Chereads / Inverse : When The Past Changes / Chapter 4 - 3. Pemilik Sekolah

Chapter 4 - 3. Pemilik Sekolah

Mata tajamnya terus mengamati setiap detail informasi mengenai gadis itu. Gadis cantik berambut royal blue yang sialnya membuat Daniel merasa pusing memikirkan segala kemungkinan yang ada.

Semalam suntuk, Daniel terus mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi pada semesta. Dia mencoba mencari tahu setiap detail mengenai perempuan bernama Caelia Eloise tersebut. Dan hampir semuanya sama persis seperti apa yang dijelaskan oleh polisi tiga tahun yang lalu. Kapan gadis itu lahir, nama Ibunya, nama Neneknya, hingga kepada tanda lahirnya.

"Daniel?" Tiba-tiba saja, suara seseorang membuatnya tersentak. Daniel mendongakkan kepalanya, mendapati sang kakak yang sedang berdiri di depannya.

"Ada apa?" Balas Daniel. Dia mulai menutup laptopnya sendiri, membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas meja kerjanya.

"Kau belum tidur?" Tanya Evanne saat menyadari bahwa malam ini terasa sangat damai tanpa suara tangisan Daniel sedikitpun. Biasanya, Daniel akan menangis tengah malam karena memimpikan Ibunya.

"Sebentar lagi Daniel akan tidur. Kenapa Kakak bangun tengah malam seperti ini?" Tanya Daniel pada sang kakak.

Mendengar kata 'tengah malam' membuat Evanne tersentak. Matanya yang semula sayu karena nyawa yang belum terkumpul, kini berubah menjadi sangat segar bagaikan buah yang baru dipetik.

"Lihatlah jam, jangan kau lihat laptop mu terus. Kau selama ini pengangguran, tidak perlu sok sibuk." Cibir Evanne. Bare face kakaknya itu terlihat sangat jelas. Jika dengan make up Evanne tampak sedikit mengintimidasi, berbeda jika sedang seperti ini. Dia terlihat bagaikan gadis polos yang tidak tahu apa-apa.

Seketika, Daniel langsung melirik jam di atas mejanya. Benar, ternyata ini sudah jam tujuh pagi. Dia sudah belasan jam berada di depan laptopnya hanya untuk mencari tahu mengenai Caelia.

"Daniel akan turun setelah mandi. Makanlah terlebih dahulu." Ucapnya.

Sebelum dia pergi ke kamar mandi, pria itu masih bisa mendengar teriakan sang kakak yang menyuruhnya untuk bergegas.

***

"Caelia, awas!" Teriakan seseorang menggema ke telinga Caelia. Secara otomatis, gadis itu menoleh. Bersamaan dengan hal itu, sebuah bola melayang sempurna menghantam kepalanya.

Bug!!

"Akh!" Ringis Caelia kesakitan.

Seorang pemuda yang tadi meneriakinya mulai berlari menghampiri gadis itu. Dia merasa bersalah atas apa yang menimpa Caelia. Bola yang melayang dan menghantam kepalanya tak lain dan tak bukan adalah ulah dia.

"Kau baik-baik saja?" Tanya pemuda tersebut ragu.

Manik mata Caelia menajam seketika. Dia melirik pemuda di depannya dengan aura yang mematikan. "Ih! Kau masih bisa bertanya seperti itu?! Apa kau tidak tahu kalau aku kesakitan?!" Keluhnya disertai ringisan kesakitan.

Sifat Caelia yang sesungguhnya adalah manja. Dia gadis muda yang polos dan suka merengek. Gadis itu terkenal sangat manja bahkan dengan teman-temannya sekalipun. Meski begitu, para pria disini tetap menganggap Caelia menggemaskan. Wajah yang ayu rupawan seolah menjadi tolak ukur mereka.

"Maaf. Aku benar-benar tidak sengaja." Pemuda tersebut berusaha mendekat. Dia berniat mengecek pelipis Caelia apakah berdarah atau tidak.

"Jangan mendekat! Aku tidak suka disentuh siapapun." Ucapnya dengan nada kesal. Bibirnya sudah mengerucut menggemaskan. Manik matanya sudah menyorot sangat tajam.

Caelia selalu membatasi dirinya dengan setiap pria yang berniat mendekat. Dia merasa terlalu muda untuk memiliki kekasih dan memikirkan masalah cinta. Lagipula, baginya cinta dari sang ibu sudah lebih dari cukup.

"Oke, baiklah maaf. Jangan membenciku ya?" Tanya pemuda itu dengan raut wajahnya yang terlihat khawatir.

Caelia menggeleng tegas. "Aku membencimu, Jerry! Pokoknya aku membencimu. Awas saja jika aku terkena untuk kedua kalinya, aku akan menangis di tengah lapangan." Kesalnya.

Dia menghentakkan kedua kakinya, melangkah meninggalkan pemuda bernama Jerry yang sedang dirundung rasa bersalah.

Langkah kakinya yang pendek membuatnya berjalan tanpa arah. Caelia terus saja melangkah menyusuri koridor sekolah. Dia memang sedang tidak memiliki tujuan. Empire High School, sekolah swasta yang tergolong baru. Sekolah ini baru saja berdiri kurang lebih sepuluh tahun lamanya. Meski begitu, ketenarannya sudah dapat menyaingi sekolah-sekolah yang berusia lebih dari puluhan tahun.

Ini bukanlah sekolah sembarangan. Empire High School adalah sekolah swasta yang cukup bergengsi dengan segala fasilitas yang tersedia. Dari mulai kolam renang indoor dan outdoor, sampai ke toko buku dan supermarket. Meski sekolah ini terbilang cukup mahal, tetapi tidak hanya orang-orang kalangan atas yang bersekolah di sini. Ada beberapa penerima beasiswa yang memang setiap tahunnya dibagikan pada lebih dari seratus orang.

Sayangnya, belum ada yang tahu siapa pemilik sekolah bergengsi tersebut. Pemiliknya tidak pernah mengekspose dirinya. Bahkan, para siswanya hanya mengetahui bahwa sekolah ini dikelola oleh yayasan yang cukup terkenal.

Suara dering ponsel tiba-tiba saja membuat langkah gadis itu terhenti. Rambut birunya yang terikat rapi terombang-ambing oleh angin saat dirinya tak sengaja berhenti tepat di anak tangga pertama pada halaman belakang sekolah.

"Ada apa, Cerry?" Tanya Caelia saat mendapati sahabatnya, Cerry yang menelfonnya tadi.

"Ck! Dimana kau sebenarnya bodoh? Apa kau tidak tahu ada berita yang sangat dahsyat?!" Teriakan Cerry yang penuh antusias membuat Caelia sesegera mungkin menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Jangan berteriak, Cerry! Telinga Caelia sakit. Kau tahu? Tadi, Caelia baru saja terkena bola basket gara-gara Jerry, kakakmu." Keluhnya dengan suara yang manja.

"Ck! Memang Jerry perlu kuberi pelajaran. Dia selalu saja kurang ajar." Kesal Cerry. Dia jadi lupa dengan niatnya untuk menghubungi Caelia.

"Berhentilah berdecak. Lagipula, Cerry tidak akan berani untuk menegur Jerry. Kau selalu saja takut kepada Jerry. Berhentilah sok menjadi pahlawan." Balas Caelia yang merasa jengah mendengar sahabatnya terus berdecak seakan segala macam masalah di dunia ini sangatlah rumit.

"Tidak! Aku akan memberanikan diri dan tidak akan takut lagi pada Jerry sialan itu." Ucap Cerry dengan sombongnya.

Caelia tiba-tiba mendengarkan suara yang amat berisik. Dia sampai mengerutkan keningnya. Mereka sedang berada di sekolah yang sama, waktu yang sama dan dimensi yang sama pula. Kenapa di temoat Caelia sangat senyap tetapi di balik telepon jadi berisik sekali?

"Ada apa di sana? Kenapa berisik sekali?" Tanya Caelia.

"Oh iya! Kau harus lihat sesuatu yang sangat menakjubkan. Kau tahu? Pemilik sekolah kita akhirnya akan menunjukkan batang hidungnya. Dia akan mengekspose identitasnya, Caelia! Kau harus segera kemari dan ikut menyambutnya!" Ucapan Cerry membuat Caelia kerasa antusias.

"Dimana?" Gadis itu segera melangkah menjauh dari sana, mengikuti arahan dari Cerry yang mengatakan bahwa para siswa sedang berkumpul di halaman depan sekolah.

Memang, Caelia lebih suka menyendiri di sudut sepi sekolahan sehingga sering ketinggalan berita heboh seperti saat ini.

Hingga akhirnya, gadis cantik berambut biru tersebut telah sampai halaman depan sekolahan. Dia berada di anak tangga paling atas sedangkan para siswa yang lain sudah berhambur di bawah sana.

Manik mata Caelia terus memperhatikan seorang pria yang baru saja keluar dari dalam mobil. Melangkah sembari melepaskan kacamatanya. Seketika kacamata tersebut lepas, saat itu juga mata Caelia membelalak kaget.

"Om yang kemarin?!"