Chereads / MY BLOOD'S DEVIL AND ANGEL ! / Chapter 42 - Bagian Empat Puluh Dua

Chapter 42 - Bagian Empat Puluh Dua

PETUALANGAN ANTONIO : PEMBURU HANTU, RUMAH SAKIT TUA 5

Dan benar saja, fenomena astral mulai bermunculan. Membuat siapa pun kaget dan ketakutan setengah mati. Tapi tidak dengan para anggota tim yang sepertinya cukup kuat ?

"Eh, lo lihat engga ada yang lewat tadi ?" tanya Mia, yang berada bersama dengan Martin dan juga Rosie, kini sedang berada di lantai bawah atau lebih tepatnya lantai satu.

"Engga sih! tapi banyak orbs disini !" jawab Martin sambil memperhatikan kameranya ke seluruh lorong rumah sakit (orbs adalah energi astral yang terlihat seperti cahaya yang terlihat di kamera infra merah atau flash, tapi bisa saja itu debu atau apapun yang melayang bisa jadi serangga).

"Gue akan memakai alat pendeteksi energi !" katanya dan mengeluarkan sebuah alat dari tasnya yang bisa memancarkan gelombang radio dari terendah berwarna biru, hijau, kuning dan merah. Semakin merah akan semakin tinggi energi yang di tangkap.

"Tiiit ... tiit ...!" begitu di taruh dilantai terdengar bunyinya pelan, makin keras maka dipastikan alat itu menyentuh energi yang kuat.

"Hallo, ada orang di sana? bisa bicara ?" tanya Martin, di keheningan salah satu ruangan. Ia pun mengeluarkan satu lagi radio komunikasi dengan arwah, dengan frekwensi pelan tapi kuat.

"Krrssseeekk ....!" hanya bunyi itu yang keluar.

"Tttiiiii ...tttiiiittt ....!" tiba-tiba alat pendeteksi, melonjak drastis ke merah.

"Hallo, siapa di sana ?" tanya Mia kini gantian yang bertanya.

"Krreessek ... per ...gi...atau ... ka ...lian .... mati... !" sekilas ada suara di radio komunikasi di penggang Martin, mereka terkejut. Terdengar suara seperti desahan tapi cukup tegas dan jelas, semua saling pandang.

"Kamu siapa ?" tanya Martin penasaran.

"Bbrrruuuggghhh ....!" terdengar suara keras benda jatuh, entah dari mana asalnya.

"Tuk ... tuk ...!" suara langkah kaki pelan berjalan di antara mereka.

"Seperti suara sepatu lelaki ?" bisik Rosie, entah kenapa tubuhnya merinding, bukan hanya dia Mia dan Martin pun sama merasakan.

"Hallo siapa kamu ?" tanya Martin, dia menggerakan tangannya dengan alat komunikasi.

"Tiiiit .... Tiiiitt ....!" kembali suara keras terdengar.

"Kreessseek ... perrgii ... di ...siiinii ... baahhaayyaa ...kresek !" kembali suara pelan terdengar tapi tidak begitu jelas.

"Perempuan ?" Mia menatap Martin dan Rossie.

"Hallo, kami tidak mengganggu, siapa kamu ?" tanya Mia sambil mengarahkan kamera ke sudut ruangan.

"Suusaan ... " jawab suara itu.

"Susan? kamu siapa, perawat atau pasien di sini ?" tanya Mia penasaran.

"Pppeerawaat ... toollongg ... pergilah ... dia dissinii ... kressek !" jawabnya.

"Siapa ?"

"Diiiaa ... iiibbbliiss !" ucapnya kemudian menghilang.

"Tuk ... tuk ... !" suara langkah kaki sepatu kembali terdengar.

"Kok jadi dingin ..." bisik Mia, Rosie mengangguk, kini malam telah menjelang dan gelap, lampu senter di topi mereka menyala tapi tidak terlalu terang.

"Gue melihat kabut dari lorong di sana, kalau ... tidak salah itu kan ... basement !" ujar Martin.

"TIIITT ... TTIIIT ....!!" terdengar suara keras dari alat pendeteksi yang tak henti-hentinya melonjak sampai batas maksimum.

"He... he ...! kalian tidak akan bisa keluar !" terdengar suara dari alat komunikasi jelas dan berat. Membuat siapa pun merinding mendengarnya, ketiganya terpaku.

"Mia, Martin, Rossie ... ini gue Theo !" tiba-tiba terdengar panggilan dari earphone milik mereka, tapi tidak ada satupun yang menjawab panggilan itu.

"Hei .... KALIAN KENAPA !" Theo berteriak. Hal itu membuat ketiganya tersadar.

"TThheo ... ini ggue ... ttoolloongiinn ...kkkiiittaa ...!" terdengar suara gemetaran dari seseorang yang ketakutan.

---------------

Sementara itu, aku dan Ana, Rob serta Theo berada di atas. Ketika menyelusuri lantai atas, kerap ada langkah kaki, suara pintu yang di tutup keras tapi anehnya tidak ada yang menutup. Suara benda jatuh, dari kaleng, tempat tidur yang bergeser sampai seperti gelas pecah.

"Gila banyak banget sih, engga seperti siang !" keluh Theo, walau bertubuh kuat dan kekar, tetapj dia beberapa kali terkejut atas apa yang terjadi.

"Sudah kubilang, aktivitas mahluk astral kalau malam lebih kuat !" jawabku tenang. Ana dan Rob tidak berkata apa pun, entah takut atau mencoba tak melakukan apa pun.

"Siapa sih mereka ?" tanya Theo penasaran.

"Ada seorang lelaki di sana, dia pasien disini era rumah sakit jiwa! kebanyakan memang dari jaman itu !" jawabku sambil menunjuk dimana saja suara itu berasal. Dengan mataku semuanya terlihat jelas.

"Apa itu? seperti ada bayangan perempuan ?" tanya Rob akhirnya, semua terdiam. Secara samar di kegelapan sebuah lorong terlihat siluet perempuan bergaun putih transparan.

"Astaga, ini ... benar-benar terlihat !" seru Theo.

"Kalau dia dari era rumah sakit karantina !" kataku. Mahluk itu pun menghilang.

"Sial, kok Martin yang lainnya tidak menjawab !" kesal Theo setelah beberapa saat menghubungi rekannya, untuk mengetahui keadaannya setelah beberapa waktu penyelusuran. Theo pun berteriak dan terdengar balasan itu. Semua terdiam.

"Rupanya dokter gila itu sudah muncul !" kataku dengan senyum seringai.

"Ayo kita turun !" ajak Ana dengan rasa khawatir. Semua setuju dan segera turun ke lantai bawah.

"Martin, Mia, Rossie ... kalian tidak apa-apa ?" tanya Ana ketika melihat mereka terdiam terpaku dan wajahnya pucat.

"Wow, boleh juga ni dokter !" kataku, ketika akan di sentuh aku melarangnya.

"Kenapa tidak boleh di pegang ?" tanya Theo tertegun.

"Ketiganya, sudah masuk ke alam astral oleh dokter itu! tubuhnya masih disini tapi jiwa mereka sudah di alam lain !" jawabku semua terkejut.

"Apa yang harus kita lakukan ?" tanya Ana merasa sedih, sambil menatap ketiga temannya seperti patung.

"Dengar, ada suara di alat komunikasi ini !" ucap Rob. Aku tertegun.

"Tutup telinga kalian !" kataku tiba-tiba, ketika terdengar suara sumbang seseorang menyanyikan sebuah lagu mengantar tidur versi Amerikanya Nina Bobo.

Untunglah Rob dan Ana menurut tapi tidak dengan Theo yang terlambat mengerti, kini dia seperti terbawa dalam mimpi berdiri dengan mematung tak bergerak.

"Nina bobo ... tidurlah ...." masih terdengar lagu itu, dari alat komunikasi yang di pegang olehku yang tak terpengaruh dengan suara hipnotisnya.

"Kita harus gimana ?" Ana ketakutan, Rob mengangguk. Tapi tiba-tiba keempat yang lain mulai berjalan seperti di gerakan oleh seseorang entah siapa yang untuk mengikutinya.

"Ayo ikuti mereka! aku akan memperlihatkan sesuatu tapi kalian jangan bersuara ikuti saja !" bisikku, kemudian menyentuh pundak Ana dan Rob. Keduanya hampir berteriak dan terkejut tapi langsung menutup mulutnya, karena aku sudah membuka mata batinnya.

Di depan terlihat seorang lelaki berkepala botak, dengan mata hilang satu, berjalan pincang sedang bernyanyi dengan suara sumbang, bukan itu saja di sisi kiri dan kanan mereka ada banyak bayangan seperti .... pasien arwah ...!

Suasana berubah seperti rumah sakit, Ana dan Rob juga bisa melihat jiwa teman mereka matanya manatap kami tapi tubuh tidak bisa di gerakan, suara pun seperti dibungkam. Aku memberi kode untuk mengikuti mereka, dengan sedih dan ketakutan semua menurut ...

Ternyata kami di bawa ke basement ! di sana kami melihat para pasien rumah sakit di siksa dengan berbagai eksperimen, maka tak heran jeritan, tangisan serta darah terlihat mengucur. Sementara dokter gila itu hanya tertawa mengerikan ...

Bersambung ....