Chereads / Dia Imamku. / Chapter 13 - Memberontak

Chapter 13 - Memberontak

"Sinta memang belum mempunyai pacar dan masih jomblo karena memang masih memikirkan kuliahnya tetapi bukan berarti Ibu akan menjodohkannya ataupun menikahkannya dengan pilihan orang lain ataupun bukan pilihan Sinta sendiri," ucap Ibunya Sinta kepada Feri.

"Ya kan aku hanya mengajukan persyaratan kenapa harus marah kan aku inginnya seperti itu kalau memang tidak boleh ya tidak apa-apa," ucap Feri kepada keluarga Sinta.

"Iya nanti dilihat saja bagaimana kelanjutannya karena sekarang usaha Bapak Sinta lagi di bawah jadi nanti bagaimana-bagaimana nya dibicarakan," ucap Bapaknya Sinta.

Sinta pun terkaget ketika mendengarkan perkataan Bapaknya seperti itu mengapa seorang Bapak berbicara seperti itu kepada seseorang yang sangat lancang berbicara mengenai putrinya.

Sinta merasa kecewa dengan perkataan Bapaknya yang telah dilontarkan itu.

"Kenapa Bapak berbicara seperti itu apakah aku seperti barang yang bisa diperjual belikan? kenapa Bapak tidak mengembalikan uang dari Pak Heri kenapa malah seperti mengiyakan apa yang dibicarakan oleh Feri," ucap Sinta dari dalam hati.

"setuju atau tidak nya nanti pikir belakangan saja sekarang kamu kan lagi butuh uang itu dan mau dikelola langsung jangan ditunda-tunda karena usaha itu harus terus berputar tidak boleh sampai berhenti sampai di sini," Ucap pak Heri kepada keluarga Sinta.

Pada saat itu keluarga Sinta awalnya merasa kesal dan marah ketika Feri memberitahukan persyaratan itu tetapi setelah dibicarakan kedua orang tua Sinta sepertinya menyetujui syarat dari Feri itu.

Bahwa apabila keluarga dari Sinta tidak dapat membayar hutangnya maka Sinta akan menikah dengan Feri.

"Loh kok jadi seperti ini kenapa Bapak dan Ibu seperti menyetujui akan pernikahan aku sama Feri mereka tidak ingin membantuku atau menolak Feri untuk ku," gumam Sinta dalam hatinya.

Ketika Bapak dan Ibu Sinta membicarakan tentang perkataan Feri Itu Sinta hanya terdiam dan hanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan karena apapun yang Sinta katakan.

Tidak ada yang mendengarkan dan mereka hanya memikirkan uang Sinta merasa sedih ketika mengetahui Bapak dan ibunya menyetujui persyaratan yang diajukan oleh Feri itu.

"Ya sudah kalau sudah menyetujui persyaratannya silakan uangnya dikelola dengan baik aku tidak akan lama disini karena lagi ada urusan ya sudah aku pulang dulu ya," ucap Pak Heri.

"Iya terima kasih banyak telah meminjamkan aku uang doakan saja aku cepat membayarnya dan melunasinya kepadamu, aku juga tidak mau kalau banyak hutang apalagi dengan teman sendiri," ujar Bapaknya Sinta kepada Pak Heri.

"Sudahlah kamu tenang saja tidak perlu merasa tidak enak kan aku dan kamu sudah berteman dari kecil jadi Sudah biasa lah kalau hal seperti ini saling tolong-menolong dan tidak ada ruginya kok," ucap Pak Heri kepada keluarga Sinta.

"Ya sudah aku mau pamit dulu karena masih banyak kerjaan yang harus aku lakukan, ucap Pak Heri dan Feri.

Pak Her pun berpamitan dan pulang ke rumah beberapa saat kemudian Sinta menanyakan sesuatu kepada Bapak dan Ibunya.

"Kenapa sampai Bapak berbicara seperti itu kepada keluarga Feri?" tanya Sinta kepada Bapaknya.

"Ya kan itu hanya syarat, kamu kenapa marah-marah sama Bapak seperti itu kan hanya syarat dan supaya Bapak Cepat bayar saja, itu hanya formalitas kamu tenang saja," ucap Bapak Sinta dengan nada kasar.

Sebelumnya Bapak Sinta tidak pernah sekasar itu dan setega itu dengan Sinta tetapi kali ini semuanya berubah yang ada di pikiran kedua orang tuanya hanyalah uang dan tidak lagi Sinta.

Sinta merasa tidak dihargai dan merasa dirinya adalah barang yang diperjual belikan oleh kedua orang tuanya sendiri.

"Kamu tidak perlu takut ini kan hanya formalitas saja dan Bapakmu juga tidak berbicara kalau Bapak akan menyerahkan mu kepada Feri, kan tidak ! Kamu jangan marah dan kamu jangan sedih seperti itu," ucap Ibunya kepada Sinta.

Ketika itu hati Sinta sangat hancur dan dia pun berlari ke arah kamarnya, Sinta pun menangis sejadi-jadinya karena harus menerima kenyataan yang pahit, dia sangat menyayangi kedua orang tuanya, tetapi dia merasa dikhianati karena perkataan kedua orang tuanya sendiri.

"Kenapa aku dilahirkan kalau aku harus diperjual belikan kenapa? aku salah apa sama kalian," guman Sinta.

Sinta pun menangis menyendiri dan tidak mau berbicara kepada siapapun.

Waktu terus berlalu pagi bertemu pagi, malam bertemu malam, dan seminggu setelah perjanjian Pak Heri kepada keluarga Sinta, usaha keluarga Sinta pun sama sekali tidak ada perubahan

Bahkan sama saja seperti yang kemarin, sangat menyusut penghasilannya pun sedikit.

Sinta pun menangis dan selalu bertanya-tanya "apakah ini jawaban dari Mu ya Allah aku harus diperjualbelikan, dan itu dilakukan oleh Bapak dan Ibu ku sendiri ku," ucap Sinta dengan pelan.

Sinta selalu berdiam diri di kamar

dan sesekali Ibunya menengok dia

dan juga memberi dia Makan.

"Sebenarnya Ibu dan Bapak itu sangat menyayangi kamu dan tidak ada niat Bapak dan Ibu untuk melepaskan kamu atau menjual belikan kamu, kamu hanyalah salah paham, tolong kamu berpikir yang jernih jangan seperti anak-anak lagi," ucap Ibunya kepada Sinta.

"Aku bukan anak-anak Bu aku sudah dewasa aku sudah kuliah aku berhak memilih siapa yang berhak mendampingi aku kelak tapi kenapa semuanya seperti ini Bu aku salah apa sama kalian?" ucap Sinta kepada Ibunya.

Suasana pun menjadi kacau dan tidak bisa dihindari lagi, perkelahian antara anak dan Ibunya sendiri.

"Kenapa kamu sekarang jadi kasar seperti ini Sinta siapa yang ngajarin kamu seperti ini sama Ibu, tolong Sinta mengerti keluarga semua ini kulakukan hanya untuk kamu, hanya untuk menyekolahkan kamu, kamu anak kebanggaan Ibu dan Bapak tetapi kenapa kamu jadi seperti ini," ucap Ibunya kepada Sinta.

Sinta terus menangis dan tidak berhenti karena merasa dikecewakan oleh kedua orang tuanya.

"Ibu membanggakan aku Ibu menyayangi aku tetapi kenapa harus seperti ini Bu, aku tidak bisa untuk melakukan semua apa yang menjadi keinginan ibu dan bapak semuanya tidak adil menurut ku Bu," ucap Sinta dengan tegas.

"kenapa ini? Kenapa harus seperti ini kamu kenapa Sinta kamu marah sama Bapak sama Ibu atau kamu harus keluar dari rumah ini sekarang!! usaha Bapak lagi bangkrut tetapi kamu malah menjadikan ini seperti permainan," ucap Bapaknya dengan nada yang kasar.

"Semua memarahi aku, aku memang tidak ada benarnya Bapak sama Ibu membanggakan aku tetapi mana Bu selama ini aku memang sayang sama Ibu dan Bapak aku selalu menghormati Bapak dan Ibu tetapi aku tidak tahu Bu kalau niat Bapak dan Ibu itu memperjualbelikan aku dengan orang lain, aku kecewa dengan Bapak dan Ibu," ucap Sinta kepada orang tuanya itu.

Bapak Sinta sepertinya sangat marah kepada Sinta karena telah berbicara seperti itu kepada Ibu dan Bapaknya

sinta tidak peduli apa yang dipikirkan oleh Bapak dan Ibunya, karena sakit hatinya sudah terlalu dalam dengan perlakuan yang dilakukan oleh Bapak dan ibunya Sinta merasa tidak dianggap sebagai anak.

"Kalau memang Ibu dan Bapak sudah tidak sayang sama aku bukan begini caranya dan aku bisa kok kalau aku harus hidup sendiri tanpa harus diperjualbelikan seperti ini," ucap Sinta.

Sinta tidak bisa berhenti untuk menangis tidak bisa menerima kenyataan yang ada.

"Mengapa semua terjadi kepadaku?" gumam Sinta dan menangisnya pun tidak bisa berhenti.

Bapak dan Ibu Sinta sama sekali tidak menghiraukan apa yang dilakukan oleh Sinta karena menurut kedua orang tuanya yang dilakukan oleh Sinta adalah salah tapi Sinta tidak bisa dinasehati lagi.

Bersambung