"Mom! Caeya jatuh cinta!" Teriakan gadis muda berambut royal blue tersebut menggema ke seisi ruangan. Caelia- nama gadis cantik tersebut segera menghampiri ibunya dan mendekapnya sangat erat.
Azalea, ibunya Caelia tentu sangat terkejut. Dia bukan terkejut karena mendengar anaknya jatuh cinta. Tetapi, dia terkejut saat Caelia tiba-tiba menabrak dirinya.
Caelia adalah gadis muda. Dia seringkali berteriak seperti itu. Mengatakan bahwa dirinya sedang jatuh cinta. Padahal, pada kenyataannya, perasaan itu lama kelamaan pudar dengan sendirinya, terganti dengan perasaan jijik yang ada. Batas waktunya bisa diperkirakan oleh Azalea. Sekitar tiga minggu lamanya.
"Ya, ya, nanti tiga minggu kemudian kau akan berkata kalau kau menyesal mencintainya. Begitu, Caelia?" Balas Ibunya.
Caelia mendengus. Kali ini itu tidak akan terjadi. Dia sudah bertekad. "Tidak akan terjadi, Mom! Cinta yang kali ini, akan Caeya pertahankan hingga dua tahun kedepan!" Kesalnya karena sang ibu meremehkannya saat ini.
Azalea hanya tertawa kecil mendengar ucapan putrinya. Dia menuntun Caelia untuk duduk di sofa, kemudian memijat tangannya. "Ya, ya... Mom iyakan saja." Ucapnya dengan nada meremehkan seolah tak mau percaya.
Caelia semakin dongkol dibuatnya. "Mom! Caeya serius, tidak main-main. Kali ini, calon menantu Mom bukan pria sembarangan." Caelia terlihat sangat antusias. Gadis itu bagaikan api yang membara dengan semangat penuh yang terus berkobar.
"Apa dia adalah idolamu? Atau... lulusan sekolahmu? Atau... salah satu mahasiswa tempatmu ingin berkuliah?" Tanya Azalea. Dia menunjukkan ketertarikannya terhadap cerita Caelia. Baginya, ini hal yang harus dimiliki seorang ibu. Bisa membuat putrinya nyaman saat bercerita.
"Tidak. Dia adalah Om-Om berusia dua puluh delapan tahun. Sangat tampan, jutek, dan... sexy." Mata Caelia menerawang ke udara, membayangkan sosok Daniel yang membuatnya terpesona.
"Apa putri cantik Mom sudah mulai gila? Selisih usia kalian sepuluh tahun." Tegas Azalea setelah mendengar ucapan putrinya yang sedikit tidak masuk akal.
"Tenang saja. Dia bukan pedofil, Mom. Dia pria yang sopan dan baik." Balas Caelia, terus memuji sosok Daniel yang menurutnya sangat sempurna.
"Berapa kali kalian bertemu?"
"Dua kali Mom." Jawaban Caelia membuat Azalea tersedak ludahnya sendiri. Baru dua kali bertemu dan Caelia sudah jatuh cinta? Bukankah itu sedikit tidak masuk akal untuk siapapun?
"Apa kau ada fotonya? Entahlah, di bayangan Mom... pria yang kau cintai adalah Om-Om buncit yang mengenakan cincin batu sangat banyak." Azalea sampai merinding setelah mengucapkan hal itu. Bayangannya benar-benar sedikit di luar batas.
Caelia berpikir sejenak. Dia segera mencari media sosial milik Nathaniel, pemilik sekolah tempatnya belajar. Di sana, Caelia bisa menemukan akun instagram milik Daniel, kembaran Nathan.
"Ini, Mom. Dia sepertinya jarang berfoto... hanya ini satu-satunya foto dirinya di antara empat ratus foto yang lain." Lirih Caelia.
Azalea segera mengambil ponsel milik putrinya, mengamati foto tersebut dengan sebaik-baiknya. Manik mata milik Azalea yang berwarna senada dengan sang putri terkejut seketika. Manik terang itu berbinar sempurna, ikut mengagumi ciptaan Tuhan yang satu ini.
"Caeya, dia terlalu tua untukmu. Biar untuk Mom saja bagaimana?" Caelia segera menepuk ringan lengan ibunya. Dia merebut ponselnya dari sang ibu, kenudian memberengut kesal.
"Enak saja, Mom! Dia milik Caeya! Namanya Om Daniel, seorang ilmuwan." Kesal Caelia.
Azalea tertawa kecil. Jika pria yang Caelia maksud setampan itu, mana bisa dia menolak? "Tapi dia terlalu tua untukmu, Caeya." Katanya.
"Lalu? Mau untuk Mom? Dia terlalu muda untuk Mom." Bela Caelia.
Azalea tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Putrinya selalu seperti ini. Berlebihan saat mencintai orang lain. Namun, cintanya tak akan bertahan lama.
"Katakan kepada Mom jika kau sudah mulai bosan dengannya, Caeya." Balas Azalea, menggoda putrinya hingga kedua pipinya memanas.
"Mom! Caeya tidak akan menyerah pokoknya! Awas saja kalau Mom berniat merebut Om Daniel dari Caeya!" Protes gadis itu.
Azalea hanya tertawa ringan mendengarnya. Dia terus menggoda Caelia hingga putrinya itu naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya.
***
Sayup-sayup angin malam mulai masuk, menyelinap ke dalam kamarnya, membuat udara terasa semakin dingin. Warna langit kian berubah, bergradasi bagaikan lukisan senja yang indah.
Gadis cantik yang saat ini tengah berdiri di balkon memperhatikan seksama bagaimana matahari tenggelam. Betapa dia sangat mencintai hal itu.
Merasa tak tahu lagi harus melakukan apa setelah matahari benar-benar tenggelam, Caelia memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan perpustakaan pribadinya.
Saat pintu kayu di dorong, bau buku-buku segera menyeruak keluar, membuat siapapun merasa kantuk saat tak memiliki antusias yang besar.
Gadis itu melangkah masuk, duduk di sebuah sofa dan meraih sebuah buku tua di samping meja nya. Buku tersebut menjadi buku kesukaannya. Bahkan, saking sukanya Caelia terhadap buku tersebut, dia sampai meletakkannya di tempat yang terpisah dan tentunya istimewa. Yaitu, di sebuah box kaca yang dilapisi beberapa permata indah.
Tangan mungil Caelia mengusap sampul buku berwarna coklat kehitaman tersebut. Beberapa ukiran di sekiranya tak bisa Caelia pecahkan sendirian. Hanya judul buku tersebut yang dapat Caelia mengerti.
'Arcoíris'
Kata yang terletak di tengah sampul buku dengan ukuran yang cukup besar.
Gadis itu mulai membuka buku tersebut. Kertas lusuh zaman dulu dalam ukuran yang cukup tebal menyambutnya. Ada sebuah gambar di sana. Yaitu, berbagai macam garis dengan banyak warna.
Di sana, terdapat sebuah tulisan yang sampai detik ini masih Caelia coba untuk mengerti. Hal tersebut yang membuat Caelia menyukai buku ini. Banyak teka-teki yang harus dia pecahkan.
"Agak merepotkan, tapi... aku menyukainya." Kata Caelia.
"Apa hubungan warna ini dengan tulisan ini sebenarnya?" Gadis itu kembali berpikir. Bahkan, hingga otaknya panas sekalipun, Caelia masih tidak memahami beberapa hal yang ada di dalam buku misterius itu.
Hingga sebuah dering ponsel tiba-tiba saja terdengar. Caelia segera meletakkan buku itu di tempatnya semula, menjawab panggilan dari entah siapa yang segera keluar dari perpustakaan pribadinya.
"Dengan siapa?" Tanya Caelia.
"Daniel." Wajah Caelia merah padam mendengar suara yang menurutnya sangat sexy. Gadis itu bahkan senyum-senyum tidak jelas sembari menggoyangkan tubuhnya.
"Ada apa Om? Apa Om merindukan Caeya?" Suara Caelia tidak dia buat-buat. Memang terdengar manja dari sananya.
Caelia bisa mendengar dengan jelas helaan napas berat dari balik layar ponselnya. "Kenapa Om? Apa Caeya salah ngomong?"
"Hm." Daniel hanya berdeham. Caelia mengerucut kesal. Dasar pria tak berperasaan.
"Om, Caeya lapar. Antar Caeya makan yuk!"
Di sisi lain, Daniel mengeryitkan keningnya mendengar ajakan gadis itu. Awalnya, dia menghubungi Caelia hanya berniat untuk memastikan bahwa nomor ponsel yang diberikan Nathan bukanlah nomor palsu.
"Sekarang?" Entah mengapa, saat mendengar ajakan dari Caelia, Daniel justru tidak bisa menolaknya. Padahal, di otaknya sudah membuat segala macam alasan untuk menolak gadis itu.
"Iyalah, sekarang! Caeya siap-siap ya, Om jemputnya di depan rumah aja, jangan turun dari mobil. Soalnya, Mommy Caeya suka sama Om." Daniel tersedak. Dia benar-benar tersedak mendengarnya.
Jadi, gadis itu menceritakan mengenai dirinya kepada ibunya?!