"Jadi, buku ini membahas mengenai pelangi?" Bukannya buku yang dia lihat, justru wajah tampan Daniel yang tak henti-hentinya dia perhatikan. Gadis muda itu sangat mengagumi ketampanan Daniel sampai tanpa sadar tangannya ingin menyentuh wajah yang membuat dirinya seringkali terlena.
"Apa kau sudah membacanya?" Suara Daniel yang terdengar dingin dan menusuk membuat Caelia tersadar dari segala khayalan panasnya mengenai pria tampan di sampingnya tersebut.
"Sudah. Caeya pikir, ini buku mengenai dunia paralel. Ternyata, Caeya salah. Ini tentang pelangi ya jadi..." kata Caelia.
"Kau membaca semuanya?" Tanya Daniel lagi.
Caelia menggeleng. "Caeya mencoba membacanya. Tetapi, seperti yang Caeya katakan sewaktu itu, buku ini terlalu rumit untuk di mengerti. Caeya hanya membaca judul dan beberapa halaman yang menggunakan bahasa Yunani. Sisanya, sangat merepotkan." Jawab Caelia.
"Mengenai apa halaman yang kau baca?" Daniel belum membuka buku tersebut sama sekali. Dia hanya memegangnya dan terus memandang sampul buku yang sedikit misterius untuknya.
"Dunia paralel. Jadi, di halaman 245 menjelaskan mengenai sebuah dunia yang saling bertumpuk. Hanya kata itu yang Caeya tahu. Dan di situ, Caeya hanya bisa memikirkan mengenai dunia paralel." Jawab Caelia.
"245?" Gumam Daniel. Jari-jari kekarnya mulai membuka buku tersebut secara perlahan.
Sesuatu yang mengejutkan untuknya membuat pria tampan itu membeku di tempat. Buku yang dia pegang saat ini...
Kosong.
Tanpa tulisan sedikitpun.
Benar-benar kosong.
Hanya berisi kertas lusuh berwarna kecoklatan.
"Kenapa kosong bukunya?" Kedua alis Daniel terangkat bersamaan. Memperlihatkan betapa dia heran dengan buku di tangannya.
"Kosong? Itu ada tulisannya." Sahut Caelia. Jarinya menunjuk pada halaman buku yang terdapat banyak tulisan dengan bahasa asing.
"Ini kosong, Caeya." Ucap Daniel lagi.
Di mata pria itu, buku ini benar-benar kosong tanpa ada satupun coretan pena di dalamnya. Berbeda dengan yang ada di penglihatan Caelia. Gadis itu melihat keseluruhan isi buku dengan sangat jelas.
"Ada tulisannya, Om. Kenapa Om gak percaya?" Balas Caelia. Keduanya sama-sama kebingungan. Baik Daniel maupun Caelia mengangkat alisnya bersamaan.
"Ini kosong, Caelia." Ulang Daniel lebih tegas lagi.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" Lirih mereka bersamaan.
Caelia mencoba mengambil alih buku yang ada di tangan Daniel. Dia membuka satu persatu halamannya, melihat keseluruhan tulisan yang ada.
Sedangkan Daniel... dia benar-benar hanya melihat kertas lusuh yang kosong. Tanpa sedikitpun tulisan di dalamnya.
"Om gak melihat tulisan apapun di sini?" Daniel mengangguk.
"Kau melihat banyak tulisan di sini?" Giliran Caelia yang mengangguk.
Tiba-tiba saja, suara benda jatuh membuat keduanya sama-sama menoleh bersamaan.
"Aw! Sial! Aku ketahuan." Rupanya, Nathan sedang mengintip di balik celah pintu yang ada. Pria tampan itu memijat kepalanya yang terasa pening karena kejatuhan sebuah ornamen kayu dari rak yang menempel di dinding.
"Nathan, kemarilah!" Mendengar perintah dari kakak kembarnya, Nathan dengan rasa takutnya mendekati sang kakak.
"Aku tidak melihat apapun! Sungguh!" Nathan mengangkat tangannya, seolah bersumpah.
"Baca buku ini!" Daniel mengambil alih buku tersebut dari tangan Caelia, kemudian memberikannya pada Nathan.
Dengan rasa heran yang menyelimuti, Nathan mulai membukanya. "Apa yang harus di baca? Ini kosong." Jawab Nathan, membuat Caelia terkejut dibuatnya.
"Kosong?" Lirih Caelia. Suaranya terdengar hingga ke telinga Nathan yang mulai sedikit bertanya-tanya. Dia bukan pria bodoh yang tidak peka terhadap keadaan.
"Keluarlah, jangan mengintip lagi, sialan!" Pinta Daniel. Nathan terkekeh. Pria itu segera keluar dari sana, meninggalkan Daniel dan Caelia berdua di dalam kamar.
"Aku orang yang logis asal kau tahu, Caeya. Jadi, katakan padaku apakah kau berbohong?" Caelia terkejut saat mendapati Daniel mencurigainya.
Dia bahkan sedikit tidak suka mendengarnya. Bagaimana mungkin Caelia mengarang cerita dengan mengatakan bahwa buku itu memang memiliki banyak tulisan?
"Aku tidak berbohong, Om! Sungguh! Caeya tidak berbohong!" Kata Caelia penuh keyakinan.
Daniel menyipitkan matanya, mencoba menelisik kebohongan pada diri gadis itu. Dan sialnya, Daniel tidak menemukan apapun. Caelia terlihat sedang mengatakan kebenaran. Tak ada sedikitpun dusta dari kata-kata yang keluar melalui bibir manis itu.
"Caeya tidak berbohong, Om. Caeya berani bersumpah atas nyawa Caeya sendiri. Di sini—" gadis itu kembali mengambil alih buku itu, membuka satu demi satu halaman.
"Di sini ada sebuah gambar pelangi dengan tulisan Yunani yang cukup rumit. Dan entah mengapa, tulisannya tidak bisa di artikan melalui google translate." Caelia menunjuk sebuah tulisan pada lembar pertama, kemudian beralih ke lembar yang cukup banyak.
"Dan di sini, terdapat tulisan yang mirip. Seperti pengulangan kalimat." Katanya.
"Bisa kau tuliskan ulang di sini?" Daniel meraih sebuah kertas dan bolpoin. Dia memberikannya pads Caelia.
Dengan segera, Caelia mencoba menyalinnya. Semampu yang dia bisa demi membuktikan pada Daniel bahwa dia berbohong.
Daniel mengetahui dengan baik riwayat hidup Caelia. Dia tidak pernah memiliki setifikat bahasa manapun kecuali bahasa Inggris dan Indonesia.
'Ο κόσμος είναι σαν ουράνιο τόξο.'
"Dunia bagaikan sebuah pelangi?" Daniel mencoba membacanya semampunya.
"Om bisa bahasa Yunani?" Caelia terkesima dengan keistimewaan Daniel yang satu ini.
"Hm." Balas Daniel.
Sebagai seorang ilmuwan, otak Daniel adalah jenius. Pria itu menguasai banyak sekali bahasa. Bahkan, hingga bahasa Latin sekalipun.
'αίμα, ήλιος, γρασίδι, νερό, όλα δίπλα -δίπλα'
"Darah, matahari, rerumputan, air, semua berdampingan?" Lanjut Daniel.
Dia mengambil alih buku tersebut, kemudian mengambil bolpoin yang sedang Caelia gunakan. "Mau apa Om?" Tanya Caelia bingung.
"Membuktikan sesuatu." Jawab Daniel dengan suaranya yang sangat tegas.
Caelia hanya diam. Bahkan, di saat dia melihat ujung bolpoin itu mulai menyapu kertas lusuh buku kesayangannya, gadis itu tetap diam.
Matanya kemudian beralih pada coretan yang Daniel buat disana. Coretan itu menghilang dalam sekejap. Seolah lenyap begitu saja tanpa jejak sedikitpun.
"Fuck!" Umpat Daniel, mengungkapkan rasa terkejutnya.
Mulut Caelia terbuka sempurna, tidak menyangka Daniel bisa mengumpat. "Caeya kira, Om tidak bisa mengumpat." Kata Caelia seolah umpatan Daniel lebih mengejutkan dibanding bolpoint yang terserap oleh kertas tersebut.
"Buku apa ini Caeya?" Daniel tidak mempedulikan ucapan Caelia sebelumnya. Dia terlalu fokus dengan hal diluar nalar yang baru saja dia terima saat ini.
"Caeya tidak tahu. Caeya mendapatkannya dari Grandma. Katanya, buku itu harus Caeya jaga." Jawabnya dengan wajah yang polos.
Daniel menggeleng pelan. Dia masih tidak habis pikir dengan apa yang dirinya alami saat ini. Benar-benar di luar logika.
"Apa saya boleh bertemu dengan Nenekmu?" Tanya Daniel.
Caelia menggeleng pelan. "Grandma sudah tidak ada..."
Helaan napas berat terdengar dari keduanya. Mereka sama-sama tidak menyangka dengan apa yang terjadi hari ini.
"Caeya, kau percaya pada perjalanan waktu?" Caelia mengangguk cepat. Dia sangat mempercayainya terlepas dari kecilnya kemungkinan yang ada.
"Caeya percaya. Grandma pernah menceritakannya pada Caeya." Jawab Caelia.
Sejenak, Daniel terdiam. Membisu sembari terus menjentikkan jarinya. Itu adalah ciri khas Daniel saat sedang berpikir.
"Kita harus mewujudkannya."