23.
Seorang gadis cantik dengan rambut royal blue nya mengerjap pelan sewaktu merasakan pergerakan di dekatnya. Gadis cantik bernama belakang Eloise tersebut membuka mata indahnya perlahan.
"Ehm… silau." Lirihnya pelan.
Gadis itu merasakan sebuah pergerakan lagi, membuat mata Caelia kini terbuka sepenuhnya. Wajah seorang pria tampan di depannya langsung terpampang nyata, membuat Caelia tersenyum hangat.
"Ehm? Om Daniel?" lirihnya sembari mengucek mata.
Gadis itu tersenyum simpul, kemudian mengerutkan keningnya sewaktu menyadari sesuatu. Dia tidak lagi merasa silau. Padahal, tirai jendelanya terbuka cukup lebar sehingga cahaya matahari bisa masuk dengan sangat leluasa.
Namun, rasa bingung gadis itu langsung sirna sewaktu melihat tangan Daniel ternyata menghadang cahaya matahari yang mengganggu tidur Caelia. Gadis itu diam-diam tersenyum hangat, tersipu.
"Ternyata Om Daniel romantic ya? Caeya kira Om Daniel jutek dan tidak berperasaan. Bahkan, Caeya kira Om galak." Cerocos gadis muda itu.
Di sisi lain, Daniel merasa tidak menyangka dia akan mengalami hal indah ini di hidupnya. Setelah kematian ibunya, Daniel berpikir dia tidak akan pernah jatuh cinta. Daniel merasa takut ditinggalkan oleh orang-orang yang dirinya cintai. Hal itu yang membuat pria tampan berambut coklat tersebut memilih tidak jatuh cinta dan memiliki terlalu banyak orang di dalam hidupnya.
Bahkan, rasa menyakitkan akibat ditinggal sang ibu masih terasa sangat membekas dalam benar pria itu. Membuat dirinya sesekali bermimpi buruk bahkan hingga menangis di tengah malam.
"Om? Kenapa melamun?" suara gadis muda yang tadi mengoceh panjang lebar terdengar, berhasil membuat Daniel tersadar dari pemikirannya yang sempat liar, melalang buana hingga ke rasa sakit yang dirinya miliki.
"Hm…" seolah menjadi ciri khas, Daniel selalu berdeham setiap malas menjelaskan sesuatu atau menjawab sebuah pertanyaan.
Pria itu kembali memejamkan matanya, merasa hari terlalu pagi untuknya beraktivitas. Bagaimanapun juga, semalam pria itu mengurus pekerjaannya. Dia dengan Nathan tidur jam lima pagi untuk mencicil proses proyek besar mesin waktu yang sedang dirinya garap dengan sang kembaran.
"Om mau tidur lagi?" tanya Caelia saat melihat mata Daniel kembali terpejam. kembali, Daniel hanya berdehem sebagai tanggapan. Pria itu kini terlelap meskipun masih bisa mendengar dengan jelas setiap pergerakan Caelia.
Begitulah Daniel. Saat dia tertidur, dirinya tetap bisa merasakan pergerakan di sekitarnya. Dia bahkan bisa fokus mendengarkan percakapan seseorang meskipun dirinya terlelap.
Daniel pernah membahas ini dengan dokter pribadinya. Tetapi, katanya ini merupakan hal normal mengingat Daniel adalah seseorang yang jenius.
"Selamat tidur calon suami." Bisik Caelia sambil cekikikan.
Mengingat ini adalah hari sabtu, sekolah gadis itu libur. Caelia yang memang selalu bangun pagi, tidak bisa kembali terlelap seperti yang dilakukan oleh pria di sampingnya. Daripada dirinya kebingungan akan melakukan apa di jam enam pagi ini, Caelia akhirnya memutuskan untuk membuka buku Arcoiris.
Dia membuka satu persatu halaman yang ada, berharap bisa membacanya. Dia bahkan akhir-akhir ini mempelajari Bahasa Yunani agar bisa mengartikan tulisan di buku tersebut. Caelia benar-benar tertarik dengan buku ini. Dia ingin mengupas tuntas semuanya, mencari tahu tentang alasan mengapa sang nenek dulu mempercayakan buku ini padanya.
Memang, dia bisa saja meminta bantuan Daniel. Tetapi, rasanya itu kurang akurat. Bahkan, beberapa kali mereka mendapatkan kalimat yang tidak sesuai karena tulisan Caelia dalam menyalin buku ini sedikit kewalahan.
Mata gadis itu menyipit saat membaca halaman nomor dua belas. Disana, Caelia mengerti beberapa kata yang tertulis. Tetapi, gadis itu tidak terlalu memahami maknanya.
"Cy… a?" Gumam gadis itu pelan.
"Kenapa ada nama Caeya disini?" ucapnya lagi.
Hal itu membuat Daniel yang mendengarnya mengerutkan kening secara perlahan, kemudian membuka matanya. Dengan mata sayu khas bangun tidur, pria itu menatap gadis muda di sampingnya.
"Ada apa?" tanya Daniel dengan nada bicara yang dingin dan suara yang sangat serak.
"Ini… bukankah tulisannya Cy…a?" Caelia menunjuk sebuah halaman kosong, membuat Daniel merutuk pelan. Dia benar-benar penasaran kenapa buku itu seolah hanya tercipta untuk Caelia dan tidak bisa dibaca oleh siapapun selainnya.
"Tuliskan." Desis Daniel.
Caelia yang baru sadar bahwa Daniel hanya mampu melihat kertas kosong segera meraih sebuah kertas dan pena yang ada di atas nakas, kemudian menyalinnya.
"Cy…A? Tidak ada lanjutannya?" tanya Daniel.
Caelia melirik buku di genggamannya, kemudian kembali menuliskan sesuatu.
"Itu terusannya, Om." Katanya dengan wajah yang polos.
Daniel mencoba berpikir sejenak, kemudian tersenyum sinis sewaktu menemukan jawabannya. "Aeras adalah air. Terbaca seperti Cya, tetapi sebenarnya tidak. Kata Cy memiliki artinya sendiri. sedangkan A nya dari kata Aeras yang sengaja dipisah." Jelas Daniel.
Hal itu menimbulkan sebuah pertanyaan baru di dalam benar Caelia. "Lalu, Cy artinya apa Om?"