"Kapan kita akan menikah, Om?" Daniel terkejut mendapati Caelia yang tiba-tiba berada di sampingnya. Entah kapan gadis itu muncul, yang jelas Daniel tidak menyadarinya.
Beberapa hari ini, Daniel disibukkan dengan segala macam pekerjaannya. Terlebih, dia sedang meneliti mengenai mesin waktu. Daniel terus mempelajari segala hal yang berhubungan dengan buku Arcoíris milik Caelia.
Selain itu, dia juga sibuk mengurus perjodohannya dengan Caelia. Butuh waktu yang lumayan lama untuk meyakinkan Azalea bahwa Daniel benar-benar menginginkan gadis itu.
Selain itu, butuh waktu yang cukup lama untuk meyakinkan keluarganya bahwa dia bukan seorang pedofil.
Daniel menginginkan Caelia bukan karena nafsu semata. Tetapi, dia membutuhkan gadis itu untuk bisa menembus perjalanan waktu yang sedang dirinya rencanakan.
Dan sekarang, Daniel tengah berada di dalam kantor Nathan, mengobrol dengan kembarannya.
Otak Nathan yang cukup cerdas akan membantu Daniel untuk mengembangkan alat penjelajah waktu yang tengah mereka rancang sedemikian rupa. Hal itu membuat si kembar akhir-akhir ini jadi lebih sering bersama.
Melihat Caelia yang kini berdiri di depannya, Daniel sedikit kebingungan. Dia melirik Nathan, meminta penjelasan. Pasalnya, Daniel tidak memanggil Caelia. Bahkan, menghubunginya saja tidak. Hari ini Daniel sedang sangat sibuk. Rencana menemui Caelia nanti, pulang sekolah.
"Aku yang memberitahunya kalau kau ada di sini." Kata Nathan, memberi penjelasan pada kembarannya.
Caelia duduk di samping Daniel dengan wajah yang terus memperhatikan calon suaminya.
Sedangkan Daniel kini menghela napas berat, melirik Caelia dengan tatapan dingin. Daniel sedang dalam suasana hati yang buruk karena percobaannya gagal berkali-kali. Padahal, masih banyak step yang harus dirinya lakukan untuk mengembangkan sebuah mesin waktu sesuai keinginannya.
"Nanti, tunggu kau besar." Jawab Daniel dingin.
Caelia mencebikkan bibirnya, merasa tidak suka dengan jawaban pria tersebut. "Caeya udah besar kok sekarang." Kata gadis itu.
Daniel berdecak, memandang Caelia dingin. "Tunggu kau dewasa." Ucapnya lebih dingin lagi.
Caelia mengerucutkan bibirnya, merasa kesal. Dia mendengus, kemudian melirik sesuatu yang sejak tadi tengah dibahas oleh kedua pria tampan itu.
"Caeya rasa, Caeya pernah melihat rumus fisika itu." Gumam Caelia sembari memandangi sebuah kertas yang berisi banyak rumus. Sepertinya, Daniel sedang mencari sebuah rumus formula yang tepat.
Mata Nathan dan Daniel sama-sama terarah pada Caelia, meminta penjelasan.
"Sebentar, Caeya harus ke kelas terlebih dahulu untuk mengambil bukunya." Kata Caelia dengan polosnya.
Sewaktu gadis itu berdiri, roknya tersikap secara tidak sengaja. Buru-buru, Daniel menutupnya, menariknya kebawah agar pantat gadis itu tak terlihat.
Sebelum Caelia sempat berjalan menuju pintu ruangan Nathan, Daniel segera melepaskan jaketnya, menghampiri Caelia dan melingkarkan jaketnya pada pinggang gadis itu.
Senang? Tentu saja!
Hati Caelia berbunga-bunga. Bagaikan memiliki taman bunga pribadi. Gadis itu menarik kerah kaos Daniel, mengecup pipinya seraya mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih, Om. I love you!" Teriak Caelia sembari keluar dari ruangan Nathan, berlarian kecil menuju kelasnya.
Daniel mendengus. Dia kembali duduk, memandangi kembarannya yang kini menahan tawa.
"Ekhem... mengaku lah, kau sudah jatuh cinta dengannya 'kan?" Goda Nathan.
Mata Daniel berputar malas, merasa jengah dengan pertanyaan tersebut. "Diamlah sialan!"
***
"Mau kemana?" Ketua kelas Caelia, Rench menghadang gadis itu di depan pintu.
Caelia terlonjak kaget, nyaris saja menjatuhkan buku di tangannya. "Ke... kantin. Lagipula, sedang jam kosong." Jawab Caelia, berbohong.
Rench mengamati pergerakan Caelia sebelum akhirnya membuka mulutnya kembali. "Jangan terlalu lama, setengah jam lagi guru sains akan masuk."
Mendengar hal itu, Caelia mengangguk sembari tersenyum hangat. "Tolong telefon aku jika guru sains sudah masuk, Rench. Aku jika sudah belajar suka lupa waktu." Ucapnya.
Rench, pria tampan berambut pirang tersebut hanya berdeham menanggapi teman sekelasnya itu. "Hm."
"Terima kasih, Rench. Kalau begitu aku akan pergi dulu. Bye!" Caelia berjalan cepat meninggalkan Rench sembari melambaikan tangannya.
Gadis itu melangkah menuju ruang kepala sekolah, dimana Daniel dan Nathan berada.
Sesaat setelah mengamati sekitar dan memastikan tak ada siapapun yang melihatnya, barulah Caelia masuk dengan cekatan.
Dia menutup pintu ruangan Nathan, kemudian duduk di dekat Daniel.
"Sebentar, biar Caeya cari dulu." Gadis itu membuka buku tersebut, mencari lembar dimana dia pernah melihat rumus yang sedang Daniel kerjakan.
Sedangkan Nathan di depannya mengerutkan kening, kebingungan dengan Caelia yang sibuk membuka buku kosong.
"Apa yang dia cari? Semua halamannya kosong." Bisik Nathan pada Daniel.
Daniel lupa menjelaskan mengenai hal ini. Dia menghela napasnya, menatap Nathan sejenak sebelum menjawab. "Hanya dia yang bisa membaca buku tersebut. Hanya dia yang bisa melihat tulisan di dalamnya."