aku mau kain kapas! Karena beberapa ibu-ibu lain didesa butuh kain pengelap yang baru untuk rumah mereka!" ,ucap ibu-ibu tersebut sambil berhenti berjalan dan berbalik menoleh keAyah Filda
Ia kemudian kembali berjalan kearah rumahnya.
"Dimana Furaul? Aku cukup rindu anak kecil baik itu, apakah demamnya sudah sembuh?" ,ucap Ayah Filda dengan sedikit lebih lembut
"Dia mati" ,ucap ibu-ibu tersebut dengan suara berat
Ia terlihat terdiam sebentar setelah mengatakan hal tersebut
"Dikasurnya...2 hari setelah suamiku dan anak-anakku pergi berperang, mereka bertiga belum tahu kalau Furaul sudah mati" ,ucap ibu-ibu tersebut menoleh keAyah Filda