Iring - iringan pengantin itu berjalan melewati seluruh jalan di Chang'An. Semua orang tidak bisa tidak tercengang melihat iring iringan tersebut. Bagaimana tidak? Biasanya iring iringan pengantin adalah sesuatu yang penuh dengan keributan; musik yang ditabuh, deretan panjang pejalan wanita yang membawa mas kawin, bahkan pada beberapa kesempatan mereka akan bisa melihat sang mempelai pria berjalan dengan gagah di barisan depan, atau menunggang kuda dengan sangat mempesona. Ya, pernikahan sebenarnya selalu menjadi suatu acara yang paling menghebohkan ketika diadakan di ibukota.
Tapi tidak dengan pernikahan kali ini. Tandu merah yang dihias dengan sangat mewah itu, seperti peti mati yang diusung sepanjang jalan. Tak ada keributan yang mengiringi iringan pengantin itu, semuanya sepi seakan itu adalah acara kematian. Tak ada orang yang membawa mas kawin, tak ada musik yang ditabuh, tak ada bunga-bungaan yang di tebarkan di sepanjang jalan dan bahkan iring - iringan pengantin itu adalah para pengawal yang memakai baju besi, bukannya pengiring pengantin berbaju merah. Alih - alih menjadi bahan pembicaraan orang karena kemewahannya, iringan itu penuh dengan hinaan di sepanjang jalannya.
"Itu dia! Putri sang pengkhianat yang bukannya dihukum mati, tapi malah dinikahi oleh Kaisar."
"Bukan begitu, Kaisar sangat cerdas. Dia pasti bisa memutuskan hukuman yang lebih kejam untuk gadis itu."
"Apa maksudmu?"
"Lihatlah gadis itu, dia dipisahkan dari seluruh keluarganya dan tak boleh menemui keluarganya sepanjang hidupnya, lalu ia harus menikahi orang yang kedua orang tuanya telah dibunuh oleh ayahnya. Menurutmu apa gadis itu akan hidup mewah? Lihat saja iringan hari ini, belum lagi ia memasuki istana, ia sudah dipermalukan sepanjang jalan ... Tentu saja gadis itu tidak akan hidup dengan mudah di istana."
"Kau benar, Kaisar menikahinya pasti hanya untuk menyiksanya."
"Aku jadi tidak sabar menunggu kabar kematiannya!"
"Aku juga!"
"Lihat, itu pengantin pengkhianat itu!"
"Untung sekali dia memiliki wajah yang cantik, dia jadi lolos hukuman dengan mudah!"
"Yaah, Meng Yue memang memiliki kecantikan yang terkenal ... Xi'er wajahmu juga cantik, kau harus merawatnya, siapa tahu itu juga bisa menyelamatkanmu dari hukuman mati nanti."
Itulah sebagian percakapan yang bisa terdengar di sepanjang jalan. Puluhan orang mencemooh, puluhan lainnya menghina secara terang - terangan, sisanya mentertawakan. Sungguh sebuah penghinaan bagi seorang putri jenderal terhormat hingga bisa diperlakukan seperti ini, terlebih pada hari pernikahannya sendiri.
Namun, meski diiringi dengan hinaan, nyatanya tak sedikit juga orang yang memandang tandu pernikahan tersebut dengan tatapan iri. Para wanita, mereka iri karena mereka berharap mereka lah yang ada di sana. Feng Xin sudah terlalu menarik perhatian sejak ia kembali dari perguruan nya. Paras wajahnya yang tampan, kemampuan bertarungnya yang luar biasa, kecerdasannya yang selalu dipuji, dan sikap dinginnya yang membuat semua orang meleleh, itu semua sangat diidamkan oleh para wanita. Para putri pejabat sudah melakukan ribuan cara agar ayah mereka bisa berbicara dengan mendiang Kaisar sebelumnya untuk pernikahan, tapi tak ada yang diterima. Dan Meng Yue, putri seorang pengkhianat, berhasil masuk ke dalam harem Feng Xin? Tidakkah itu sangat menyesakkan bagi para wanita?
Di sisi lain, para pria juga menatap iri tandu tersebut. Meng Yue adalah kecantikan yang terkenal. Sifatnya yang ceria, suaranya yang lembut, kemampuannya dalam menenun, berpuisi dan membuat teh sangat cocok dalam definisi 'istri idaman'. Juga tentu saja kecantikan wajahnya yang tak ada duanya di seluruh ibukota Chang'An ini, membuat para pria iri dengan sang Kaisar. Mereka sudah lama mengirimkan lamaran, tapi itu semua belum sempat dijawab Jenderal Meng, hingga kesempatan memiliki kecantikan seindah Meng Yue harus hilang selamanya. Para wanita masih beruntung, Kaisar bisa menikah sebanyak yang ia mau, mereka masih punya kesempatan. Tapi Meng Yue, dia hanya ada satu. Sekali diambil orang, tak akan ada lagi kesempatan kedua. Pada akhirnya, mereka hanya bisa melihat dengan pasrah tandu tersebut berjalan melewati rumah mereka.
Iringan itu terus menyita perhatian seluruh warga Chang'An. Semakin jauh tandu itu di bawa, semakin banyak percakapan yang terdengar di jalan. Iringan pengantin yang seperti iringan kematian itu, jelas akan menjadi sesuatu yang tidak akan dilupakan warga Chang'An seumur hidup mereka.
*
Usai iring - iringan yang menarik perhatian semua orang itu, Meng Yue di bawa masuk ke istana dan di antar ke kediaman barunya oleh para pengawal. Proses pengantaran itu terlihat persis seperti narapidana yang akan di giring menuju penjaranya; dia turun sendiri dari tandunya, kemudian ia diiringi oleh sejumlah penjaga kerajaan memasuki kediamannya. Setelah masuk ke dalam kamar, Meng Yue duduk sendirian di ranjang utama dalam kamar barunya. Ia mencoba mengedarkan pandangannya menyapu kamar ini, tapi sayangnya seluruh pemandangan yang bisa ia lihat hanyalah bayangan berwarna merah berpadu dengan cahaya lilin yang remang - remang. Kerudung merah pernikahannya masih belum diangkat, jadi ia hanya bisa menunggu hingga suaminya datang dan membuka kerudungnya, agar ia bisa melihat dengan lebih jelas lagi.

(disclaimer : this illustration made by my sister)
Bagaimanapun, Meng Yue sudah tahu bahwa keinginannya tak akan berjalan semudah itu. Sejak awal, pernikahan ini dibuat hanya untuk menyiksanya. Bagaimana mungkin ia bisa mengharapkan malam pertama yang indah?
Dimulai dari kenyataan pernikahannya diarak dengan pasukan kerajaan alih - alih pengiring pernikahan, hingga kenyataan bahwa pernikahannya di umumkan ke seluruh negeri meski ia hanya akan menjadi selir tanpa gelar. Apalagi itu jika bukan penghinaan? Selir berpangkat tinggi saja, tak memiliki upacara pernikahan seperti dirinya yang harus diarak dari rumah hingga ke istana. Mereka biasanya hanya diberi gelar dan kemudian diberi kediaman indah di istana sesuai statusnya. Tapi Meng Yue yang tidak memiliki gelar apapun di istana ini, pernikahannya diarak sepanjang jalan dan kemudian ia datang ke istana tanpa disambut siapapun, lalu diberikan tempat tinggal di paviliun belakang istana, di Istana Dingin(1), tempat bahkan para pelayan sekalipun tak punya tujuan datang kesini.
Sudah seperti itu, bagaimana mungkin Meng Yue mengharapkan perlakuan baik dari sang Kaisar? Ia sama sekali tak mau menyakiti hatinya sendiri dengan berharap.
Meng Yue menghela napas, ia mendadak saja teringat kembali alasannya datang kemari. Waktu itu adalah malam yang tenang seperti biasa, ayahnya kembali ke rumah dengan tubuh yang berlumuran darah, memintanya segera berkemas dan pergi meninggalkan negara ini sementara istana berada dalam kekacauan. Meng Yue tahu, kedatangan Putra Mahkota yang mendadak malam itu, pasti telah mengubah seluruh rencana ayahnya. Sekarang keadaan sudah berbalik menyerang mereka, dan ayahnya tak punya jalan lain selain mundur tanpa bisa menjelaskan rencananya pada Putra Mahkota terlebih dahulu. Ia bersama ibunya segera mengambil beberapa benda yang diperlukan lalu berlari bersama ayahnya melalui jalan rahasia di rumahnya yang menuju ke arah hutan.
Tapi sayangnya, pelarian mereka tak berjalan lancar. Ditengah perjalanan menuju kota lain, mereka terkepung oleh pasukan milik sang Putra Mahkota. Melihat situasi nyaris tidak memungkinkan lagi, Meng Yue segera berbalik untuk menghadapi pasukan itu sendiri dan membiarkan ayah ibunya pergi tanpa dirinya.
Ayah dan ibunya berhasil kabur sedang Meng Yue ditangkap oleh pasukan Putra Mahkota. Ia mendapat beberapa siksaan pada malam - malam pertama di penjara istana, beberapa luka bekas cambukan dan bakaran itu masih terpatri di tubuhnya hingga sekarang, tapi siapa sangka, ternyata sang Putra Mahkota jauh lebih licik daripada dugaannya, daripada melihatnya mati tersiksa, pemuda itu lebih memilih untuk mengumumkan pernikahan dengan dirinya. Tentu saja itu dilakukan untuk memancing kedua orang tuanya kemari dan mengontrol seluruh klan Meng dibawah kekuasaannya. Jika Meng Yue mati begitu saja, maka dendam Putra Mahkota ini tak akan bisa terbalas sepenuhnya, dan jika menahannya sebagai tawanan maka ia tak akan menghasilkan apapun selain menyimpan satu beban di penjara. Tapi dengan menikahinya, ia bisa menghinanya dengan jauh lebih jahat dibanding hanya menyimpannya sebagai tawanan. Seperti yang ia lakukan hari ini.
"Yang Mulia Kaisar tiba!"
Pikiran tentang masa lalu Meng Yue segera terhenti ketika ia mendengar seruan seorang kasim di depan pintu. Dari balik kerudungnya, ia bisa melihat sepatu bersulam dengan pola naga berwarna emas melangkah ke dekatnya. Ia bisa melihat jubah panjang orang itu, berwarna hitam hingga kontras dengan sepatunya. Tentu saja ... tentu saja pemuda itu tak akan memakai jubah pernikahan seperti pengantin pria pada umumnya. Mengapa juga pemuda itu harus melakukannya jika ia bahkan tidak menganggap pernikahan ini?
Meng Yue terus mengawasi langkah kaki itu mendekat ke arahnya hingga berhenti di depannya. Kemudian, ia melihat sebuah tongkat dibawah kerudungnya, dan perlahan - lahan ia merasakan kerudungnya terangkat hingga tak ada lagi kain yang menutupi wajahnya.
Cahaya dari lilin yang bergoyang terus bermain di ujung ruangan, suasana remang - remang dan aroma bunga dari kelopak bunga mawar yang ditabur di atas ranjang menghiasi suasana kamar ini. Diantara semua keindahan itu, Meng Yue dengan agak terlalu berani mengangkat wajahnya menatap orang yang berdiri di depannya. Dia adalah Feng Xin, Putra Mahkota yang menangkapnya malam itu, dan sekarang ia telah menjadi Kaisar negeri ini. Diantara cahaya lilin yang terus bergerak tak menentu, ia tampak terlihat sangat menawan dari sudut manapun Meng Yue melihatnya.
"Mulai sekarang kau adalah selirku juga tawananku. Sebagai selirku, kau diizinkan tinggal di paviliun ini alih - alih di penjara. Dan sebagai tawananku, kau tidak diizinkan keluar dari paviliun ini bahkan selangkah saja tanpa izinku, kau mengerti?" Feng Xin berseru dingin.
"Saya mengerti, Yang Mulia." Balas Meng Yue lembut
"Selain aku dan para pelayan, tak ada yang diizinkan untuk menemui mu disini."
"Baik Yang Mulia."
Feng Xin menyeringai dengan senyum mengejek, lalu melangkah keluar dari kediaman ini tanpa ragu. Dari ranjangnya, Meng Yue terus menatap punggung Feng Xin ketika pemuda itu berjalan menjauh. Ia tersenyum sedih, lalu mengelus pisau yang tersimpan rapi di lengan bajunya.
Meng Yue mengenang lagi pertemuan pertamanya dengan Feng Xin.
Itu adalah malam yang gelap, ia sudah berlari selama sepanjang malam melintasi ibu kota dan terus berlari masuk ke dalam hutan yang menuju antah berantah. Ia sudah kehabisan tenaga ketika mendengar suara derap langkah kaki kuda. Meng Yue tahu, ia dan orang tuanya tak akan bisa selamat lagi, jadi daripada mereka bertiga mati dengan sia - sia di tempat itu, ia lebih memilih berhenti berlari dibelakang orang tuanya dan berbalik arah menuju pasukan berkuda milik kerajaan. Jika ia ditangkap, ia akan memiliki waktu untuk mengalihkan perhatian pasukan itu dan ia bisa membebaskan orang tuanya.
Malam mulai memudar, cahaya tipis dari matahari terbit mulai bersinar di ufuk timur, Meng Yue berdiri tanpa gentar ketika ia kelilingi pasukan berkuda dari segala arah, lalu seorang pemuda dengan kuda paling gagah merengsek maju dengan santainya.
"Yang Mulia, kami hanya berhasil mendapatkan putrinya, Nona Meng Yue, putri satu - satunya Jenderal Meng."
Meng Yue mengangkat wajahnya untuk melihat bagaimana gerangan rupa sang Putra Mahkota yang telah menangkapnya itu, tapi seketika ia terpesona. Pemuda itu sangat tampan. Alisnya tebal, tatapannya tajam, matanya terlihat bersinar di antara kelamnya malam, rahangnya tegas, kulitnya agak kecoklatan karena terlalu banyak berada dibawah siraman matahari. Meng Yue sering melihat berbagai pria memasuki pintu rumahnya, mulai dari seorang pria yang lembut seperti batu giok, pria yang senyumnya mampu melelehkan hati wanita manapun, pria yang memiliki kecerdasan luar biasa, pria yang kekuatan bela dirinya nyaris setingkat ayahnya, para cendekiawan yang terlihat tampan dengan kepintarannya, para pangeran menawan dari negara lain, bahkan kaisar dari negara lain sekalipun pernah kerumahnya untuk melamarnya, tapi tak ada seorangpun dari orang itu yang mampu menandingi ketampanan pria ini. Meng Yue bertanya tanya, apakah langit sedang membuang - buang semua bahan berharganya saat membuat pemuda ini? Ketampanan seperti ini, pasti akan membuat wanita manapun bertekuk lutut di kakinya.
Pada saat itu, sebenarnya hati Meng Yue berdebar. Ketampanan Feng Xin telah membuatnya terpesona. Tapi sayangnya, ia tidak ditakdirkan untuk memilikinya. Meng Yue harus membunuh Feng Xin agar kedua orang tuanya, juga seluruh klan Meng bisa selamat. Dan ia harus bisa menyelesaikan rencana itu selama ia disini.