"Kau kemarin pulang dengan siapa?" Suara Cerry, sahabatnya mengejutkan Caelia. Gadis itu menoleh, mendapati sahabatnya sedang berdiri sembari mengerucutkan bibirnya.
"Ada apa Cerry? Apa Caeya melakukan kesalahan?" Tanya Caelia mendapati raut wajah Cerry yang marah.
"Dengan siapa kau pulang kemarin?!" Suara Cerry meninggi, terdengar penuh kemarahan. Sedangkan Caelia sedikit kebingungan.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Caelia mengangkat sebelah alisnya.
"Banyak rumor yang mengatakan kalau kau adalah simpanan Mr. Nathan... apa benar? Mereka kemarin melihatmu dengan Mr. Nathan pulang bersama." Cerry berkata panjang lebar, mencecar Caelia dengan kata-kata yang membuat Caelia kebingungan.
"Mr. Nathan? Apa yang kau katakan sebenarnya?" Caelia mencoba mengingat. Kemarin, dia memang bertemu dengan Mr. Nathan saat pulang sekolah. Tetapi, dia tidak pulang dengan pria itu melainkan dengan kembarannya....
Daniel.
"Astaga, jadi kau pikir Uncle Daniel adalah Mr. Nathan?" Tawa Caelia tiba-tiba mengudara. Cukup keras hingga Cerry merasa malu.
Banyak siswa yang saat ini sudah memperhatikannya. Menjadikan Caelia fokus utamanya. Beberapa mulai bisik-bisik, membicarakan Caelia.
Rumor tentang kedekatan Caelia dan Nathan sudah tersebar ke seluruh penjuru sekolah. Bahkan, para guru sekalipun sudah termakan rumor tersebut.
Hal itu membuat banyak pandangan tak suka pada Caelia. Dengan mata menyipit yang memperjelas ketidaksukaannya, mereka memandang Caelia yang sedang tertawa.
Caelia tidak mempedulikan hal itu. Sifat dasarnya yang cuek dan cenderung tidak peduli membuat gadis itu jarang memperhatikan sekitar. Bahkan, setiap dirinya menjadi bahan pembicaraan seperti saat ini, Caelia memilih untuk menutup kedua telinga dan matanya. Dia malas berurusan dengan sesuatu menurutnya tidak penting. Bagaimanapun juga, nyaman adalah sesuatu yang sangat mahal dan harus Caelia pertahankan.
"Kemarilah biar Caeya ceritakan semuanya." Gadis muda itu membawa Cerry menuju kelas. Keduanya duduk bersebelahan.
Mata Cerry masih menunjukkan bahwa gadis itu kesal. Dia merasa khawatir pada sahabatnya satu ini. Caelia yang cenderung cuek dengan sekitar, terkadang membuat Cerry tak bisa tenang.
Di saat banyak orang mencoba menghancurkan Caelia, gadis itu tak peduli. Tetapi tidak dengan Cerry. Dia tidak bisa tinggal diam. Sebagai seorang sahabat, Cerry tentunya tidak suka apabila sahabatnya di sakiti orang lain.
Caelia membuka ponselnya. Pada layar utama ponsel berwarna pink milik gadis itu, terdapat foto sepasang kekasih yang sangat mesra. Dimana si gadis meletakkan kepalanya pada pundak sang pria, seolah menegaskan bahwa pria tampan itu adalah miliknya.
"Kau dan Mr. Nathan... adalah sepasang kekasih?" Tanya Cerry dengan suaranya yang pelan. Dia mencoba untuk tidak mengundang kericuhan di kelas.
"Ck! Itu bukan Mr. Nathan... itu kembarannya, Daniel!" Kesal Caelia.
Cerry mengangkat sebelah alisnya. Dia tahu jika Nathan memiliki kembaran. Tetapi, menurut sepengetahuannya dan berita yang beredar, Daniel tidak berada di Manhattan. Dia pergi untuk berobat setelah kematian ibunya.
"Mr. Daniel di Manhattan? Dia kekasihmu?" Tanya Cerry, memastikan.
Caelia menganggukkan kepalanya ringan. "Dia kekasihku. Kau tidak percaya?"
"Bukankah Mr. Daniel sedang berobat di luar negeri karena kejadian tiga tahun yang lalu? Dimana ibunya meninggal karena kecelakaan hebat?"
Kini, giliran Caelia yang terlihat kebingungan. "Apa separah itu kondisi Uncle Daniel sampai harus berobat?" Lirihnya. Dia melihat Daniel sebagai sosok menyeramkan yang tak takut terhadap apapun. Mendengar berita bahwa Daniel sepertinya menderita setelah kematian ibunya, Caelia merasa ragu.
"Kau tidak tahu? Banyak sekali pemberitaan yang mengatakan bahwa Daniel hampir gila setelah kehilangan ibunya. Bahkan, katanya dia sampai harus rutin mengunjungi psikiater." Jelas Cerry.
Caelia terdiam. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Dia kekasihku, tetapi mengapa aku seperti tidak mengenalnya?"
"Kau harus sering-sering menonton berita jika berpacaran dengannya." Nasehat Cerry.
Tiba-tiba, Cerry terdiam. Dia mencoba mencerna ucapannya sendiri. "Kau benar-benar berpacaran dengannya?!" Teriak Cerry histeris.
Caelia mengendikkan bahunya. Menjelaskan sampai jungkir balik pun Cerry tak akan percaya jika gadis itu tak ingin mempercayainya.
"Kau memiliki nomor handphone nya?" Caelia mengangguk. Dia menunjukkan nomor handphone Daniel beserta riwayat panggilan dan pesan yang pria itu kirimkan padanya.
"Gila dingin sekali seperti es batu." Komentar Cerry saat melihat pesan Daniel yang cukup dingin.
"Tidak apa-apa, yang penting dia cinta Caeya." Kata Caelia dengan percaya diri.
"Kau benar-benar kekasihnya?" Tanya Cerry lagi, untuk kesekian kalinya.
Caelia menghela napasnya. Dia mengangguk, mengiyakan.
Plak!
"Aw!" Caelia meringis kesakitan mendapati pukulan dari Cerry, sahabatnya.
"Apa masalahmu?!" Kesal Caelia.
"Dia sudah dua puluh delapan tahun, Caelia! Selisih usia kalian sepuluh tahun! Saat kau masih di dalam kandungan, dia sudah sekolah dasar!" Sentak Cerry.
"Jodoh tidak mengenal usia, Cerry." Balas Caelia dengan santainya.
"Wah, kau sudah gila, Caelia! Bisa saja dia pedofil! Bisa saja dia hanya memanfaatkan tubuhmu." Cerry berusaha menakut-naluri Caelia. Sayangnya, Caelia terlihat seolah tidak peduli. Dia tetap cuek dan tak menggubris ucapan Cerry.
Caelia berpikir sejenak. "Aku rasa tidak. Sepertinya Caeya yang memanfaatkan tubuhnya. Dia tampan, sexy, dan—"
"Aw!" Kembali, kepalanya di pukul oleh Cerry cukup keras.
"Sadarlah, kau masih delapan belas tahun! Minum alkohol saja kau belum boleh!" Ketus Cerry, mencoba menyadarkan sahabat gila nya ini.
"Uncle Daniel bilang, dia akan menunggu dua tahun lagi. Katanya kita boleh melakukannya nanti saat dua puluh tahun." Kata Caelia.
Cerry membelalak. "Hubungan kalian sudah sampai sejauh itu?" Tanya Cerry.
Caelia tersenyum manis. "Aku bahkan sudah datang ke rumahnya, bertemu dengan Tuan Adyatama..." Caelia menyombongkan diri.
"Apa Tuan Adyatama se menyeramkan yang di diberitakan? Katanya, mata Tuan Adyatama sangat tajam." Tanya Cerry.
Caelia mengangguk cepat. "Itu benar. Matanya sangat amat tajam. Aku sampai takut melihatnya. Aku benar-benar tak berani menatapnya." Jawab Caelia.
"Bagaimana jika ternyata dia sudah memiliki kekasih? Kau tahu, ada banyak rumor yang membahas mengenai hubungannya dengan salah seorang model sexy papan atas." Ucap Cerry. Giliran dia yang membuka ponselnya, menunjukkan berita mengenai apa yang barusan dia katakan pada Caelia.
Membaca berita itu, Caelia mengeryitkan keningnya. "Ih, Uncle Daniel hanya milik Caeya! Tidak boleh milik siapapun. Caeya akan memberi pelajaran pada siapapun itu." Kesal Caelia.
Matanya terlihat penuh dengan percikan amarah.
Dia bertekad akan memberi pelajaran pada siapapun yang berani dekat dengan Daniel.
***
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Caelia sejak tadi termenung di kelasnya. Para siswa saat ini sudah bersiap untuk pulang, meninggalkan kelas. Sedangkan Caelia masih sibuk mencoba menghubungi Daniel yang sejak tadi tak bisa dihubungi.
"Apa masih tidak bisa dihubungi?" Tanya Cerry di sampingnya. Dia sudah siap dengan barang-barangnya. Bahkan, Jerry sudah menunggu di pintu untuk pulang bersama.
"Iya— eh, ini tersambung!" Caelia terlihat penuh antusias menyadari usahanya tidak sia-sia.
"Om? Sedang ada dimana? Kenapa lama angkat telepon dari Caeya?" Gadis itu segera melontarkan banyak pertanyaan pada Daniel.
"Sibuk." Hanya satu kata yang terdengar sebagai jawaban. Meski begitu, Caelia tidak menyerah.
"Jemput Caeya. Mom tidak bisa menjemput Caeya karena sedang sakit." Rengek Caelia.
Terdengar helaan napas berat dari balik telepon. Sepertinya, Daniel sedang sangat sibuk hingga berat hati menjemput Caelia.
"Tunggu saya tiga puluh menit."