Bibirnya mengerucut dengan manik yang terus berputar kesana-kemari. Suasana sedang sangat canggung saat ini. Dimana Caelia, gadis dengan dress berwarna peach tanpa lengan sedang berdiri di tengah ruang keluarga Mansion Adyatama. Ini adalah sesuatu yang tak pernah terpikir olehnya di sepanjang dia hidup.
Di depannya ada Evanne, perempuan yang menjadi CEO dari perusahaan Adyatama. Perusahaan properti yang cukup besar hingga kancah internasional. Di samping Evanne, ada Yudistira, konglomerat dengan kekayaan terbanyak nomor tiga puluh di dunia.
Tak pernah terpikir sekalipun di benaknya bisa bertemu dengan orang-orang hebat dibalik rumah yang dia tinggali saat ini. Caelia sampai tidak berani menatap mereka, takut dengan aura mengintimidasi yang ada. Salah kata satu saja, bisa-bisa Caelia di usir dari tempat tinggalnya dan berakhir menjadi gelandangan.
'Bisa-bisanya aku berharap menjadi menantu keluarga Adyatama.' Rutuk Caelia di dalam hatinya.
Berbeda dengan Caelia yang sangat gugup, Evanne dan Yudistira saat ini sama-sama terkejut melihat wajah gadis itu. Benar-benar mirip dengan Caelia yang meninggal dan menjadi korban kecelakaan tiga tahun lalu.
Yudistira sempat melihat jasad korban kecelakaan tersebut. Dan wajahnya masih sangat jelas di dalam ingatannya. Tak pernah sekalipun Yudistira melupakannya karena rasa bersalah yang ada. Dia berjanji akan terus mengingat gadis sebagai bentuk pertanggung jawaban atas tragedi hari itu.
"Kau Caelia?" Tanya Yudistira.
Suara Yudistira yang terdengar sangat dingin membuat Caelia menelan ludahnya susah payah. Tangan gadis itu kini mencekram bagian belakang kaos yang digunakan Daniel, menunjukkan rasa takutnya yang sangat besar.
"I-iya Tuan Adyatama yang terhormat." Jawab Caelia. Suaranya bergetar, nada bicaranya sangat tegas dan formal.
Mendengar itu, Nathan tak bisa menyembunyikan tawanya. "Astaga, Caelia... kau tidak perlu terlalu serius seperti itu. Keluarga kami bukan keluarga menyeramkan seperti yang ada di pikiranmu saat ini."
"Benarkah, Mr. Nathan?" Fokus Caelia berubah seketika setelah mendengar ucapan Nathan tersebut.
"Iya. Jika kau berkelakuan buruk, kau hanya akan dimasukkan ke dalam kandang buaya yang ada di halaman belakang. Dan jika Papa tidak menyukaimu, kau hanya akan dimasukkan ke dalam kolam piranha yang ada di samping kandang buaya." Jawab Nathan.
Caelia membelalak kaget mendengarnya. Dia segera bersimpuh tanpa sebab di depan Yudistira. "Maafkan saya, Tuan Adyatama yang terhormat. Saya ke sini hanya ingin menemui putra Anda yang terlalu tampan." Cicit Caelia sembari bersimpuh.
Semua yang ada di ruangan tersebut dibuat kaget olehnya. Nathan tentu saja mengatakan hal itu hanya sebagai bahan bercandaan semata. Tidak pernah dia kira bahwa Caelia akan seserius itu menanggapinya.
Sontak, Evanne melirik Nathan sangat tajam, seolah menyalahkan adik bungsunya itu karena telah menggoda Caelia.
"Berdirilah, Caelia. Nathan hanya bercanda." Evanne menuntun Caelia untuk kembali berdiri. Dia merasa tidak enak dengannya.
Candaan Nathan terkadang memang terlalu berlebihan.
"Jadi, kau Caelia? Apa kau sadar kalau kau mirip dengan dia?" Tanya Yudistira saat Caelia sudah kembali ke posisinya semula.
Caelia mengangguk pelan. Dia masih ragu untuk menatap mata Yudistira yang terlampau tajam. Mata Daniel saja baginya sudah cukup tajam meskipun memang sangat menggoda. Dan setelah melihat Yudistira, dia sadar bahwa mata Daniel tidak ada apa-apanya.
"Saya sangat sadar, Tuan—"
"Tidak perlu memanggil saya dengan sebutan seformal itu, Caelia. Cukup panggil saya Paman saja." Potong Yudistira yang merasa tidak suka saat Caelia memanggilnya dengan sebutan yang sangat formal. Seolah gadis itu adalah seorang pelayan di mansionnya.
"Apa boleh, Paman? Apa nanti saya akan di masukkan ke dalam kolam piranha jika saya memanggil Anda dengan sebutan Paman?" Rupanya, Caelia masih parno dengan ucapan Nathan sebelumnya. Gadis itu masih terlihat sedikit ketakutan.
"Tidak ada kolam piranha atau kandang buaya di sini, Caelia. Yang ada justru di rumah pribadi Daniel. Kandang singa." Kata Evanne. Dia menggandeng tangan Caelia untuk duduk di sofa. Seketika itu juga, yang lain mengikuti.
Daniel tentunya tetap berada di samping Caelia. Dia takut keluarganya mengadu hal yang tidak penting. Mengatakan bahwa Daniel sering bermimpi buruk dan yang lainnya.
"Benarkah, Om?" Seluruh orang tertawa bersamaan mendengar Caelia memanggil Daniel dengan sebutan tersebut. Tawa mereka benar-benar pecah saat ini.
Sedangkan Daniel yang sedang ditertawakan hanya mendengus kesal. Ingin rasanya dia menutup mulut Caelia agar tidak menggilanya dengan sebutan itu di depan keluarganya.
"Hm." Daniel hanya berdeham karena suasana hatinya memburuk.
"Apa Caeya boleh melihatnya nanti?" Pria tampan dengan rambut coklatnya itu sedikit terkejut. Dia kira, Caelia akan ketakutan. Tetapi, gadis itu justru terlihat penasaran.
Kembali, Daniel berdeham. Hal itu membuat Caelia tersenyum sangat senang.
"Apa Paman boleh bertanya sesuatu?" Caelia kini kembali berfokus pada Yudistira.
Dengan ketakutan yang dia tekan sangat dalam, Caelia memberanikan diri menatap pria paruh baya tersebut. "Boleh, Paman... silahkan bertanya." Jawab Caelia.
"Apa Daniel memperkosamu? Atau melakukan hal yang tidak baik padamu sehingga kau mau dengannya?" Jika saja saat ini Caelia sedang meninum air putih, dipastikan air itu akan menyembur hingga ke wajah Yudistira. Caelia sangat terkejut!
"Tidak Paman. Om Daniel orang yang baik. Dia sangat sopan pada Caeya." Jawabnya.
Yudistira merasa lega mendengarnya. Dia hanya takut Daniel menjadi pria yang tidak benar setelah kematian ibunya yang membuat anak keduanya itu benar-benar hancur.
"Paman lega mendengarnya." Ucap Yudistira.
"Apa Papa sudah selesai menginterogasinya? Daniel akan membawanya ke kamar setelah ini." Sahut Daniel.
Mendengar ucapan Daniel, semua orang yang ada di sana segera mengarahkan pandangannya pada pria itu. Seolah menjadi Miss Indonesia, seluruh mata benar-benar tertuju pada Daniel.
Belum selesai di sana rasa terkejut yang mereka dapati. Karena ada sesuatu yang berhasil membuat seluruh mata itu membelalak secara bersamaan. Yaitu, saat Caelia dengan mudahnya bertanya. "Apa kita akan bercinta Om?"
Tanpa mengatakan apapun, Daniel segera mencekal tangan Caelia, membawanya menuju kamarnya. Sayup-sayup, Daniel bisa mendengar teriakan keluarganya yang heboh.
"Awas saja jika kau macam-macam, Daniel!" Teriak Yudistira.
"Wow! Jangan lupa kunci pintu kamarnya, Daniel!" Sahut Nathan.
Daniel tidak mempedulikan semua itu. Karena yang ada di pikirannya bukan seperti yang mereka pikirkan.
Sebuah kamar bernuansa hitam keduanya masuki. Terdapat sebuah ranjang besar di tengah ruangan tersebut. Saat lampu di nyalakan, barulah penampakan kamar itu semakin jelas masuk ke dalam netra royal blue milik Caelia.
Gadis itu terpesona dengan kamar Daniel yang cukup rapi. Berbeda dengan kamar teman laki-lakinya yang terkadang sangat berantakan.
"Apa kita akan benar-benar bercinta?" Caelia kembali bertanya dengan wajahnya yang polos.
Daniel hanya melirik gadis itu sangat tajam, kemudian duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari sana. "Bukunya." Tagih Daniel.
Caelia barulah mengerti. Daniel mengajaknya ke kamar untuk membahas mengenai buku yang diminta oleh pria itu.
Gadis cantik itu segera merogoh tasnya, mengambil sebuah buku tebal dari sana. Dia berjalan mendekati Daniel, duduk di sampingnya dan memberikan buku itu pada sang pria.
Setelah menerima buku tersebut, Daniel terus mengamati kata Arcoíris yang ada di sampul kumuh buku itu. Hingga akhirnya, dia menemukan jawaban atas pertanyaannya kemarin.
"Apa kau tahu arti Arcoíris?" Tanya Daniel pada Caelia yang hanya menggeleng pelan.
"Memangnya apa artinya?" Caelia balik bertanya.
"Artinya adalah pelangi."