Selama upacara berlangsung, Caelia tak henti-hentinya menatap pria tampan yang rupanya adalah pemilik sekolah tempat dia menginjakkan kakinya saat ini. Gadis berambut biru dengan warna bola matanya yang senada, tak bosan-bosan memandangnya penuh makna.
Bahkan, saking fokusnya Caelia-gadis tersebut menatap pria yang saat ini sedang memberikan sebuah pengumuman sekaligus peresmian perkenalan yang ada, Cerry sampai menyadari tatapan Caelia.
Di sikutnya Caelia hingga mendengus kesal karena merasa sakit. Caelia adalah gadis manja bahkan dengan temannya sendiri. Dia seringkali merengek, marah, dan kesal tanpa sebab.
Bahkan, saat ada pelajaran olahraga sekalipun, Caelia kerap kali memilih untuk membolos karena merasa malas berada di bawah terik matahari. Satu-satunya olahraga yang Caelia sukai adalah berenang. Baginya, berenang adalah sesuatu yang menyenangkan meskipun faktanya dia tidak bisa berenang. Aneh? Memang. Tetapi, itulah Caelia.
"Sadarlah! Pemilik sekolah kita usianya sudah matang." Ucap Cerry memperingati sahabatnya yang dia pikir tengah jatuh hati. Padahal, Caelia sendiri tidak jatuh hati sedikitpun. Dia hanya ingin mengetahui mengapa pria itu kemarin mau mengantarnya.
"Jadi, namanya Nathan? Astaga... namanya saja sudah terdengar tampan." Pipi Cerry bersemu merah. Dia menegur Caelia agar mengingat usia, nyatanya dirinya sendiri justru sudah terlanjur jatuh hati pada Nathan.
"Katanya, Mr. Nathan ini sering bolak-balik sekolahan. Tetapi, kenapa kita tidak sadar ya? Apa karena menyam—"
"Bolak-balik sekolahan? Apa maksudmu?" Potong Caelia cepat. Jika memang begitu, artinya kemarin benar-benar Nathan. Hanya saja, Caelia merasa ada yang aneh. Tubuh pria yang kemarin bersama Caelia sedikit lebih besar daripada tubuh Nathan.
"Banyak yang mengatakan mereka pernah melihatnya." Jawab Cerry dengan entengnya.
Caelia mengangguk ringan. Dia kembali memperhatikannya dengan seksama sampai tanpa sadar, Nathan juga sudah mengamatinya sejak tadi.
'Daniel benar. Keduanya sangat mirip.' Batin Nathan sembari terus memikirkan mengenai perempuan manis ini.
***
Sejak tadi, Caelia terus mengikuti kemana Nathan melangkah. Dia bahkan tak sungkan-sungkan untuk menunggu di depan ruangan Nathan selama kurang lebih dua jam lamanya hanya untuk bertemu dengan pria itu.
Bukannya Caelia tak ada nyali untuk menemui Nathan secara langsung. Tetapi, Nathan yang dikelilingi oleh banyak orang membuatnya merasa sungkan. Bagaimanapun juga, ini masalah pribadi yang tak ada kaitannya dengan sekolah.
Brak!
Pintu terbuka, Caelia yang tadinya sedang bersandar di sana terjungkal kebelakang. Kepalanya kini mendarat sempurna di atas lantai. Mungkin, setelah ini akan benjol karenanya.
"Astaga, apa yang sedang kau lakukan?" Nathan gelagapan. Dia segera membantu Caelia untuk berdiri, kemudian menuntunnya menuju kursi.
"Aw! Sakit..." gadis itu merengek. Bahkan, tanpa sadar air matanya nyaris menetes. Sadar bahwa Nathan kini berada di depannya, Caelia susah payah menahan rasa sakit itu. Dia terus mengusap kepalanya yang berdenyut.
"Maaf, Mr. Nathan... saya sejak tadi mencoba mencari kesempatan untuk berbicara berdua dengan Anda." Caelia akhirnya mengakui apa yang sejak tadi dia lakukan. Sembari menunduk dengan wajah bersalah, dia meminta maaf.
"Maafkan saya sekali lagi karena lancang."
Nathan menghela napasnya. Dia tahu apa yang terjadi dan apa yang tengah ada di pikiran Caelia saat ini. "Kau tidak pernah melihat televisi ya? Kau juga pasti jarang melihat pemberitaan di media sosial." Tebak Nathan.
Pikir Nathan, Caelia seharusnya tahu bahwa Nathan, putra Yudistira Adayatama memiliki seorang kembaran. Dengan fakta bahwa Caelia tidak mengetahuinya, seolah menjelaskan bahwa gadis itu tidak suka menonton berita.
Caelia terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa Nathan mengetahui hal itu? Jangankan menonton berita, menonton film saja dia jarang karena yang selalu menjadi tontonannya adalah kartun dan film fantasi. Caelia bukan tipe orang yang suka mengurusi urusan orang lain sehingga dia tidak suka membaca berita.
"Bagaimana Anda tahu, Mr. Nathan?" Tanya Caelia.
Nathan tersenyum kecil. Dapat di simpulkan, Caelia adalah gadis yang manja dan tidak dewasa. Itu benar-benar jauh dari tipe ideal Nathan.
"Aku tahu apa yang ingin kau tanyakan." Lagi, Caelia kembali dikejutkan. Kenapa Nathan seolah mengenalnya dengan baik sampai tahu apa yang sedang Caelia pikirkan?
"Kau ingin membahas mengenai kemarin bukan? Saat kita bertemu dan aku mengantarmu pulang." Tebak Nathan. Dia bisa menebak hal ini berkat Daniel, kembarannya sendiri.
"I-iya, Mr. Nathan. Sejujurnya... Saya merasa ada yang aneh. Kemarin, Anda terlihat sangat dingin seolah tak tersentuh. Tetapi, hari ini Anda benar-benar hangat dan ramah. Apa Anda mengidap kepribadian ganda?" Caelia menggigit bibir bawahnya sendiri. Merasa lancang karena bertanya hal yang menurutnya sebuah privasi. Barangkali Nathan hanya berusaha untuk bersikap profesional.
"Tidak. Aku tidak mengidap kepribadian ganda." Jawab Nathan.
"Mr. Nathan? Apa saya boleh bertanya satu hal lagi?" Nathan berdeham menanggapinya. Ingin dia menjelaskan semuanya. Tetapi, Nathan pikir Daniel lebih berhak melakukannya.
"Mengapa kemarin Anda mau mengantar saya padahal Anda bukan supir taxi online. Saya merasa malu dan benar-benar meminta maaf. Saya kemarin sedang terburu-buru karena Mom sudah memasak mie instan untuk saya. Jika saya datang lebih lama lagi, mie instan buatan Mom akan mengembang." Caelia menunduk, tak berani mengangkat wajahnya sampai Nathan mau memaafkannya.
Nathan tertawa kecil mendengar hal itu. Dia tiba-tiba memikirkan Daniel. Apa jadinya jika yang mendengar hal ini adalah kembarannya? Pasti responnya hanya terdiam dan kesal. Membayangkannya saja sudah lucu menurutnya.
"Aku tidak bisa menjawabnya. Itu alasan pribadi." Jawab Nathan datar.
Caelia mengangguk ringan. Dia tersenyum tipis di saat merasa bahwa Nathan tidak bisa menjawab pertanyaannya. Merasa sadar terhadap keadaan, gadis itu akhirnya memutuskan untuk pamit.
"Kalau begitu, saya pamit dulu, Mr. Nathan. Maaf mengganggu waktunya." Caelia segera berlalu dari sana, meninggalkan Nathan dengan segala ide liciknya.
Pria itu segera merogoh ponselnya, menghubungi Daniel si kembaran yang tentunya sedang tidur lelap karena semalaman begadang.
"Ada apa sialan?! Aku baru tidur!" Sentak Daniel karena merasa terganggu.
Nathan mendengus kesal mendengar hal itu. "Bangunlah, kau harus menjemputku sore ini." Ucap Nathan.
Daniel tentunya merasa enggan. Dia masih mengantuk dan juga sibuk. "Aku sibuk." Katanya sebelum mematikan panggilan secara sepihak.
Hal itu membuat Nathan berdecak. Kembarannya ini selalu marah saat tidurnya di ganggu. Padahal, setiap malam dia selalu saja mengganggu orang yang sedang tidur dengan rintihan memilukannya.
Kembali, Nathan mencoba menghubungi Daniel. Tentunya, membutuhkan usaha lebih sampai akhirnya Daniela mau menjawab panggilannya.
"Ada apa lagi sialan?! Sudah kubilang aku sibuk, Nathaniel Faaza Adyatama!" Kesal Daniel.
Nathan hanya mengendikkan bahunya tidak peduli. "Kau pengangguran sialan, tidak mungkin kau sibuk kecuali mengenai masalah Caelia."
"Setidaknya aku memiliki kesibukan." Balas Daniel.
"Jemput aku sore nanti. Lalu, jelaskan pada Caelia bahwa yang dia temui kemarin adalah dirimu. Dia berpikir, akulah yang gadis itu temui kemarin." Mendengar nama Caelia, Daniel tiba-tiba menjadi segar. Kantuk di wajahnya seolah menghilang seketika.
"Hm. Aku akan menjemputmu."