Chereads / Mimpi di Istana Dingin / Chapter 13 - #13 : Kencan Pertama yang Berakhir Tragis

Chapter 13 - #13 : Kencan Pertama yang Berakhir Tragis

Ketika malam tiba, Meng Yue sudah siap di depan Istana Dingin. Ia memakai hanfu berwarna pink cerah yang membuatnya terlihat lembut dan juga anggun pada saat yang bersamaan. Rambutnya dirias dengan jalinan rumit dan dipasangi sejumlah jepit rambut mahal yang salah satunya adalah hadiah dari Feng Xin. Tidak lama kemudian, sebuah kereta kerajaan tiba. Feng Xin sendiri segera turun dari kereta kerajaan itu, ia mengulurkan tangannya pada Meng Yue lalu membawa gadis itu naik ke dalam kereta kuda.

Saat kereta kuda itu tiba di depan gerbang alun – alun. Feng Xin dan Meng Yue turun dari kereta. Mereka berdua segera berjalan sambil bergandengan tangan dengan erat membelah keramaian di Chang'An. Mereka berdua sama sekali tak takut akan keributan yang terjadi ketika sang Kaisar mendadak saja membelah kerumunan di Festival Lentera, bersama selir yang ia benci. Mereka berdua juga tampaknya tidak terlalu perduli pada rumor yang akan merebak setelah hari ini. Mereka dengan santainya, berjalan di antara kerumunan sambil bergandengan tangan, seakan mereka hanyalah pasangan suami istri biasa.

Pada malam Festival Lentera, seluruh alun - alun akan dipenuhi dengan lentera, orang dan tawa dimana - mana. Sepanjang jalan lentera tergantung di langit – langit. Lentera ini memiliki warna yang berbeda-beda: kuning, pink, biru, ungu, merah, dan hijau ..... Menatap lentera warna-warni ini membuat senyum Meng Yue terkembang cerah. Di depan jalan, kerumunan besar terbentuk menyaksikan lentera naga. Itu sangat ramai sehingga prajurit kerajaan harus membuka jalan untuk mereka berdua. Dari waktu ke waktu, mulut naga akan mengeluarkan kembang api perak, dan semua orang akan kagum. Setelah melewati jalan yang luar biasa ramai itu, tiba-tiba saja mereka berakhir di sebuah tempat yang sunyi. Meng Yue tahu ini. Tempat ini adalah jalan di samping ibukota, mereka menuju ke jembatan yang bersebrangan dengan jalanan utama. Saat ini seluruh jalan itu kosong, hanya mereka berdua yang ada di sana sedang para prajurit berjaga – jaga sekitar seratus meter dari mereka. Feng Xin dan Meng Yue bergandengan tangan hingga mereka tiba ke atas jembatan.

Seluruh pemandangannya sangat indah dari jembatan itu. Di langit, mereka bisa melihat ratusan lentera dengan warna lembut beterbangan di udara. Menciptakan suasana yang magis dan juga romantis. Di depan mereka, mereka bisa melihat sejumlah keramaian yang mereka terobos tadi. Tampak semua rakyat sedang berbahagia menikmati Festival Lentera itu. Meng Yue menatap semua keindahan itu dengan rakus seraya meletakkan tangannya di jembatan. Sedang Feng Xin memunggungi seluruh keindahan itu, dan lebih memilih bersandar untuk sepenuhnya menatap Meng Yue. Entah sudah yang ke berapa kalinya, ia menemukan dirinya terpikat lagi pada gadis cantik di depannya ini.

"Kau bahagia sekarang?" Tanya Feng Xin

"Sangat!" Jawab Meng Yue senang.

"Apa ada lagi yang ingin kau lakukan?"

"Hm ... Bisakah kita tinggal sedikit lebih lama? Saya sudah lama tidak melihat pemandangan diluar."

"Apapun yang kau inginkan."

Meng Yue menatap langit, di matanya sinar lentera yang indah menari - nari. Sinar indah dari lentera dan sinar kebahagiaan dari matanya sendiri membuat sebuah perpaduan yang menyihir. Sebuah senyum di bibir semerah cherry miliknya merekah tanpa beban, seperti sebuah bunga yang baru saja mekar di musim semi. Kulit seputih saljunya bersinar di antara kelamnya malam. Feng Xin tidak mengerti, bagaimana bisa semua keindahan yang ada disini menjadi pudar setelah kehadiran Meng Yue di hadapannya.

"Saya berharap, waktu bisa melambat malam ini...." Kata Meng Yue sambil menghela napas.

"Jangan khawatir, masih ada banyak waktu. Di masa depan, aku akan membawamu ke semua festival di kota ini."

Meng Yue beralih menatap Feng Xin. Sinar matanya yang berkilauan dan senyum bodohnya yang akrab muncul lagi ketika ia menatap orang yang ia cintai. "Yang Mulia, jika saya pergi suatu hari nanti, apa yang akan anda lakukan?" Tanyanya tiba - tiba

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Mm ... Tidak ada, saya hanya ingin tahu."

"Bukankah kau sudah pernah pergi dulu? Dan aku mengerahkan seluruh pasukan ku, menggemparkan ibukota hanya untuk mencari mu."

Meng Yue tertawa kecil, "Tapi bagaimana jika suatu hari nanti, anda bahkan tidak bisa menemukan saya?"

Feng Xin mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Meng Yue, membungkus tangan gadis itu dalam kehangatan tangannya, dan tersenyum ketika merasakan bahwa tangannya sangat akrab dengan ukuran tangan Meng Yue.

"Aku masih akan melakukan segala cara untuk mendapatkan mu kembali." Katanya lembut seraya menatap mata Meng Yue dalam.

Tepat pada saat itu, kembang api meledak di angkasa. Kilau dari berbagai warna memenuhi langit dengan semburat indahnya. Mata Meng Yue teralih ke pemandangan indah di atas sana, sedang wajahnya berseri senang.

"Yang Mulia, bisakah saya meminta satu permintaan lagi?" Tanya Meng Yue diantara kebisingan kembang api itu.

Feng Xin tersenyum geli, "Kurasa kau ingin memeras ku sebagai ganti karena sudah menyelamatkan nyawaku."

Meng Yue mengerucutkan bibirnya kesal, "Seandainya yang menyelamatkan anda adalah orang lain, anda pasti akan memberinya hadiah mahal. Sedangkan saya? Saya hanya meminta sejumlah permintaan kecil ini. Anda tidak seharusnya menjadi begitu pelit pada saya." Serunya

Feng Xin mendesah kalah, "Baiklah, katakan apa yang kau minta?"

"Berikan saya sesuatu yang tak bisa saya lupakan malam ini!" Katanya dengan senyum manisnya yang penuh harap.

Feng Xin tersenyum mendengar itu, ia kembali berdiri dengan tegap kemudian melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu, sedang matanya menatap dalam pada mata Meng Yue. Keduanya menyampaikan kata cinta yang tak bisa terucap oleh bibir mereka. Sinar kebahagiaan berpadu di mata mereka. Untuk sesaat waktu seakan berhenti, rasanya seperti ada yang melemparkan mantra hingga mereka berdua tak bisa mengalihkan pandangan pada mata masing - masing, "Pejamkan matamu" Bisik Feng Xin.

Meng Yue menurut, ia segera memejamkan matanya. Dan kemudian Feng Xin menundukkan wajahnya untuk mencium bibir Meng Yue. Berbeda dengan kedua ciuman sebelumnya, kali ini Feng Xin memperlakukan bibir Meng Yue dengan penuh kelembutan. Ia tidak mencium gadis itu dengan nafsu yang menggebu ataupun kesombongan untuk menyatakan dia adalah miliknya. Ciuman itu untuk menyatakan perasaannya.

Angin berhembus lembut, cuaca yang hangat menandakan kedatangan awal musim semi, cahaya lentera berpijar indah di atas sana. Seluruh alam sepertinya sedang bekerja sama untuk menciptakan pemandangan seindah surga dengan mereka berdua sebagai objek utamanya.

Akhirnya, ketika Meng Yue kesulitan bernapas, Feng Xin dengan enggan melepaskannya. Mata mereka bertemu, tatapannya sedingin biasanya. Tapi Meng Yue, ia merasa seperti bisa saja terjatuh saat itu juga. Seluruh energinya seakan habis terserap oleh ciuman itu, kakinya menjadi lunak hingga rasanya tak bisa menahan beban tubuhnya sendiri. Hatinya membuncah oleh kebahagiaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Tapi begitu ia mengangkat wajah dan menatap Feng Xin, wajahnya segera terbakar memerah. Ia segera menunduk lagi karena tidak sanggup bersaing dengan rasa malunya.

"Ini adalah kedua kalinya anda mencium saya...." Bisik nya

"Sebenarnya, itu yang ketiga kalinya." Sahut Feng Xin

"Ketiga?" Meng Yue bertanya bingung.

"Kurasa kau melupakan segalanya karena kau mabuk." Feng Xin terkekeh

Wajah Meng Yue semakin bertambah merah.

"Saya mencintai anda, Yang Mulia." Kata Meng Yue malu - malu.

Feng Xin tersenyum mendengarnya. Jika ini adalah masa lalu, ia sepenuhnya akan mengabaikan perkataan gadis itu. Ia pikir itu pastilah hanya kata - kata yang digunakan untuk menjebaknya. Rencana gadis itu untuk membunuhnya dan mengambil alih takhtanya. Tapi sekarang? Bagaimana mungkin ia meragukan perasaan gadis itu? Gadis yang siap mati ratusan kali untuknya? Jadi, alih - alih mengabaikannya seperti dulu, Feng Xin lebih memilih untuk meletakkan tangannya di pipi gadis itu kemudian menatap matanya dalam. "Aku juga mencintaimu." Sahutnya

Meng Yue mengangkat wajahnya tak percaya, perlahan air matanya jatuh ketika ia menatap pemuda itu. Ada begitu banyak hal yang ingin dia katakan, tapi semua hal itu seakan menghilang ketika ia ingin mengucapkannya. Selama beberapa waktu, ia hanya menatap Feng Xin dengan air mata yang tak bisa berhenti jatuh. Feng Xin juga mencintainya? Surga, jika ini tidak nyata maka tolong jangan pernah membuatnya sadar, bisik Meng Yue dalam hatinya.

"Kenapa kau sangat suka menangis?" Tanya Feng Xin lembut seraya menghapus air mata di pipi gadis itu.

Meng Yue hanya bisa menggeleng.

"Kau menangis ketika aku kasar denganmu, kau juga menangis ketika aku lembut denganmu. Katakan, aku harus apa?"

"Saya hanya ... Saya hanya merasa ... perjuangan saya ternyata tidak sia - sia."

Feng Xin tersenyum tak berdaya, ia kemudian menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Ini adalah pertama kalinya mereka berpelukan seperti ini. Di masa lalu, ketika mereka dekat pada satu sama lain, Meng Yue selalu saja dalam posisi tidak sadar. Atau kalaupun Meng Yue sadar, itu hanyalah momen ketika mereka terhanyut oleh ciuman. Berpelukan seperti ini, membuat keduanya merasakan ketenangan yang tidak bisa mereka temukan di manapun. Rasanya, seperti mereka mendapatkan tempat beristirahat dari segala masalah yang menyakitkan kepala mereka.

Mereka berdua tidak tahu berapa lama pelukan itu berlangsung. Mungkin hanya beberapa menit, atau bisa saja beberapa jam telah berlalu seperti itu. Yang mereka tahu, kehangatan dan segala rasa nyaman itu segera menghilang begitu Feng Xin menyadari ada sesuatu yang salah di tempat ini. Di suatu tempat, ia mendengar bunyi panah yang ditarik. Ia menatap ke segala tempat dengan tatapan tajam selagi tangannya menyembunyikan tubuh Meng Yue lebih erat di pelukannya. Ketika Feng Xin mengetahui dari mana panah itu berasal, ia sudah nyaris terlambat. Sebuah anak panah meluncur menuju dirinya. Dengan secepat kilat, Feng Xin menarik tubuh Meng Yue menjauh dari tempat tadi. Membiarkan panah tersebut menancap di jembatan.

Baik Feng Xin maupun Meng Yue tertegun melihat panah itu. Feng Xin dengan protektif menarik tubuh Meng Yue ke belakang tubuhnya. Tepat pada saat itu, pasukan istana berlarian ke arah mereka. Bai Qingwu berada di barisan depan, ia tampak tersengal ketika menghampiri Feng Xin.

"Yang Mulia! Ada penyerang! Jumlahnya sangat banyak! Kami sudah mengevakuasi warga, tapi pasukan kita tidak cukup untuk menghalau mereka semua dari sini!"

Seluruh wajah Feng Xin segera berubah menjadi dingin. "Bai Qingwu, utus satu orang dari pasukan mu untuk memanggil pasukan tambahan. Kau dan lima puluh orang lainnya jaga Meng Yue, sisanya ikut aku bertarung!" Perintah Feng xin

"Baik Yang Mulia!" Mereka semua berseru patuh.

Feng Xin sudah bersiap akan berlari, sebelum mendadak saja ia terhenti dan berbalik menatap Meng Yue. Matanya segera melembut ketika bersitatap dengan gadis itu, "Kali ini berjanjilah kau tidak akan membahayakan nyawamu untuk menyelamatkanku." Kata Feng Xin lembut.

Meng Yue tersenyum lalu mengangguk, matanya mengekor langkah Feng Xin yang maju untuk bertarung. Air mata kembali menggenang di matanya, "Maafkan saya Yang Mulia, tapi saya tidak bisa menepati janji saya." Bisik Meng Yue seraya menatap punggung pemuda itu yang semakin menjauh.

Begitu Feng Xin pergi, Meng Yue melihat sejumlah pasukan berlari mengelilinginya. Pasukan itu tentu saja adalah pasukan istana. Kesemuanya berjumlah setidaknya lima puluh orang dengan Bai Qingwu sebagai pemimpin. Meng Yue tersenyum, seandainya saja pasukan yang sedang menyerang saat ini memang menargetkan Feng Xin, maka pasukan ini jauh lebih cukup untuk melindungi dirinya. Sayangnya, malam ini Feng Xin salah perhitungan, pasukan itu menyerang Feng Xin hanya untuk mengalihkan perhatiannya. Setelah Feng Xin sibuk dengan pertarungannya sendiri, pasukan yang berjumlah tiga kali lipat dari penyerang pertama segera berhamburan keluar untuk menyerang Bai Qingwu.

Ya, pasukan itu sebenarnya menargetkan Meng Yue sejak awal.

"Niang niang, cepat lari!" Teriak Bai Qingwu begitu melihat sejumlah pasukan berlari untuk menyerang mereka.

Tapi tak ada yang menyadari bahwa Meng Yue bahkan tak bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri tadi. Bai Qingwu dan seluruh pasukannya segera berlari ke depan untuk menghalau sejumlah pasukan itu. Bunyi denting pedang, lolongan kesakitan dan percikan darah bergema di jalanan sunyi ini. Dan sementara semua orang sibuk bertarung, Meng Yue diam – diam menatap salah satu pria berjubah hitam yang berdiri di kegelapan kemudian mengangguk untuk memberikan kode. Pria berjubah hitam itu segera melangkah perlahan dari belakang Meng Yue, kemudian meletakkan pedangnya di leher Meng Yue.

"Berhenti!! Selir Meng sudah berada di tanganku! Jika kalian berani bergerak, maka ia akan mati saat ini juga." Seru seorang pria berjubah hitam, ia mengalungkan tangannya di sekitar leher Meng Yue erat.

Semua pertarungan segera berhenti. Para pria berjubah hitam dengan cepat mengambil kendali situasi, masing – masing dari mereka mengacungkan pedang mereka ke leher para prajurit istana hingga mereka tak berani bergerak lagi. Pada saat itu, Feng Xin dan pasukannya berlari menuju mereka.

"Meng Yue!" Seru Feng Xin panik

Untuk sesaat, Meng Yue merasa ia siap mati saat itu juga. Itu adalah pertama kalinya Feng Xin memanggilnya dengan namanya. Sudah berapa waktu yang telah berlalu hingga ia akhirnya berhasil mendengar namanya disebutkan oleh pemuda itu? Meng Yue tersenyum, hatinya mencair seperti salju di awal musim semi, begitu hangat dan juga lembut.

"Yang Mulia, anda hanya punya dua pilihan.... Serahkan dirimu atau kami akan membawa selir mu pergi."

Feng Xin menatap sinis pada para pembunuh itu, "Aku tidak akan memilih! Baik aku maupun Meng Yue akan pulang ke istana dengan selamat malam ini." Kata Feng Xin tajam

"Baiklah jika itu mau anda, maka kami akan--"

"Jika kau berani melukai sehelai saja rambut istriku, akan ku pastikan kalian mati saat kalian bisa aku tangkap." Seru Feng Xin dengan seluruh penekanan di setiap katanya.

Meng Yue tersenyum, sekali lagi hatinya mencair seolah itu adalah lelehan salju diantara musim semi. Seolah sudah tak ada lagi kebahagiaan yang bisa menandingi hal tersebut. Satu – satunya yang ia inginkan adalah cinta dari Feng Xin, dan hari ini ia akhirnya mendapatkannya. Apalagi yang harus disesalkan?

"Besok malam, di hutan tempat anda berburu pada Perburuan Musim Gugur, datanglah untuk bertarung dengan kami. Jika kau tidak datang, pada pagi hari berikutnya anda akan mendapatkan kiriman berisi mayat selir tercinta anda ini." Kata orang berbaju hitam itu dengan nada yang sama dinginnya.

"Kau berani!" Seru Feng Xin seraya maju dan mengarahkan pedangnya pada pemuda itu.

Tapi pemuda berjubah hitam itu jauh lebih cepat, ia bergerak mundur, menarik Meng Yue bersamanya, lalu melompat tinggi melintasi atap – atap rumah warga. Di belakang mereka, tampak ratusan pemuda berjubah hitam mengikuti mereka. Angin berkibar dengan kasar di udara, cahaya dari lentera di atas sana masih belum padam dan ribuan bintang masih berkelip indah. Dalam pelukan sang pemuda berjubah hitam, Meng Yue tersenyum mengingat segala yang terjadi malam ini. Malam ini memang sangat indah, sebuah momen yang akan menjadi kenangan terakhir mereka, terukir dengan sempurna.

Mereka semua berhenti di atas menara pengawas. Penculik yang memegang Meng Yue segera melepaskan pegangan tangannya pada gadis itu. Membiarkan Meng Yue berjalan bebas di atas menara.

"Xiao jie(1), kami akan membawa anda ke markas untuk memancing Kaisar. Setelah Kaisar datang, kami akan segera membunuh Kaisar dan kemudian kami akan mengantar anda bertemu Jenderal Meng dan Nyonya Meng."

"Kerja bagus." Puji Meng Yue

"Xiao jie, bisakah anda memberikan sebuah benda milik anda yang akan dikenali oleh Kaisar? Saya akan mengirimkan benda itu pada Kaisar agar dia semakin yakin bahwa anda sedang diculik." Kata pemuda berjubah hitam lainnya

Meng Yue mengangguk, kemudian ia menjulurkan tangannya ke arah rambutnya lalu melepaskan salah satu jepit rambut yang menempel di jalinan rambutnya. Meng Yue menatap jepit rambut itu selama beberapa saat, sebuah senyum sedih muncul di wajahnya, matanya tampak berkabut oleh semua perasaan kesedihan dan kerinduan. Untuk beberapa saat, Meng Yue seakan terhanyut. Ia teringat ini adalah hadiah pertama Feng Xin padanya, ia teringat perjuangan antara hidup dan matinya sebelum mendapatkan hadiah ini, ia teringat tangan lembut Feng Xin di belakang kepalanya ketika memasangkan jepit rambut ini di rambutnya, ia teringat satu dari sedikit kenangan manis mereka selama bersama. Pada akhirnya, Meng Yue menghela napas panjang lalu menyerahkan jepit rambut itu pada orang disampingnya tanpa meliriknya lagi.

Sejujurnya, Meng Yue sangat mencintai jepit rambut itu. Ia ingin dikubur bersama benda itu jika ia mati. Tapi jauh lebih baik jika ia melupakan Feng Xin. Dan jauh lebih baik lagi jika ia tak pernah bertemu Feng Xin kembali di kehidupan ini. Salju musim dingin itu mungkin bisa bertahan, jika musim semi menghilang selamanya.

"Selamat tinggal, Feng Xin...." Bisik Meng Yue pada semilir angin yang menerbangkan rambutnya. Dan kemudian, dengan dibawa oleh orang - orang tadi, Meng Yue pergi meninggalkan ibukota.

______________________________________

(1) Xiao jie : Nona muda.