Rose bangkit dari lantai kotor, biarlah bully memanglah bagian dari kehidupannya. Begitu kotor sekali baju ini karena alas sepatu milik Wendy itu dia merasa sangat malu, tapi bagaimana lagi? Wendy adalah orang yang LEBIH darinya. Dia harus sadar akan hal itu.
Chika menatap nya, cewek paling bodoh yang super duper lemot itu menatap nya selama 10 detik dan akhirnya dia menolong nya. Membantunya berdiri.
"Ih sumpah lu goblok banget sih?! Udah tau gue jatuh malah di liatin doang. Aish! Bikin pegel sumpah." Ketus Rose dengan segera berdiri. Pinggang nya serasa mau encok, dia tidak sadar bila dia selalu membuat punggung dan pinggang nya hampir patah.
"Maaf maaf... Namanya juga ga tau kan? Ayolah jangan kayak gini. Mau burger ngga? Mama ku masakin." Ujar nya dengan menyuap Rose menggunakan Burger.
Tentu saja sebagai orang yang hemat dan super super mengirit, Rose langsung menyabotase burger itu dan melahap nya dengan cepat, sebelum jam pelajaran dimulai.
Sang dosen masuk dan rupanya itu adalah dosen yang sempat dia tabrak tadi. Sungguh memalukan sekali saat ini bila bertemu dengan orang ini. Tapi jujur dia sangatlah tampan sekali. Rose berkali-kali salah fokus hingga akhir jam pelajaran pun berbunyi. Dia meregangkan tubuh nya dan secara tidak sengaja pensil nya itu berguling hingga mendarat tepat di ujung sepatu dosen tampan itu.
MAMPUS.
Dia harus bagaimana dong? Haruskah dia mendekati dosen tampan itu? Tapi dia tau jantung dan hatinya ini pecah. Dia masih muda dia masih ingin hidup. Ah tuhan sangatlah membuat nya jadi bingung sekali, Rose menatap sekitarannya, terlihat Wendy yang tertawa melihat tingkah nya.
Tunggu tunggu... Kenapa dosen itu memungut pensil nya. Astaga! Dia bahkan melangkah ke arah nya. Tunggu... Jantung nya aman kan? Ia tidak bisa menahan napas nya lagi, semua nya membuatnya jadi bingung harus bersikap seperti apa saat ini.
"Ini punya mu?" Tanya dosen itu dengan mengulurkan pensil milik nya.
"Y-ya. Thankyou so much sir..." Jawab nya dengan menundukkan kepala nya sebagai tanda sopan.
Chika tersenyum lebar. Dia adalah fans nomor satu nya dosen ini, entah dia lupa siapa namanya itu dia hanya bisa memperhatikan wajah nya saja tidak bisa fokus pada hal hal lainnya. Bahkan dia merasa jika dia sudja gila dengan wajah tampan dosen nya itu.
Dia mengajarkan ilmu tentang menjadi artis dan sebagai seorang pelatih drama. Dia adalah ahlinya semua orang bisa berkonsultasi padanya.
"Aku tidak menyangka jika kamu sangat sangat pintar sekali dalam seni musik. Bisa ikut ke ruangan saya? Ada salah satu kontes yang sepertinya kamu akan tertarik." Kata Dosen itu dengan menawarkan ide yang sangat bagus sekali.
"Iy-iya. Terimakasih pak sekali lagi." Jawab Rose dengan menatap Chika teman. Ya hang merasa iri sekali dengan nya. Tunggu apa yang membuat nya jadi seperti ini.
Rose duduk sebentar di bangku nya, menunggu hingga semua orang pergi keluar dan hanya bersisa dia dan Chika yang hendak mengadakan kejahilan tingkat Dewi yang akan mereka gunakan untuk melawan nenek sihir abadi ini. WENDY.
"Aku sekali kesal akan kesal padanya selama nya!!" Teriak nya dengan merasa geram sekali karena dia tidak bisa memukul psikiater itu.
---***---
Saat pulang dari kampus dia merasa sangat malu malu sekali datang ketempat orang nya dan saat dia mengintip rupanya sudah tidak ada orang itu entah kemana pergi nya seolah-olah dia memang tidak ingin merencanakan ketemuan 100 persen.
Rose menghela napas nya dan dia berbalik badan segera pergi dari sana. Sungguh menyebalkan sekali dia itu, untung saja dia tampak sangat kekar sekali. Matanya berwarna biru dan tinggi nya 183 cm sungguh idaman seluruh para wanita. Dia tidak menyangka akan hal ini, sungguh sebuah kenyataan yang sangat ingin terjadi sekali lagi.
Meski kenyataan nya dia harus ditampar seribu kenyataan yang pahit sekali jadinya.
"Rose!! Tunggu! Maaf saya terlambat karena ada rapat dosen sebentar... Huh..." Teriak Dosen tampan itu.
Andai saja jika dia ingat siapa namanya.
Tapi entah mengapa dosen itu malah menyuruh nya pulang dan mengatakan jika rupanya slot untuk kontes itu sudah diisi oleh orang lain yang lebih dulu mendaftarkan dirinya.
"Ngga bisa gitu dong pak. Saya kan---"
"Gini Rose... Saya baru kenal kamu, dan saya pikir ga seharusnya saya langsung rekrut kamu. Maaf..." Ucap nya dengan membungkuk sopan ke arah Rose.
Rose menghembuskan napas nya sebal. Ih! Kenapa rupanya sugar Daddy ini ngeselin banget. Wendy datang dengan membawa kartu kontes, dan rupanya cewek itulah yang sudah mencalonkan dirinya lebih dulu dibandingkan dirinya.
"Aish! Kalau gini jadinya, ngapain ngomong pak? Bikin badmood aja dah! Udahlah!" Bentak Rose dengan sangat kesal sekali saat ini.
"Ma-maafkan saya..." Ucap nya.
Udah. Cukup. Dia tidak akan mengejar cinta nya dengan dosen ini karena dia baru sadar bila dosen ini berpuluh-puluh kali lipat lebih menyebalkan di banding teman nya Wendy itu. dia merasa kapok sekali pernah mengatakan nya tampan.
Rose berbalik badan dan meninggalkan tempat itu dengan langkah kakinya yang sangat berat sekali. Dia tidak ingin membuat harinya tanpa mood seperti ini. Mau kemana dia pulang? Kerumah nya? Sepertinya tidak mungkin. Ada ibu dan ayah nya.
Rose mengambil ponsel di sakunya dan dia segera menelepon Amber.
"Aem... Gue nginep di rumah Lo yah?" Tanya Rose dengan sangat berharap.
"Sorry Se... Gue lagi ada di luar rumah. Gue ada pelatihan di desa, dan cuman ada orang tua gue sama saudara saudara gue. Takut nya---"
"Iya. Ga jadi. Sorry ganggu lo." Sahut Rose dengan menutup ponsel nya membuat suara Amber terpotong.
Dia berbelok ke arah kanan dan pergi ke ruangan musik. Hah... Sepertinya dia harus tidur disana lagi. Sungguh menyebalkan sekali dunia ini. Dia harus mati matian tinggal di tempat terpencil agar dia bisa menghindari kedua orang tua nya yang gila itu.
"Wendy... Saya jadi ga enak sama Rose. Bagaimana jika yang ikut kontes anak lainnya aja? Selain kamu dan Rose?"
"Kenapa sih pak... Jangan gitulah... Kita kan---"
"Jangan seperti ini. Saya dosen kamu loh." Ucap dosen itu.
Wendy memeluk Pak dosen dan mengatakan jika rumah nya kosong untuk malam ini.
Dalam hati dosen itu, dia bersumpah bila cewek ini begitu murah sekali. Rasanya jadi Ilfeel seketika dia tidaj suka dengan cewek ini. Bagaimana cara menjauhinya? Dan bagaimana jika dosen dan mahasiswa lainnya melihat hal ini? Mau di taruh di mana muka nya itu?
"Wendy... Jangan---"
"Apa sih Pak? Aku cuma mau ngambil kertas yang ada di punggung bapak. Jangan salah paham." Jawab Wendy dengan mengedipkan matanya, tanda menggoda.