Langit gelap berubah menjadi lebih terang dengan matahari yang mulai menampakkan diri dengan warna yang begitu indah. Udara pagi yang sangat sejuk di sertai aroma embun tercium begitu segar. Udara dingin terasa menyenangkan di gunakan olahraga pagi ini.
Namun, gadis kecil itu masih tidur di dalam selimut tebalnya. Memilih menuli meskipun jam wekernya berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Suara teriakan dari Aisyah pun tidak di gubris, Alra masih setia dengan ranjang yang begitu nyaman itu.
Tiba-tiba kedua netranya terbuka dengan lebar, Alra segera bangun. Duduk di atas ranjangnya sambil menutup wajahnya menggunakan kedua tangan.
Begitu malas untuk pergi ke sekolah baru hari ini. Dia ingin menghilang, pergi menjauh untuk menemui teman-temannya yang lama. Teman-teman yang sangat menyukainya tanpa ada maksud lain.
Alra menghembuskan napas panjang, menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal, dan mulai beranjak.
"Alra, ayo mandi!" teriak Aisyah sebelum membuka pintu kamar Alra dengan kasar.
Alra kembali menghela, menoleh ke arah pintu dengan tatapan tak bersahabat, "Ini mau mandi Mama, aku udah bangun, gak akan ke siangan."
"Ini udah jam lima tiga puluh, jangan sampai telat ke sekolah!"
"Iya Mama, iya. Gak akan telat, aku mandinya cepet kok, tenang aja!"
Wanita itu menatap Alra sambil menggeleng, dan berkata, "Mama tunggu di bawah ya buat sarapan!"
"Iya."
"Oke," ucapnya lagi sebelum akhirnya menutup pintu kamar itu dengan perlahan.
Alra kembali menghela, sekolahnya sangat dekat padahal. Hanya berjarak beberapa rumah. Tidak harus menggunakan motor atau mobil, berjalan kaki saja sudah cukup. Sangat dekat, dan harusnya tidak perlu terburu-buru untuk berangkat ke sekolah.
Entah apa yang di pikirkan Aisyah, tapi Alra tidak menyukainya. Jujur saja di dalam rumah ini hanya dia yang tidak suka bangun pagi, dan pergi ke sekolah dengan jam yang begitu awal. Sendirian di sekolah sambil duduk diam di atas kursi kelas itu membuatnya bosan.
Alra mulai melangkah pergi, memasuki toiletnya dan segera menggosok giginya hingga bersih sebelum benar-benar mandi.
***
"Mama tau dasi sekolahku di mana?" tanya Yahya sambil mengikuti Aisyah yang sibuk berjalan kesana-kemari.
"Engga sayang, coba kamu cari di lemari lagi, cari yang teliti ya!" sahut Aisyah.
Cowok itu mengangguk mengerti, dan segera berlari menaiki anak tangga lain.
Sementara anaknya yang lain masih sibuk berdandan di depan kaca. Acha dengan wajah jeleknya karena belum mandi terus menatap kakak perempuannya yang sibuk berputar dengan rok sekolahnya yang tetlihat begitu bagus.
"Kakak gak capek muter-muter terus?" tanya Acha dengan wajah polosnya.
Aura menghentikan aksinya, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas sambil memperhatikan pantulan dirinya di dalam cermin besar itu.
"Engga, aku suka, ini cantik banget!" sahut Aura dengan begitu bersemangat.
"Aku juga mau pake seragam sekolah, tapi aku gak punya," ucap Acha datar.
"Kamu di ajak buat sekolah gak mau, di ajarin buat baca juga gak mau."
Gadis kecil itu tertawa sambil menutup bibirnya, dan berkata, "Gak mau emang, masih pengen tinggal di rumah sama mama, sama papa."
Aura mendengus pelan, menatap adiknya sambil menggelengkan kepalanya pelan, "Kamu mah gitu, udah gede juga harusnya sekolah. Umur kamu udah berapa sih? Lima tahu kan ya? Udah TK harusnya."
"Kata mama aku langsung SD aja kaya Kakak, sama kak alra. Terus kata mama TK itu gak enak, kebanyakan mainnya. Jadi kan mendingan aku langsung SD yang mulai belajar," jelas Acha panjang lebar.
"Langsung SD sih iya, tapi kamu kan belum bisa baca apa lagi ngitung."
Sahutan ketus itu membuat Acha, dan Aura menoleh secara bersamaan. Raut muka Acha berubah menjadi lebih bahagia, sampai-sampai deretan giginya terlihat berjajar dengan rapi meskipun ada gigi yang berubah menjadi hitam, dan cokelat.
"Kakak lama banget mandinya, pasti Kakak baru bangun ya kalau mandinya gak lama?" tebak Acha.
"Tidur yang panjang biar gak ngantuk pas di sekolah," sahut Alra sambil menyisir rambut panjangnya.
"Kakak kenapa sih bangunnya siang terus? Kata mama kalau bangunnya siang rejekinya bakalan di makan sama ayam loh, jadi Kak Alra gak punya rejeki setiap hari."
Alra tertawa terbahak-bahak, membelah rambutnya menjadi dua sebelum mengepangnya.
"Aku punya rejeki setiap pagi. Buktinya mama selalu ngasih uang saku, kalau hari libur papa ngasih uang tiba-tiba buat beli jajan."
"Huft! Kakak gak paham sama apa yang aku maksud," ucap Acha kesal.
Aura yang mendengarkan hanya bisa memperhatikan keduanya sambil bergantian.
"Kak, aku juga mau dong di iket, tapi iket dua kaya biasanya aja. Jangan di kepang!" ucap Aura setelah terdiam sekian lama.
"Bentar! Aku dulu yang harus selesai."
***
Keluarga kecil itu tengah duduk di atas lantai karpet sambil memakan sarapannya dengan tenang. Sesekali Yahya mengambil lauk tambahan, dan yang lainnya hanya memberikan tatapan biasa tanpa memberikan protes.
Aisyah mulai beranjak, mengambil empat gelas susu yang salah satunya berwarna cokelat khusus untuk Alra. Nampan berisi susu itu di telatakkan di atas meja dekat dengannya. Kemudian kembali menikmati sarapannya dengan tenang.
"Nanti Mama nganterin Kak Yahya dulu ke sekolahnya?" tanya Alra memecah keheningan.
"Engga, nanti Yahya naik sepedah kayuh sendiri, mama nganterin kamu sama Aura," sahut Aisyah sebelum perhatiannya beralih pada anak bungsunya, "Acha di rumah sebentar ya! Mama nganterin Kak Aura, sama Kak Alra sebentar kok."
"Sendirian? Gak akan lama kan?" tanya Acha.
"Engga kok sayang, abis nganterin kakak, mama langsung pulang."
"Oke!" sahut Acha dengan penuh semangat.
Sementara Alra hanya menghela samar, menegak habis susu cokelatnya, dan kembali menghembuskan napas panjang.
"Mama, kenapa gak nyariin sekolah yang jauh dari rumah aja sih? Kenapa sih harus yang deket? Aku gak suka sama yang deket kaya gini," ucap Alra.
"Kenapa emangnya? Kan enak kalau deket Al," sahut Yahya.
"Gak enak, gak bisa bolos sekolah."
"Ih! Kak Alra belum-belum udah bilang bolos, nanti ketahuan papa di marahin loh!" timpal Aura.
Alra hanya memberikan cengiran sebagai jawabannya.
"Alra, sekolah yang deket itu kan lebih enak. Kamu bisa jalan sama Aura buat berangkat, sama pulang. Gak perlu nunggu jemputan dari mama sama papa kaya dulu lagi," jelas Aisyah, "Lagian kalau dulu kan kamu suka marah-marah gara-gara mama sama papa jemputnya telat. Sekarang kalau jauh lagi, terus telat lagi jemputnya kamu mau?"
Alra membisu, semua yang di katakan Aisyah ada benarnya. Orang tuanya pasti akan sibuk, dan dirinya akan di telantarkan lagi seperti dulu. Tidak ada yang memberikan jemputan dengan kurun waktu yang begitu cepat.
"Nah kan! Kak Alra diem, artinya apa yang di bilang Mama itu bener," ucap Aura di sela makannya.
Alra menghela kembali, dan berkata, "Iya aku salah, aku tau kok. Gapapa sekolah deket, kalau laper bisa pulang buat makan sambil nonton tv."
***