Chereads / EVELYN / Chapter 6 - The Eleven Wings

Chapter 6 - The Eleven Wings

"Orang-orang itu?" tanya Lili penasaran.

"The Eleven Wings." jawab Arthur tersenyum licik.

Orang-orang itu pasti tidak akan tinggal diam ketika mendengar kejadian hari ini, Arthur sama sekali tidak bermaksud untuk merahasiakan apa yang terjadi disini.

Yah, walaupun dia mencoba untuk merahasiakannya, Arthur tahu bahwa orang-orang licik itu memiliki sumber informasi mereka sendiri.

Setiap anggota organisasi Camden memiliki sumber informasi mereka sendiri, tak ada yang tahu siapa dan bagaimana cara mereka mengumpulkan informasi, Arthur yakin bahwa orang-orang itu pasti akan mengetahui apa yang dia lakukan hari ini.

Dia mengundang Evelyn bukan tanpa alasan, alasan terbesar baginya melakukan semua itu adalah untuk memprovokasi para anggota The Eleven Wings. Sejak awal dia sudah menduga bahwa Evelyn akan menolak tawarannya.

Ketika para anggota The Eleven Wings bergerak apa yang akan terjadi dan bagaimana Evelyn meresponnya, Arthur sungguh menantikannya.

Camden tidak bisa sepenuhnya disebut Lembah berliku jika salah satu lembahnya dibiarkan kosong tanpa pemiliknya kan?

Florence melihat Arthur yang tersenyum dengan perasaan ngeri, pria bernama Arthur ini adalah pemilik lembah ke satu, salah satu kekuatan terbesar milik organisasi Camden.

Florence tak tahu hal licik apa yang sedang direncanakan didalam otak Arthur, satu hal yang dia tahu bahwa gadis bernama Evelyn ini harus mengucapkan selamat tinggal kepada hari-hari damainya sejak dia membangkitkan minat Arthur kepadanya.

Arthur biasanya bukan tipe yang suka mencampuri urusan orang lain, dia tak pernah mengusik urusan lembah kedua, sekarang tindakan Arthur ini jelas bahwa dia sedang memprovokasi para anggota The Eleven Wings.

Jika dia hanya diam saja dan membiarkan Evelyn pergi, The Eleven Wings tidak akan melakukan apapun, untuk menggerakkan orang-orang itu, Arthur harus ikut campur dalam urusan mereka dan karena itulah dia mengundang Evelyn.

Ini juga bisa dibilang sedikit pembalasan dendam Arthur kepada Evelyn, jangan dikira Arthur tidak tahu apa yang dia pikirkan ketika dia menatap sebal kearah balkon atas Plaza Elora.

"Mari kita selesaikan urusan kita disini." ujar Arthur tersenyum kemudian melakukan pekerjaannya yang tertunda seolah tak terjadi apapun.

***

Kegemparan terjadi di seluruh benua.

Kabar yang mengejutkan seluruh benua Decebal menjadi topik hangat diseluruh penjuru benua Decebal.

Arthur, The King of Camden Organization menawarkan posisi Queen of Camden Organization kepada seorang gadis yang tak jelas asal usulnya tersebar luas keseluruh penjuru benua hanya dalam hitungan jam.

"Apa maksud semua ini?!"

Seorang pria melemparkan laporan yang dibawa anak buahnya keatas meja. Dia terlihat marah dan tidak senang dengan laporan yang dia baca dikertas itu.

"Jelaskan padaku! Sejak kapan King bisa seenaknya menawarkan posisi Queen seperti menjual barang dagangan?!"

"Banyak saksi yang bisa memberikan kesaksian mereka, tuan Arthur sendiri yang menawarkan posisi itu pada gadis itu."

"Sejak kapan penguasa lembah satu mengurus urusan lembah dua?!" seorang gadis muncul entah darimana dan menyela ucapan dua orang diruangan.

"Seperti yang tertulis disana, Arthur penguasa lembah satu menawarkan posisi Queen kepada seorang gadis yang tiba-tiba mengalahkan teroris berbahaya di Plaza Elora."

"Ohho.. gadis itu mengalahkan teroris berbahaya?" tanya gadis itu tertarik.

Kemudian gadis itu mengambil laporan dari atas meja dan membaca keseluruhan laporan dengan cermat.

"Bagaimana menurutmu Adelia?" pria itu bertanya setelah Adelia, gadis yang tiba-tiba muncul tadi selesai membaca laporan diatas meja.

"Arthur sialan itu jelas sedang merencanakan sesuatu." jawab Adelia cepat.

"Bagaimana kita harus menindaklanjuti tindakan kurang ajar Arthur ini?" tanya pria itu lagi.

Adelia terlihat berfikir sejenak, kemudian dia kembali bersuara, "Lebih baik kita bahas dulu masalah ini secara mendalam dengan anggota Wings yang lain."

Pria itu mengangguk kemudian menoleh ke anak buahnya dan berkata.

"Siapkan ruang aula dan informasikan kepada seluruh anggota Eleven Wings untuk berkumpul, katakan pada mereka yang sedang tidak ada di Camden untuk segera kembali. Keluarkan tanda merah untuk pertemuan kali ini."

Dalam pertemuan The Eleven Wings terdapat berbagai tanda yang menunjukkan seberapa penting topik yang akan dibahas di setiap pertemuan.

Merah artinya sangat amat penting, keputusan yang dibuat dalam pertemuan itu memiliki makna mendalam dan sangat berpengaruh kepada masa depan lembah kedua.

Jika sebuah pertemuan diadakan dan memiliki tanda merah, sudah menjadi aturan bagi seluruh anggota The Eleven Wings untuk menghadiri pertemuan tersebut mengingat betapa pentingnya pertemuan tersebut.

Anggota The Eleven Wings tanpa terkecuali semuanya harus hadir dalam pertemuan yang akan menentukan nasib masa depan lembah kedua, bahkan jika mereka sedang dalam misi atau hal lainnya, mereka harus hadir.

"Mengingat bahwa hampir semua anggota saat ini tersebar diseluruh penjuru benua untuk menjalankan misi maka pertemuan akan kita adakan dalam tujuh hari." Lanjut pria itu lagi.

"Baik tuan. " jawab anak buahnya mengangguk tanda dia mengerti.

"Informasikan hal ini juga, jika dalam tujuh hari mereka tidak kembali, rasakan akibatnya nanti." ujar pria itu lagi dengan senyuman berbahaya.

"Baik tuan." ujar anak buahnya membungkuk kemudian bergegas keluar ruangan untuk menjalankan tugas yang diberikan kepadanya.

***

Lima hari kemudian...

"Yaampun, ada masalah apa sampai-sampai semuanya harus berkumpul!"

Seorang pria terlihat jengkel dan mengoceh sepanjang jalan akibat panggilan tiba-tiba untuk kembali ke Camden untuk berkumpul.

Pria ini tak lain dan tak bukan adalah sayap ke-sebelas, Gideon.

"Benar, sampai-sampai menggunakan tanda merah untuk perkumpulan kali ini. Masalah apa yang sebenarnya akan kita bahas?!"

Seorang gadis disamping Gideon menimbali, dia merupakan sayap ke-sepuluh, Gisella.

"Kita akan tahu kapan waktunya tiba." kata seorang pria dengan tenang.

Pria ini bernama Zen. Dia adalah sayap ke-sembilan.

"Aku setuju."

Kali ini gadis lain disamping Zen mengungkapkan pendapatnya, dia adalah sayap ke-delapan, Zenia.

Kemudian ke empat anggota Eleven Wings itu berjalan menuju lembah ke-dua.

"Akhirnya kalian sampai." seorang gadis segera bersuara ketika melihat ke empat anggota Eleven Wings di depan istana lembah ke dua.

"Inggit. Bagaimana kabarmu?" sapa Gisella penuh semangat.

"Baik." jawab gadis itu tenang.

Dia adalah Inggit, sayap ke-tujuh.

"Kamu juga baru sampai kesini sepertinya." ucap Zen tenang.

"Benar." jawab Inggit singkat.

"Mari kembali ke ruangan masing-masing dulu." Zenia mengusulkan dan ke-empat anggota lainnya mengangguk setuju.

Kemudian setelah itu mereka berpencar, kembali ke ruang masing-masing untuk membersihkan diri dan beristirahat dengan baik. Lagipula masih ada dua hari sampai hari pertemuan yang sebenarnya.

Keesokan harinya...

"Akhirnya sampai juga." seorang pria terlihat bersemangat.

Pria ini adalah sayap ke-enam, Wisman.

"Wismaaaann..."

Seorang gadis memanggil Wisman dengan semangat.

"Arabella." ucap Wisman tersenyum sembari melambaikan tangan.

"Yo, kalian berdua."

"Silveeerr..." teriak keduanya bersamaan.

Arabella adalah sayap ke-lima, sementara Silver adalah sayap ke-empat.

"Masih bersemangat seperti biasa kalian bertiga." ujar seorang pria tersenyum.

Pria ini adalah sayap ke-tiga Zain.

Dengan ini, dihari ke-enam setelah pengumuman dibuat, anggota The Eleven Wings telah kembali ke lembah ke-dua.

Keesokan harinya...

"Selamat datang kembali." ujar Adelia ramah kepada anggota lain yang telah berkumpul di depan pintu aula.

Adelia adalah sayap ke-dua.

"Dimana Steward?"

"Dia sedang menuju ke sini." jawab Adelia tersenyum.

Steward adalah sayap ke-satu sekaligus pemimpin The Eleven Wings.

Tak lama kemudian Steward muncul dan mereka semua masuk kedalam aula.

"Terimakasih sudah berkumpul tepat waktu, sekarang mari kita mulai pertemuan yang akan menentukan masa depan lembah ke-dua." ujar Steward membuka pertemuan hari itu.