Chereads / Cinta Yang Telah Usai / Chapter 23 - Luka bagi yang di tinggalkan.

Chapter 23 - Luka bagi yang di tinggalkan.

Fazam memutuskan untuk pergi ke rumah duka malam itu juga, untuk menemani laura yang terakhir kalinya. Dia tidak ingin menyesal, tapi perbuatan yang dia lakukan pada laura itu sangat keterlaluan, bagi mental laura yang sudah rapuh sedari awal.

Dia kembali mengingat masa-masa saat laura masih ada di sampingnya, menemani nya di saat dia sedang bermain basket dengan kawan-kawannya, bertanding basket, dan pada saat sakit pun laura tetap menemaninya.

*Fazam, kalau kamu sakit seperti ini dan gak mau sembuh, gimana kamu bisa balikan sama zeira? memangnya kamu gak kasihan sama zeira, melihat kamu yang punya penyakit separah ini? ayo lah berusaha sembuh, demi zeira, zam.* kata-kata itulah yang masih terdengar oleh fazam dari mulut penyemangat sembuhnya itu. Membuat fazam menangisinya lagi di samping peti mati laura.

Tak ada hentinya, dia masih menyesali perbuatannya yang membuat laura merenggut nyawanya sendiri, agar fazam bisa kembali dengan zeira. Tidak semua orang memiliki mental sekuat zeira, tapi jika mereka benar-benar tulus mencintai seseorang seperti laura, kadang hal itu bisa membuat seseorang menjadi lebih gila dari biasanya dan lebih agresif, untuk merenggut nyawanya sendiri dari pada melihat ketidakadilan bagi dirinya.

"Kenapa kamu ninggalin aku sejauh ini? kalau kamu gak ikhlas aku sama zeira, kita bisa bicarakan baik-baik, ra. enggak harus, dengan cara yang mengerikan seperti ini. Aku minta maaf, Ra. maafkan aku!" jerit tangisan fazam.

*****

Zeira masih duduk di depan teras rumah laura, sambil menangis dengan ucapan yang keluar dari mulut fazam.

"Dia pikir, dia siapa? seenaknya memainkan hati ku, lalu membalikkan kata-kata kasar pada ku seperti itu! Arghhh!!! aku sangat menyesal telah memberikan mu kesempatan, andai saja yang di katakan azka aku ikuti, mungkin aku tidak akan merasakan penyesalan terberat seperti ini lagi." gumamnya masih menangisi fazam.

tiba-tiba, azka keluar rumah dan menyuruh fazam dan zeira masuk ke dalam, tetapi...

Azka berlari, melihat zeira yang duduk sambil menangis, "Lho, zei. Kamu kenapa? Kok nangis, fazam ke mana?" ucapnya, sangat menghawatirkan keadaan zeira.

Zeira langsung membalikkan badannya, dan memeluk azka sambil menangis. "Seharusnya aku mendengar nasihat yang kamu kasih ke aku, memang benar! seharusnya aku tidak membawanya, memasuki kehidupan ku yang ke tiga kalinya. Dia jahat! dia tidak pantas untuk aku terima kembali! Aku ingin pulang, Azka." jawabnya, sudah tidak kuat.

Azka bingung dengan apa yang zeira katakan, tetapi dia berusaha untuk memahami keadaan zeira, dan dia memberikan balasan pelukan untuk zeira agar zeira bisa lebih merasakan ketenangan.

"Sudah-sudah, jangan nangis. Lelaki seperti dia, gak pantas kamu tangisin. Tertawa kan saja tingkah buruknya itu. Buat dirinya menyesal lebih dalam lagi." ucapnya lalu, membantu mengusap air mata zeira.

"Aku mau pulang, aku gak mau di sini, aku gak mau ke pemakaman, aku gak mau bertemu dengan fazam lagi. Pokoknya aku mau pulang!" rengek zeira.

"Enggak bisa zeira, kita harus menunggu di sini, sampai besok jenazahnya laura di kuburkan." ucap azka, memberi pengertian secara pelan-pelan pada zeira.

Zeira menggelengkan kepalanya, "Tapi aku gak mau di sini, aku merasa kematian laura juga karena aku, aku pengen pulang! Ayo azka pulang! aku pengen pulang!" jawabnya, masih merengek pada azka untuk pergi dari tempat itu.

Azka menggendong zeira, dan membawanya ke dalam.

"Kamu mau ngapain? Turunin aku! Aku mau pulang!" bentak zeira yang terkejut, badannya di angkat oleh azka.

"Sssttt...! Jangan berisik! tante rachel sudah tidur, sekarang kamu juga harus tidur! Karena ini sudah malam, biar aku jaga sampai pagi ya." ucapnya, sambil membawa zeira ke kamar sebelah tante rachel.

"Ih, aku bisa jalan sendiri! turunin gak! Atau aku gigit tangan kamu!" ancamnya, meminta untuk di turunkan.

"Kalau kamu aku turunin, nanti bukannya tidur, malah keluar lagi sambil nangisin cowok brengsek itu." ucapnya, lalu menaruh zeira di kasur.

"Aku bisa sendiri, lagian setelah aku ceritakan sama kamu, aku juga merasa lega." jawabnya, tertidur di ranjang besar milik laura.

Azka menarik selimutnya lalu, "Cepat tidur! aku bakal nungguin kamu di sini, sampai kamu tertidur!" ucapnya, lalu mengelus kepala zeira.

"Tapi aku belum ngantuk, azka!" bantah nya.

Azka dengan cara memaksanya, "Aku gak mau tau, pokok nya kamu harus tidur sekarang! karena besok kita harus datang ke pemakaman laura, untuk yang terakhir kalinya." ucap azka, mengambil kursi untuk mengamati zeira agar cepat tertidur.

"Ah, baiklah-baiklah, aku tidur. Tapi, kamu keluar dari kamar ini, kalau kamu masih di sini aku gak bisa tidur." jawabnya, memaksa azka untuk keluar.

"Oh, begitukah?" ucapnya berdiri dari kursi lalu, "Oke, aku keluar sekarang." pergi meninggalkan zeira sendirian.

"Eh, tunggu! sepertinya lebih baik, kamu menemani aku tertidur, baru pergi dari sini." ucapnya, berubah pikiran.

"Kenapa? Kamu takut ya?" ledek azka.

"Iya, aku takut! jadi, kamu gak boleh kemana-mana, sampai aku benar-benar tertidur!" jawabnya to the point.

"Baiklah, aku akan menunggu kamu, sampai kamu bisa benar-benar tertidur." ucap azka, lalu kembali duduk di kursi sebelah ranjang laura.

Mendengar jawaban itu, zeira kembali merebahkan tubuhnya di ranjang laura, dan mulai memejamkan matanya untuk tertidur. Tetapi, dia tidak bisa tertidur karena takut, jika azka langsung pergi meninggalkannya sebelum tertidur pulas. Zeira pun berinisiatif untuk menarik salah satu tangan azka, dan menggenggamnya se erat mungkin, agar azka tidak kabur meninggalkannya.

"Apa-apaan ini?" kaget azka, yang tangannya di tarik.

"Aku takut kamu kabur, sebelum aku benar-benar tertidur." jawabnya, sambil menggenggam sekuat mungkin.

"Aku gak akan pergi, zei. Ayo lepasin!" ucap azka, lalu mencoba untuk melepaskan tangannya dari zeira.

"Enggak akan! Dan tidak mau!" jawab zeira, semakin mengencangkan genggaman tangannya itu.

"Yaudah lah, terserah kamu aja." pasrah azka, memasrahkan tangannya yang di genggam kuat oleh zeira.

Padahal dia tidak ingin keluar dari kamar itu, dan menemani zeira tertidur di sofa depan ranjang laura.

"Ada-ada aja, se takut itu kamu." gumamnya, tertawa kecil, dan sekali lagi mengelus kepala zeira.

*****

Keesokan paginya, tepat pada jam 9 pagi. Waktunya untuk menguburkan jenazah laura, ke kuburan yang sudah di sediakan di sebelah makam ayahnya sendiri.

Azka sengaja meninggalkan zeira tertidur sendirian di rumah laura, sedangkan azka dan tante rachel sudah berangkat menuju rumah duka untuk membawa jenazah laura.

Sesampainya di rumah duka, Azka melihat fazam yang sedang duduk termenung di samping peti mati laura.

Azka menghampiri fazam, "Lo, semalaman di sini?" tanya azka.

Fazam membuka matanya lalu melihat ke sisi kanannya, "Iya." jawabnya, lalu menanyakan keberadaan zeira, " Mana zeira?" tanya nya, yang tidak melihat adanya zeira.

"Dia ada di rumah, dan masih tertidur." jawab azka.

"Lo, gak macem-macem in zeira kan?!" tanya fazam, menuduh azka yang tidak-tidak.

"Ya enggak lah, lo kira gue kayak lo? gue gak sebrengsek itu!" jawabnya, membuat fazam tersulut emosinya.

"Maksud lo apa, ngomong kayak gitu?" bentak fazam, lalu menarik kerah kemeja hitam azka.

"Santai, bro. Gue cuma bicara yang sebenarnya, kalau lo itu memang lelaki brengsek!" jawabnya, kali ini benar-benar memancing keributan.

Fazam memukul wajah azka, "Sialan! pergi lo dari sini, gak usah bantu makam in laura!" bentaknya, membuat tante rachel terkejut.

Azka berdiri, "Oke kalau itu mau lo, gue cabut sekarang!" jawabnya, lalu pergi dari sana.

"Bagus! cabut lo dari sini, gak usah sok peduli!" ucapnya, menenangkan dirinya.

Rachel sangat panik melihat pertengkaran fazam dan azka, lalu azka pergi begitu saja setelah di usir oleh fazam, "Azka kamu mau ke mana?" teriak rachel.

"Saya di usir oleh fazam, saya tidak di perbolehkan ikut memakamkan laura." ucapnya, tidak ingin memperpanjang masalah, karena zeira juga menginginkan pulang ke Indonesia.

"Kalian punya dendam apa sih? ini hari duka untuk anak saya," bentak rachel, lalu rachel mendekati fazam dan menamparnya, "Bisa-bisa nya kamu mengusir azka!" ucapnya, sangat marah.

Fazam terkejut dengan perilaku kasar rachel padanya, "Tapi tante, saya kan mantannya laura, saya yang selalu menjaga laura di mana pun dia berada. Sedangkan azka, dia itu tidak pernah menjalani amanah, yang tante berikan untuknya." ucapnya, sangat lancang.

Rachel menamparnya lagi, "Kamu tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan keluarga saya, termasuk dengan azka." bentaknya.

Azka terkejut, melihat fazam di tampar sebanyak dua kali oleh rachel. "Tante cukup! Jangan tampar fazam lagi. Ingat tante, ini masa berduka tante, saya mohon jangan mengasari fazam. Dia juga sudah cukup menyesali perbuatannya pada laura." bisik azka, menenangkan rachel.

"Saya tidak bisa bersabar untuk orang yang telah menghancurkan masa depan putri saya, dan merenggut nyawa putri saya." ucapnya.

"STOP TANTE! STOP!!" bentak fazam, sambil menutup telinganya.

"Kenapa? Kenapa, hah?!!! Kamu merasakan penyesalan? Merasa bersalah? sudah sepantasnya kamu merasakan itu!!!" tegasnya.

"Cukup Tante cukup! aku sudah mengakui kesalahan ku, tidak semuanya salah ku. Dia pergi seperti itu karena kehendaknya sendiri. BUKAN SALAH AKU!!!" bentaknya, pergi ke arah toilet.

"Dasar anak sialan! sudah membunuh, tidak mengaku! Jika ada bukti pembunuhannya, akan aku masukkan dia ke penjara." ucap rachel.

Akhirnya, pemakaman laura akan di adakan sebentar lagi. Rachel sangat terpukul, ketika peti mati anaknya di masukkan ke ambulan, dan akan di bawa ke pemakaman. Sedangkan Fazam, dia ikut menaiki ambulan bersama jenazah laura. Azka dan Rachel menaiki mobil pribadi dengan sopir, Azka menenangkan rachel yang menangis setelah mendengar sirine ambulan berbunyi.

Sesampainya di pemakaman, bukan hanya rachel yang menangis saat peti mati itu mengubur jenazah anaknya. Fazam juga sangat menangis ketika jenazah laura di kuburkan, rachel pingsan, azka pusing dia bingung harus berbuat apa, karena tidak ada zeira di sisinya.

"Tante, bangun tante." ucapnya, sangat panik ketika rachel pingsan.

Kerabat jauh rachel membantu azka, untuk membangunkan rachel.

"Biar kami saja yang mengurus rachel, kamu selesaikan pemakamannya." ucapnya, wanita paruh baya itu. Dengan memakai bahasa Indonesia walau sedikit sulit mengatakannya.

"Terima kasih, tante." ucap azka, lanjut menunggu untuk menaburkan bunga di atas tanah pekuburan laura.

Fazam menaburkan bunga dari atas batu nisan laura, sampai ke ujung tanah itu. Lalu bergantian dengan azka untuk menaburkan bunga di atas kuburan laura.

"Lo masih pengen di sini?" tanya azka.

Fazam tidak menjawab pertanyaan dari azka, dia malah menatap nama laura yang tertulis di nisan putih itu.

"Zam, gue tanya sekali lagi. Lo masih pengen di sini, apa mau pulang bareng sama gue dan tante rachel?" tanya azka, masih dengan kesabarannya.

"Lima menit lagi, gue masih pengen di sini." jawabnya, lalu menidurkan badannya di atas makam laura.

"Yaudah, gue tunggu di depan. Jangan lama-lama, atau lo gue tinggalin." ucapnya, mengancam agar fazam tidak lama di makam laura.

"Iya." jawabnya singkat.

Azka mengerti keadaan fazam saat ini, tetapi dia tidak habis pikir dengan fazam yang masih menangisi laura di atas makam laura. Padahal fazam sendiri mengatakan pada nya, jika fazam sangat mencintai zeira, tetapi tindakan nya yang terlalu menangisi kepergian laura itu lah, yang membuat azka merasa bingung antara sedih di tinggal selamanya oleh laura, tanpa memiliki perasaan sedikit pun untuk laura, atau fazam benar-benar menyukai laura.

Dan apakah, kembalinya dengan zeira juga, hanya menjadi alasan dari kebosanannya yang sedang menjalin hubungan dengan laura?

Hal itu membuat azka sangat berpikir keras. Agar dia yang harus menentukan pilihannya untuk merelakan zeira dengan fazam, atau tetap memperjuangkan cintanya?