Meng Yue merasa sangat bersemangat ketika mengetahui ia akan pergi keluar istana. Tentu saja, bagaimanapun ini adalah pertama kalinya ia bersentuhan dengan dunia luar setelah sekian lama terkurung di Istana Dingin. Meng Yue bahkan telah bangun dan menyiapkan keperluannya sendiri jauh sebelum matahari terbit.
Ketika samar - samar semburat cahaya matahari bersinar di kejauhan, beberapa pelayan masuk ke Istana Dingin untuk membantu Meng Yue bersiap dan menyusun bekal yang telah di persiapkan Meng Yue dengan rapi. Tepat ketika matahari terbit sempurna di ufuk timur, sejumlah pasukan istana datang ke kediaman Meng Yue bersama sebuah kereta kuda yang cukup besar.
Melihat itu, para pelayan segera bergerak untuk meletakkan semua barang - barang Meng Yue ke dalam kereta kuda, lalu mereka membantu Meng Yue naik ke dalam kereta kuda tersebut. Usai semuanya beres, kereta kuda itu melaju meninggalkan Istana Dingin dan juga Istana Kekaisaran.
Perburuan itu akan dilangsungkan selama satu minggu dan akan diadakan di hutan perbatasan dekat desa Luoyang. Meng Yue sama sekali tak mengetahui bahwa ia hanya dijadikan 'umpan' dalam perjalanan ini. Ia dengan senang hati ikut ke dalam perburuan meski Feng Xin berniat menyusahkan nya dengan tak membiarkannya membawa satu pun pelayan. Ini berarti Meng Yue harus terbiasa mengurus diri sendiri dalam perjalanan ini.
Setelah seharian berjalan, mereka akhirnya tiba di perbatasan pada sore hari. Meng Yue segera memanfaatkan waktu untuk membersihkan tubuhnya di sungai terdekat. Di sisi lain, sejumlah prajurit sibuk membangun tenda dan yang lainnya pergi untuk mengumpulkan kayu bakar. Sedang Feng Xin bersama pengawal pribadinya, Bai Qingwu, tampak berbincang berdua di kejauhan.
"Yang Mulia ... Saya baru saja mendapat kabar bahwa penjaga yang kita kirim beberapa hari lalu untuk mengawasi hutan ini, semuanya sudah terbunuh." Kata Bai Qingwu dengan suara pelan.
"Tampaknya kita telah mengejutkan ular dengan memukul tongkat di rumput(1)" Balas Feng Xin dengan nada menerawang.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Yang Mulia?" Tanya Bai Qingwu lagi.
"Aku yakin mereka tak akan memindahkan markas mereka dari tempat ini, karena Meng Yue sedang berada disini. Kita masih punya banyak kesempatan untuk menyerang."
"Haruskah kita menggunakan Selir Meng sebagai umpan sekarang, Yang Mulia?"
Feng Xin tersenyum puas, "Tentu saja. Inilah satu - satunya waktu dimana Meng Yue bisa keluar dari istana. Aku yakin mereka akan berjuang mati - matian untuk mengambil gadis itu dari tanganku. Dan untuk merebut Meng Yue dariku, mereka terlebih dahulu harus menunjukkan diri mereka. Pada saat itulah, kita harus menangkap salah satu dari mereka."
"Rencana anda luar biasa, Yang Mulia!" Puji Bai Qingwu.
Feng Xin mengacuhkannya dan dengan santai berbalik menuju tenda miliknya, "Siapkan kuda dan katakan pada Meng Yue bahwa dia akan berkuda bersamaku untuk berburu."
"Baik Yang Mulia!"
*
Meng Yue baru saja selesai berpakaian dan mengikat rambutnya. Ia kemudian memilih berjalan dengan santai di sekitar tenda untuk menikmati udara segar dari hutan. Rasanya sudah lama sekali semenjak terakhir kali ia menginjakkan kakinya ke tempat - tempat yang penuh dengan nuansa alam seperti ini. Pada saat yang sama, Meng Yue melihat Bai Qingwu berjalan ke arahnya.
"Niang niang(2)" Sapa pengawal Kaisar itu dengan hormat.
"Ada apa?" Tanya Meng Yue
"Yang Mulia meminta anda menemaninya berburu." Kata Bai Qingwu dengan nada hormat
Meng Yue menahan napas, matanya mengerjap tak yakin ketika menatap Bai Qingwu, ia sama sekali tak bisa menahan senyum senangnya. Kebahagiaan Meng Yue itu, entah bagaimana membuat Bai Qingwu merasa bersalah karena telah menipunya.
"Sungguh? Aku diizinkan ikut juga?" Tanyanya tak percaya.
"Benar niang niang, Yang Mulia sendiri yang memerintahkan ini. Mari ... saya akan mengantar anda ke tempat Yang Mulia." Kata Bai Qingwu. Meng Yue mengangguk semangat, ia dengan senang hati mengikuti langkah Bai Qingwu ke tempat Feng Xin berada.
Beberapa ratus meter dari tempat tenda didirikan, tampak sang Kaisar dengan diiringi para pengawal yang berjumlah ratusan berada di tengah - tengah hutan. Semua orang itu bersenjata, tapi hanya sang Kaisar yang memegang panah. Para kuda berbaris siap menanti orang yang akan menungganginya. Meng Yue dengan semangat melihat semua itu, bertanya - tanya kuda seperti apakah yang akan ia tunggangi. Ketika mendadak saja ia tersadar bahwa semua kuda telah dipegang pemiliknya. Tak ada satupun kuda yang tersisa. Meng Yue melirik heran ke arah Bai Qingwu, ia sudah sangat siap untuk meledakkan kemarahannya, hingga ia menyadari bahwa Bai Qingwu sedang membawanya ke arah kuda milik sang Kaisar. Meng Yue menahan napas begitu menyadari ia benar - benar berhenti di depan kuda sang Kaisar.
"Selir Meng, apakah kau bisa naik kuda sendiri?" Tanya Feng Xin dengan nada dinginnya yang biasa.
Meng Yue terpaku dengan tampang bodoh, mulutnya menganga tak percaya. Untuk beberapa saat, ia hanya terdiam seperti itu hingga ia sadar akan keterkejutannya dan dengan cepat berteriak, "Saya bisa!" Serunya
Feng Xin segera mengulurkan tangannya yang disambut Meng Yue dengan senang hati. Meng Yue menumpukan seluruh beban tubuhnya pada pegangan tangan Feng Xin yang kuat, kemudian ia menginjak sanggurdi dan lalu melompat dengan sempurna hingga duduk di depan Feng Xin, di atas kuda yang sama.
"Maju!" Perintah Feng Xin, yang membuat sejumlah prajurit segera menjalankan kuda mereka.
Feng Xin sendiri segera mengulurkan tangan untuk menarik tali kekang kuda dan secara tidak langsung mengurung Meng Yue dalam pelukannya. Meng Yue diam - diam menahan senyum ketika menyadari betapa dekatnya ia dengan Kaisar ini sekarang. Akhirnya, semua kuda berderap maju memecah kesunyian di hutan itu.
Perburuan Musim Gugur adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Pada musim gugur, semua orang tak lagi memiliki pantangan dalam berburu. Biasanya pada musim lain selalu ada hewan yang tak boleh dibunuh, seperti pada musim semi mereka harus berhati - hati agar tak memanah hewan yang sedang hamil karena musim itu adalah musim kawin, pada musim panas mereka akan fokus pada binatang yang memiliki kemungkinan akan merusak pertanian sekitar--karena saat itu adalah musim panen--dan pada musim dingin, sejumlah binatang telah meninggalkan hutan untuk hibernasi atau mencari tempat yang lebih hangat, hingga tak banyak binatang yang tersisa. Jadi, hanya pada musim gugur lah perburuan bisa menjadi tak terbatas.
"Yang Mulia di sana!" Seru Meng Yue dengan nada rendah, ia menunjuk pada seekor rusa jantan di kejauhan yang tengah bersembunyi di dekat rerumputan tinggi. Feng Xin segera mengambil anak panahnya dan kemudian menembak rusa itu dengan sangat akurat hingga terjatuh ke tanah. Beberapa pengawal kerajaan segera mendatangi rusa tersebut untuk mengambil mayatnya.
"Apa kau pernah belajar memanah?" Tanya Feng Xin
"Tidak" Jawab Meng Yue
"Pandanganmu cukup bagus untuk seorang yang bukan pemanah."
Meng Yue tersenyum, "Saya anggap itu sebagai pujian." Katanya senang.
Feng Xin menjalankan kudanya lebih jauh lagi ke dalam hutan. Dan pada saat itulah, semuanya berubah. Sebuah panah mendadak terbang dan berhenti di depan kuda milik salah satu pengawal, panah itu segera membuat kudanya meringkik panik. Pada saat bersamaan, sejumlah pria berjubah hitam muncul. Dengan segera mengepung mereka dari segala sisi. Melihat itu, Feng Xin segera tersenyum lalu melambaikan tangannya. Dan dengan kode itu, seluruh pasukan yang tadinya berada di atas kuda segera turun untuk menghadapi pasukan berjubah hitam tersebut. Perkelahian segera saja tak terhindarkan.
Di tengah - tengah semua itu, Feng Xin dan Meng Yue hanya menonton dari atas kuda. Seakan mereka hanyalah penonton dari sebuah pentas. Keributan di depan mereka terus berlangsung, namun itu tidak lama hingga Meng Yue menyadari bahwa seseorang telah mengambil kesempatan untuk melepaskan panah pada mereka.
Meng Yue menahan napas ketika melihat hal itu terjadi. Ia tentu saja tahu bahwa mengatakan pada Feng Xin untuk menghindar tak akan sempat. Laju anak panah itu nyaris sama dengan satu kedipan mata. Satu - satunya yang bisa ia lakukan adalah berbalik dan memeluk tubuh Feng Xin, menutupi seluruh organ tubuh penting pemuda itu dengan tubuhnya. Panah itu meluncur lurus dan tertancap kuat di bahunya.
Feng Xin tercengang ketika melihat semua itu terjadi. Sebelumnya, Feng Xin sudah melihat seseorang menembakkan panah ke arahnya, ia juga sudah mempersiapkan diri menarik pedang di pinggangnya, ketika mendadak saja pergerakannya terganggu oleh pelukan Meng Yue. Untuk sesaat ia berpikir gadis itu ingin menahan pergerakannya agar panah itu tetap meluncur lurus ke tubuhnya. Tapi Feng Xin tak pernah menyangka, bahwa gadis itu akan menggunakan tubuhnya sendiri untuk melindunginya.
"Selir Meng?" Feng Xin mencoba mengguncang tubuh Meng Yue.
Gadis itu memeluk Feng Xin dengan sangat erat. "Yang Mulia, jangan lepaskan pegangan anda, atau saya akan jatuh." Lirih Meng Yue
"Selir Meng, pindahkan satu kakimu, duduklah menyamping."
Meng Yue menurut, dengan berpegangan erat pada bahu Feng Xin, dan menahan rasa sakit yang luar biasa di punggungnya, Meng Yue berusaha memindahkan satu kakinya ke samping hingga posisinya sekarang duduk menyamping di atas kuda itu.
"Peluk aku dengn erat." Bisik Feng Xin lagi
Tentu saja Meng Yue juga menurutinya. Ia melingkarkan satu tangannya di pinggang Feng Xin dan menyandarkan kepalanya di dada pemuda itu.
"Buka jalan!" Seru Feng Xin pada pasukan di sekitarnya.
Para prajurit yang mendengar itu segera mendorong mundur para penyerang dengan sekuat tenaga. Dan begitu sebuah celah kecil terbuka, Feng Xin segera memanfaatkannya dengan memacu kudanya menjauh dari pertempuran itu.
Selama perjalanan itu, Feng Xin tak berhenti menatap Meng Yue. Gadis itu tampak kesakitan, tapi entah kenapa ia hanya diam. Wajahnya menjadi sangat pucat hingga tak ada warna apapun di wajahnya, darah hangat terus menetes dari punggung gadis itu hingga mewarnai jalanan dengan warna merahnya.
Begitu tiba di perkemahan, Feng Xin segera turun dari kudanya lalu menggendong Meng Yue turun dari kuda juga. Begitu kaki Meng Yue menginjak tanah, Feng Xin segera mengangkat gadis itu ke dalam pelukannya, membawa gadis itu dengan gaya putri ke tenda para tabib.
"Yang Mulia!" Sapa para tabib seraya berlutut di hadapan Feng Xin.
"Bangkitlah dan obati dia!" Seru Feng Xin
Para tabib itu segera bangkit dan mengarahkan Feng Xin untuk meletakkan Meng Yue di atas matras. Feng Xi segera mendudukkan Meng Yue di matras tersebut, lalu gadis itu segera berbaring dengan telungkup begitu menyentuh matras.
"Yang Mulia, untuk mengobati Selir Meng, pertama - tama kami perlu merobek pakaian Selir Meng." Kata tabib itu, meminta persetujuan pada Feng Xin.
"Baiklah lakukan."
Para tabib itu segera bergerak cepat, mereka segera membuat potongan pada pakaian Meng Yue di bagian punggungnya. Anak panah itu tampak tertanam cukup dalam di punggungnya. Untung saja, bagian tajamnya terhenti di bagian daging dan tidak menembus ke organ vital Meng Yue. Kalau tidak, gadis ini pasti sudah tak terselamatkan.
"Selir Meng, gigitlah ini. Prosesnya akan sangat sakit, anda bisa membahayakan bibir anda jika anda menggigit bibir untuk menahannya." Kata tabib lain seraya menyerahkan gulungan kain kecil berwarna putih. Feng Xin segera meraih gulungan itu, lalu mengangsurkannya ke mulut gadis itu untuk di gigit olehnya.
"Niang niang bertahanlah, saya akan mencabutnya." Kata tabib itu
Feng Xin segera mengambil tangan Meng Yue dan menggenggamnya erat, sedang tangannya yang lain membelai rambut gadis itu dengan penuh kelembutan.
Tabib itu menggunakan pisau untuk melepaskan daging Meng Yue dari anak panah tersebut. Merasakan tajamnya pisau merobek dagingnya yang sudah terbuka membuat Meng Yue berjengit, seluruh tubuhnya menegang karena rasa sakit, giginya menggigit erat kain di mulutnya, sedang tangannya meremas erat tangan Feng Xin. Tabib itu tetap tak berhenti menarik daging dan kulit yang menempel di panah tersebut hingga panah itu aman untuk dicabut. Tabib tersebut kemudian menahan bagian atas punggung Meng Yue, lalu mencabut anak panah itu dalam satu gerakan.
Meng Yue meringkuk lebih dalam begitu anak panah itu tercabut dari punggungnya. Remasannya di tangan Feng Xin bertambah erat. Teriakannya tertahan oleh gulungan kain di bibirnya. Setelah itu, tabib tersebut menjahit luka di punggung Meng Yue. Hal itu tentu saja, membuat Meng Yue sekali lagi merasakan siksaan rasa sakit. Tapi gadis itu sudah tidak punya tenaga untuk menyalurkannya lagi, tangannya gemetar hebat di genggaman Feng Xin. Tangisan terus jatuh di wajahnya, tapi ia lebih memilih pasrah dan menyandarkan kepalanya begitu saja di atas bantal.
Feng Xin melihat semua itu, ia melihat semua rasa sakit dan penderitaan yang dialami Meng Yue. Ia sama sekali tak mengerti kenapa hatinya merasa gelisah melihat Meng Yue kesakitan. Padahal, ia sudah memikirkan ribuan cara untuk menyiksa wanita di depannya ini. Bukankah harusnya ia bahagia jika Meng Yue kesakitan seperti sekarang? Tapi anehnya ia sama sekali tak merasakan kebahagiaan, malah, ia turut merasa cemas karena wanita di depannya ini terus meringkuk kesakitan. Selama ini, ia terus berpikir untuk membalaskan dendam orang tuanya pada seluruh Klan Meng, ia terus memikirkan berbagai cara menyiksa gadis ini dan tertawa diatas penderitaannya. Tapi begitu Meng Yue terluka seperti ini, kenapa ia menjadi lemah pada gadis itu?
"Yang Mulia, semuanya sudah selesai. Luka Selir Meng sudah saya jahit, tapi untuk mencegah jahitannya terbuka, saya sarankan agar Selir Meng tidak melakukan hal - hal yang berat. Dia harus banyak beristirahat dan makan makanan bergizi untuk mengembalikan stabilitas dan darahnya yang terlalu banyak hilang." Jelas tabib tersebut
Feng Xin mengangguk mendengarnya, kemudian ia memerintahkan semua tabib itu keluar agar tidak mengganggu istirahat Meng Yue. Pandangannya sekarang kembali pada Meng Yue, setelah penderitaan yang panjang, gadis itu baru saja bisa tertidur. Feng Xin dengan lembut menyapu keringat di dahi Meng Yue dengan lengan bajunya sendiri. Tangannya tetap tidak berhenti menggenggam tangan gadis itu erat, sedang tangannya yang lain mengusap rambut gadis itu lembut.
Secara perlahan, sebuah senyum muncul di bibir Feng Xin begitu ia menatap Meng Yue. Sesuatu dalam hatinya tergerak begitu ia menatap Meng Yue dalam keadaan selemah ini. Jauh dalam hatinya, ia mulai berjanji agar tak membiarkan Meng Yue menderita lagi.
Menjelang senja, Feng Xin melepaskan jubah luarnya lalu meletakkannya di punggung Meng Yue untuk menutupi kulitnya yang tak tertutup apapun, kemudian ia meenggendong gadis itu dengan gaya putri dan membawanya keluar dari tenda para tabib ke tendanya sendiri.
Feng Xin meletakkan Meng Yue di ranjangnya dengan lembut, lalu menyelimuti gadis itu. Setelah membelai rambut gadis itu sekali lagi, barulah ia melangkah keluar. Ia harus memantau pekerjaan anak buahnya yang tadi bertarung di hutan. Tapi sebelum itu, Feng Xin memerintahkan nyaris semua pasukannya untuk melindungi tenda miliknya.
Hutan ini adalah markas para penyerang. Jika penyerang itu benar - benar ingin mengambil Meng Yue, maka ini adalah saat paling tepat. Dan Feng Xin tentu saja tak akan membiarkan hal itu terjadi.
*
Ketika Feng Xin akhirnya selesai dengan pertemuannya malam itu, ia kembali ke tendanya. Pada akhirnya, ia masih tidak bisa mendapatkan satupun informasi dari para penyerang siang tadi. Prajuritnya memang berhasil melumpuhkan para penyerang itu, tapi mereka semua mati bunuh diri dengan racun yang diam - diam mereka bawa. Feng Xin sudah memeriksa semua orang itu, dan mereka memang benar - benar tidak bernapas lagi. Maka Feng Xin memerintahkan pasukannya untuk membuang mayat - mayat itu ke tengah hutan agar menjadi santapan binatang buas.
Ketika ia menyingkap tirai yang menutup tendanya, untuk sesaat ia dipenuhi rasa keterkejutan melihat Meng Yue tidur di ranjangnya, tapi kemudian ia ingat, ia sendiri lah yang membawa gadis itu kesini. Gadis itu sudah tidak bisa menggerakkan satu tangannya, jika ditinggalkan sendiri, hanya Tuhan yang tahu bagaimana ia bisa bertahan.
Feng Xin pun melangkah masuk ke tendanya, ia menanggalkan semua jubah luarnya hingga menyisakan dalaman berwarna putih. Selesai menggantung semua pakaiannya, Feng Xin naik ke ranjangnya. Ia berniat langsung tidur, tapi entah kenapa ia malah berbalik dan memandangi Meng Yue.
Sebelumnya, Feng Xin tak pernah benar - benar memperhatikan Meng Yue, ia tahu bahwa Meng Yue sangat cantik, bahkan ia sendiri saja tak pernah melihat ada kecantikan yang menyamai Meng Yue sepanjang hidupnya. Dan ketika mencari tahu tentang asal usul Meng Yue, ia segera mengetahui bahwa gadis ini adalah gadis paling terkenal di ibukota karena kecantikannya.
Kulitnya seputih salju, bulu matanya panjang dan lentik, bibirnya semerah cherry, seluruh proporsi wajahnya sempurna, apalagi saat rambutnya tergerai bebas seperti ini dia terlihat sangat cantik. Saat ia tertidur seperti ini, Meng Yue memancarkan keanggunan alami yang berbeda dari para wanita lain. Tapi dibanding saat diam, Feng Xin jauh lebih menyukai saat Meng Yue sadar. Ia suka mata besar gadis itu, mata besar yang berubah menjadi cerah ketika bertemu dengannya. Ia suka senyum gadis itu, senyum manis yang terlihat bodoh ketika bertemu dengannya. Ia suka suara indah gadis itu, suara yang selalu mengutarakan apa yang ada di hatinya. Dan ia suka setiap tingkah gadis itu, tingkah yang setiap hari membuatnya bertanya - tanya apa yang akan dia lakukan lagi. Setiap hari mengirim seseorang memata - matai gadis ini, Feng Xin menemukan dirinya mulai menanti apa saja hal yang akan dilakukan gadis ini. Kabar apa yang akan di bawa Bai Qingwu begitu melapor padanya? Lambat laun, Feng Xin mulai menunggu berita itu, seakan itu adalah penghiburan baginya.
Tanpa sadar Feng Xin mengarahkan tangannya ke wajah Meng Yue, ia menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis itu. Lalu, tersenyum lebar menikmati kecantikan dibawah sinar bulan.
Tapi gerakan tangannya itu tampaknya menyadarkan Meng Yue. Gadis itu perlahan membuka kelopak matanya. Dan mata besar berwarna hitam cerah dan cantik seperti mata rusa itu, akhirnya terbuka sepenuhnya. Dengan cepat Feng Xin menarik tangannya lagi.
"Kau bangun." Kata Feng Xin seraya merubah posisinya menjadi duduk.
"Saya ... Saya agak lapar." Kata Meng Yue jujur, ia memang tak ada makan apapun selain sarapan pagi tadi.
"Aku akan mengambilkannya untukmu." Kata Feng Xin seraya bangkit dari tempat tidurnya. Ia segera berjalan dan memakai jubah luarnya asal kemudian keluar dari tenda.
Beberapa menit kemudian, Feng Xin kembali dengan semangkuk nasi hangat dan sepiring daging rusa. Ia segera meletakkan semua itu di atas ranjang, tepat di samping Meng Yue. Mata Meng Yue tampak melebar ketika melihat makanan itu, ia dengan cepat mengubah posisinya menjadi duduk. Tapi gerakan tiba - tiba itu tampaknya agak berbahaya, ia segera meringis ketika merasakan punggungnya terasa nyeri lagi.
Feng Xin tampaknya menangkap raut wajah gadis itu. Karena itulah, ia merebut sumpit yang diletakkan di atas mangkuk, kemudian ia mengambil mangkuk nasi itu dan menyumpit satu suapan nasi dan potongan daging rusa, lalu menyorongkannya ke depan bibir Meng Yue.
Melihat itu, Meng Yue mengedipkan matanya beberapa kali dengan tatapan bingung. Ia berkali - kali melihat sumpit yang disorongkan dan orang yang menyodorkannya, tampak tak yakin dan tak percaya pada saat yang bersamaan.
"Buka mulutmu. Kau akan membahayakan lukamu lagi jika terlalu banyak bergerak." Kata Feng Xin dingin
Meng Yue berusaha menahan seringai senangnya, tapi ia gagal. Senyumnya mengembang lebar, penuh kebahagiaan. Ia segera membuka mulutnya lalu menyuap makanan yang disodorkan Feng Xin.
"Tidurlah." Kata Feng Xin
"Yang Mulia ... Apa anda akan tidur disini juga?" Tanya Meng Yue
"Tentu saja, memangnya dimana lagi?"
Wajah Meng Yue segera berubah menjadi merah sepenuhnya. Ia tampak malu, tapi untuk beberapa alasan matanya juga tampak berharap. "Kita ... belum pernah tidur bersama sebelumnya." Katanya pelan
Feng Xin menyunggingkan sebuah senyum menggoda, "Kita suami istri, apa yang aneh tentang tidur seranjang?" Katanya
"Tidak... Tidak ... Tentu saja tidak ada!"
Feng Xin tertawa kecil, kemudian ia mengangkat kepalanya dan meniup lilin di atas meja, membuat seluruh tenda menjadi dalam keadaan gelap gulita. "Tidurlah." Perintahnya
Meng Yue menyembunyikkan seluruh wajahnya di balik selimut. Ia tampak benar - benar memerah bahkan meski Feng Xin tak bisa melihatnya sekarang. Selagi ia berusaha memejamkan mata, senyum lebar mengembang di bibirnya.
*
"Yang Mulia..."Panggil Meng Yue begitu ia bangun dari tempat tidurnya, gadis itu tampak gugup mendekati Feng Xin.
"Ada apa?"Tanya Feng Xin, dingin seperti biasanya.
"Umm .... Apa kita sama sekali tak punya wanita dalam perjalanan ini?"
"Tidak"
Wajah Meng Yue tampak semakin tidak nyaman, rona merah menguasai wajahnya bahkan merambah hingga ke telinganya, "Yang Mulia ... Saya ... Saya tidak bisa berpakaian sendiri seperti ini."Katanya pelan
Pada saat itulah Feng Xin menyadari kesulitan gadis itu. Ia tak pernah memperhatikan wanita dengan jeli sebelumnya, apalagi melepas pakaian wanita. Bagaimana mungkin ia bisa mengetahui betapa sulitnya memakai hanfu(2)? Tapi dengan kecerdasannya, bahkan dalam sekali lihat Feng Xin sudah bisa tahu bahwa cukup sulit memakai hanfu tanpa bantuan orang lain. Banyaknya lilitan dan lapisan dalam pakaian itu sudah membuktikan segalanya. Meng Yue tentu tidak akan bisa memakainya sendiri dengan satu tangan.
"Mandilah, aku akan membantumu berpakaian nanti." Kata Feng Xin akhirnya
Meng Yue segera tertunduk malu, warna merah di telinganya semakin terang. Tapi diam - diam senyum merambat di wajahnya. "Terima kasih, Yang Mulia...." Katanya seraya menunduk hormat, ia lalu melangkah pergi dengan cukup bahagia.
Meng Yue kembali ke hadapan Feng Xin hanya dengan menggunakan dudou--dalaman yang hanya menutupi bagian dadanya--juga kain putih yang melilit pinggangnya. Untuk sesaat Feng Xin tercengang melihatnya. Ia selalu tahu bahwa Meng Yue memiliki kulit putih cerah seperti salju dibawah matahari musim dingin. Tapi, ia tidak akan pernah menyangka bahwa Meng Yue akan secantik ini! Seluruh tubuhnya terpampang jelas di hadapan Feng Xin, hanya area intimnya yang tertutup oleh sejumlah kain menyebalkan. Sebagai seorang laki - laki, mustahil bagi Feng Xin untuk bisa berpikir jernih.
"Yang Mulia, ini hanfu saya." Kata Meng Yue seraya menyerahkan hanfu-nya.
Feng Xin mengangguk kemudian mengambil alih hanfu di tangan Meng Yue, tapi sebelum memakaikan Meng Yue hanfu, Feng Xin lebih dulu melepas perban di tangan gadis itu. Mustahil ia bisa memakaian hanfu tapi perbannya masih terikat di tangannya.
Setelah perban itu terlepas seluruhnya, Feng Xin dengan hati - hati memakaikan setiap lapis hanfu ke tubuh Meng Yue, dengan bantuan perkataan Meng Yue, Feng Xin melilitkan setiap bagian hanfu itu dengan cukup baik. Sayangnya kali ini Feng Xin dan Meng Yue tidak pernah sadar bahwa inilah pertama kalinya, seorang Kaisar Feng diperintah oleh orang lain.
Setelah selesai memakai hanfu, Feng Xin segera menjauh dari Meng Yue. "Aku harus pergi. Nanti siang akan kuminta seseorang mencarikan pelayan untukmu." Katanya dengan suara serak
"Terima kasih, Yang Mulia. Maaf sudah merepotkan anda." Balas Meng Yue
Feng Xin tidak mengacuhkannya, ia hanya melangkah pergi keluar dari tenda tanpa berbalik lagi. Sedang di dalam tenda, Meng Yue tampak cemberut ketika berjalan kembali ke ranjangnya. Jauh dalam hatinya, ia ingin memanfaatkan sakitnya ini agar bisa lebih dekat dengan Feng Xin. Tidak ada wanita disini, jadi jika Feng Xin tidak mau membantunya, ia harus meminta bantuan pria lain. Yang tentu saja tidak akan diizinkan Feng Xin. Harusnya ini adalah kesempatan terbaik untuk dirinya mengenal Feng Xin lebih dekat. Tapi siapa sangka, pemuda itu malah mencarikannya pelayan. Meng Yue menghela napas berat, memang susah mencairkan hati sang Kaisar es itu.
Di sisi lain, Feng Xin segera memerintahkan prajuritnya untuk mencari wanita di pedesaan agar bisa dijadikan pelayan Meng Yue. Sejujurnya, bukannya ia tidak mau membantu Meng Yue, tapi kulit telanjang Meng Yue membuat pikirannya berantakan setiap kali melihatnya, bahkan sampai sekarang ia masih berusaha memfokuskan pikirannya agar tak lagi terbayang kulit putih gadis itu. Jika ini berlangsung setiap hari, bagaimana mungkin ia bisa bertahan? Ia tidak berniat untuk menjadikan gadis itu istrinya, ia hanya ingin gadis itu menjadi umpan untuk memancing pembunuh ayahnya.
*
"Yang Mulia...."Panggil Meng Yue begitu Feng Xin kembali ke tendanya.
"Hm?" Balas Feng Xin seadanya
"Saya sudah memutuskan! Sejak hari ini, saya sudah jatuh cinta pada anda." Katanya
"Istirahatlah..." Balas Feng Xin tak perduli.
"Saya tahu anda tidak akan membalas perasaan saya secepat ini--"
"Itu bagus jika kau tahu."
"--tapi pada saat bunga persik di halaman Istana Dingin mekar. Saya akan membuat anda menyukai saya." Katanya, kemudian setelah mengatakan itu ia berlari ke tempat tidur.
Feng Xin menghela napas. Ia tidak mengerti apa trik yang sedang dimainkan Meng Yue sekarang. Memilih untuk tidak memikirkannya, Feng Xin duduk di meja belajarnya, ketika ia tanpa sengaja melihat sebuah tulisan yang bukan miliknya. Tulisan itu berisi puisi. Tentu saja dari Meng Yue.
DI PENGINAPAN TERPENCIL WANG CHANGLIN
Puisi oleh: Chang Jian
Di sini, di tepi danau yang dalam dan jernih,
Kau tinggal berkawan awan;
Atau bulan yang merangkak lembut melindungi cemara
Sebagai karib hatimu yang tulus.
Kau istirahat di bawah atap dalam bayangan bunga-bungamu,
Herba berembunmu mengembang di ranjang lumutnya.
Biarkan aku meng-alpakan dunia. Biarkan aku sepertimu.
Hinggap di gunung baratmu bersama phoenix dan bangau.
Feng Xin sudah tahu Meng Yue menyukai puisi, semua wanita juga menyukainya--apalagi mereka yang merupakan putri seorang pejabat. Feng Xin sendiri tidak pernah suka dengan puisi. Ini adalah pertama kalinya ia membaca puisi dalam dua ... tiga ... empat kali tatapan. Perlahan - lahan, senyum merayap naik ke bibir Feng Xin. Ia melipat puisi tersebut, lalu memasukkannya ke dalam lapisan jubahnya. Puisi tersebut entah bagaimana terdengar seperti Meng Yue; 'Biarkan aku meng-alpakan dunia. Biarkan aku sepertimu. Hinggap di gunung baratmu bersama phoenix dan bangau.' Ya, itu sepenuhnya terdengar seperti Meng Yue. Dan ia menyukainya.
Kamu membekukan hatiku, membasahi mataku, memberiku luka seumur hidup
*
Karena keadaan Meng Yue, perburuan di hentikan dan semua orang akhirnya kembali ke istana. Para prajurit semuanya sibuk menaikkan barang - barang ke dalam kereta kuda, sedang Feng Xin dan Bai Qingwu pergi memburu jika masih ada orang suruhan Jenderal Meng disini. Berbeda dengan Meng Yue, gadis itu berjalan sedikit lebih jauh ke dalam hutan, ia kemudian melemparkan pisau yang ia bawa pada hari pernikahannya ke dalam hutan itu. Ia tersenyum menatap pisau itu tergeletak begitu saja di tanah, lalu ia berjalan kembali ke tendanya dengan perasaan senang.
Cinta memang bisa membuat siapapun menjadi bodoh. Meng Yue sangat cerdas hingga bisa mengerti rencana ayahnya tanpa ayahnya katakan dan berhasil bertahan di istana selama ini tanpa mengungkap rencana aslinya. Ia nyaris saja berhasil mencapai tujuannya. Tapi ia juga seorang wanita yang bodoh, setelah menyadari ia menyukai Feng Xin, ia tanpa ragu melepaskan segala rencana dan ikatan yang melilitnya, dan mengejar pria itu sepenuhnya.
_____________________________________
Mengejutkan ular dengan memukul tongkat di rumput adalah idiom China yang berarti 'membuat musuh waspada.'
Hanfu : Pakaian khas China kuno.