Seorang pecundang yang berjalan dengan kaki telanjang di pagi hari hanya untuk pergi ke toko yang ada di sekitaran rumah nya. Itu adalah toko yang pemilik nya adalah teman nya sendiri. Rose yang saat itu baru saja selesai menyelesaikan masakan nya merasa ada yang kurang sedap. Entah.
Apakah ini kurang manis? Atau kurang asin? Rasanya menggoda sekali.
Dia mencicipi nya dengan jari manis nya. Dan baru ingat kalau ia kurang menambahkan bubuk-bubuk micin. Tahun 2019, siapa yang tidak akan suka dengan bahan ini? Yang rumornya membuat golongan jadi bodoh. Tapi bagaimana lagi... Micin adalah suatu keharusan yang pasti.
Rose dengan telanjang kaki berjalan ke warung yang ada didepan rumah nya ini. Mengambil satu bubuk micin dan membayar nya dengan uang koin. Ia melenggak-lenggokkan kepala nya untuk bisa mencari teman nya. Namanya adalah Amber. Dia sangat senang sekali dengan teman nya itu, dia dua tahun lebih tua dari Rose tapi itu menyenangkan sekali baginya.
Berteman dengan seorang yang sedikit lebih dewasa darinya memanglah menyenangkan sekali. Rose yang ada disana merasa sangat bersyukur sekali akan hal ini. Dia menjadi begitu bahagia sekali. Saat teman nya itu menolehkan kepala nya balik dan melambaikan tangan nya dengan tinggi sekali. Seolah senang akan kehadiran nya.
Cukup. Jangan percaya dengan wajah nya yang tampak gembira itu. Dia pasti akan menagih hutang nya Rose. Ya mereka saling terikat satu sama lain. Terikat hutang.
Ibunya Amber yang ada disana sangat curiga sekali. Tunggu. Dia lupa mengenalkan nya. Nama teman nya itu adalah Amber, dia adalah kakak kelas nya Rose saat dia berada di bangku SMA. Dan semenjak itu mereka jadi dekat sekali, ditambah lagi karena mereka sama sama bagian dari OSIS.
"Rose... Boleh masuk kan Tante?" Tanya Rose dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebenarnya. Hanya sedikit gugup saja.
"Ya ya... Masuklah. Kau boleh masuk. Jangan malu malu. Ads banyak sekali makanan disana. Kamu boleh membawanya semuanya!" Kata mamanya Amber dengan sangat bahagia sekali melihat anaknya yang punya teman.
Rose mengangguk. Merasa bahagia sekali akan hal ini. Dia langsung duduk disebelah nya Amber yang ada disebelah kanan nya dan merasa gugup sekali saat ini.
"Ada apa dengan mu? Kamu tampak sangat gelisah sekali hm..." Ucap Amber dengan tersenyum lebar. Senyuman nya yang menakutkan itu... Tolong jangan lihat dirinya seperti itu. Jujur itu adalah tatapan paling menyeramkan yang dia miliki.
"Apaan sih Aem. Nanti aku balikin lagi kok uang mu. Cuma 10 juta aja kok. Gue juga punya kalau gue ikut bokap nyokap." Katanya dengan enteng sekali.
Amber yang ada disana langsung memukul wajah teman nya ini karena merasa frustasi sekali akan hal ini. Lihatlah dia bahkan harus menjadi orang yang selalu kena sasaran pukulan nya Amber.
"Jangan ngayal deh. Kamu aja Salim sama mommy dan papy mu aja malu dan takut. Gimana mau ikut sama mereka hm? Daripada Luntang Lantung gini kan lebih baik kamu buka usaha apa gitu kek." Katanya dengan menceramahi mantan adik kelasnya ini.
"Aem... Yang bener aja deh. Masa gue harus jualan. Ga level tahu ga sih. Lagian kerja di supermarket udah cukup buat gue. Yang penting gue ga jadi pelacur kan?" Ucap nya dengan menyeringai.
"Dahlah. Terserah mu mau ngapa ngapain... Gue besok ada banyak banget tugas dan kerjaan yang harus gue kerjain. Kerjain makalah gue yah. Nanti gue bayar 300 ribu kalo nilai nya B+ keatas." Kata Amber dengan memanfaatkan kecerdasan teman nya ini.
Tentu saja Rose yang ada disana mengerutkan kening nya. 300 ribu hanya untuk mengerjakan makalah 100 lembar? Tidak cukup lah untuk makan sehari harinya.
"Lima ratus ribu lah" tawar Rose dengan tertawa kecil.
Dia tau sekali jika kebiasaan tawar menawar nya ini beneran tidak bisa hilang. Itu memang sudah alami dari tubuh nya ini. Bahkan dengan sangat terpaksa nya amber mengangguk. Karena dia benar benar mode males tingkat dewa disini.
"Okay. Kerjain gih buruan. Gue capek banget." Jawab nya dengan lelah sekali dengan pekerjaan nya yang tidak beres beres ini.
"Ya. Gue bakalan cepet kerjain nya. Santai aja. Bapak nya Albert Einstein nich!" Teriak nya dengan tertawa lebar merasa bangga dengan keceradasan nya ini.
Setelah itu dia merasa sangat bahagia sekali. Sejak kapan dia bisa menjadi sebuah pembantu dari majikan nya Amber? Jasa menulis seperti nya sangat dibutuhkan sekali disaat adanya banyak teknologi yang akan lebih mempermudah untuk menulis.
"Apa kegiatan mu sehari hari Rose? Apakah tidak ada lelaki yang bisa menemani mu hah?" Ejek teman nya itu.
Rose hanya bisa mengangkat bahunya saja. Selama ini tidak ada cowok yang bisa jadi pacarnya. Entah sampai kapan hal itu akan terjadi padanya. Menyebalkan sekali dan dia pada akhirnya hanya bisa menghembuskan napas merasa sangat pasrah sekali.
"Maafkan aku. Sepertinya aku membuat mu marah."ucap nya dengan tersenyum tipis.
"Tak apa apa. Aku sudah terbiasa akan semua hal ini." Jawab Rose tanpa eskpresi di wajah nya yang membuat amber jadi sangat merasa bersalah lagi jadinya. Baiklah. Apa yang harus dia lakukan sekarang ini? Melanjutkan menulis?
"Kau tau. Aku sebenarnya ingin membicarakan hal ini padamu, entahlah, apakah ini sopan atau tidak... Aku juga tidak tau apakah ini terlalu cepat atau tidak." Ucapnya bertele-tele.
Rose hanya mengangkat alis nya dengan fokus membuat makalah dan mencari cari artikel yang cocok untuk ini. Tapi sepertinya hal itu percuma. Dia merasa sangat penasaran tapi ia juga tau bila akhirnya nanti dia tidak akan menjawab hal itu.
"Ya... Kembalilah pada kedua orang tua mu. Jangan jadi pecundang hanya karena masalah sepele. Bagaimanapun dia adalah kedua orang tua yang merawat dan melahirkan mu Rose ya..." Kata Amber dengan mata nya yang berkaca kaca.
Teman nya dengan rambut pirang, alis kecoklatan, dan mata warna merah kecoklatan ini sangatlah peduli dengan nya. Rambutnya yang sedikit Curly di bawah itu bergerak gerak.
"Aku tidak bisa. Apa katamu tadi? Pecundang? Biarlah. Menurutku kedua orangtua ku lah yang jadi pecundang. Ah! Dahlah! Gue balik dulu gue harus masak. Makalah lu bakalan jadi ntar sore. Bye!"
Rose melambaikan tangan nya. Satu tangan kanan nya ia masukkan ke dalam saku Hoodie nya, dan satunya memegang kertas HVS serta bumbu micin.
Biarlah bila dia menjadi seorang pecundang dan pengecut. Daripada menjadi orang yang pendiam dengan singgah bersama kedua orang tua nya. Itu akan membuat maut akan datang lebih cepat.