"Siapa sebenarnya pangeran salju itu?" Gumam Aleya.
Sedangkan Levin dibawah sana, kini berada didapur mencari cari sesuatu yang hilang. "Perasaan gue taruh disini deh." Bisik Levin, terlihat ia sangat panik.
"LEVIN!" Panggil seseorang menepuk pundak nya.
"Levin..eh levin..," Teriak Levin Terkejut latah.
"Buahahha..," Aleya Tertawa Kencang setelah berhasil mengejutkan Adik Malang nya itu.
"Dasar jalangkung, Ngagetin aja hobi lo," Sahut Levin mendengus, untung saja ia tidak kepergok.
"Nyari apaan sih? Panik banget kayak nya." Tanya Aleya disela tawa nya.
"Euu..i-ttu..," Gugup Levin.
"Itu itu apa? Yang jelas kalo ngomong."
"Emm..Nyarii..nyari monyet." Jawab Levin tersenyum sampai kedua mata nya tak terlihat.
"Hah? Monyet? Sejak kapan lo melihara monyet?" Tanya Aleya Curiga.
"Udah lama." Jawab Levin tersenyum, ia berniat jail pada kakak nya itu.
Aleya mengerut kan kening nya aneh, mata nya memicing memandang sang adik. "Udah lama?" Tanya Aleya.
"Iya," Jawab Levin.
"Terus monyet nya ketemu?" Tanya Aleya waspada, Takut takut adik gila nya ini benar benar memelihara monyet.
"Ada tuh!" Tunjuk Levin pada pintu besi kamar mandi.
"Mana?" Aleya menoleh, Ia heran.
"Itu kan kamar mandi," Kata Aleya sambil menunjuk kamar mandi.
"Iya,"
"Maksud nya?"
"Coba lu pikir."
"Monyet nya lu taroh disitu?" Levin mengangguk.
"Lo iket gak?" Levin mengangguk sekali lagi.
Aleya berbalik , ia berjalan kearah kamar mandi dapur. Ia penasaran, apa benar ada monyet disana. Jika ada, ia akan langsung menyuruh orang membuang monyet itu. Sebelum itu, ia menyiapkan sapu gagang ia pegang untuk berjaga jaga kalau monyet itu menyerang nya, Levin yang melihat kakak nya setakut itu hanya bisa menahan tawa nya.
'Krieett..Buagh!' Aleya langsung saja membuka pintu besi itu sampai terbuka lebar.
Dada Aleya kembang kempis dengan gigi yang bergemelatuk. Mata nya melotot tak tertahan dengan napas tersenggal senggal. Satu, dua, dan tiga.
"LEVIN Sengklek! MAKSUD LO APA MONYET, GUE MONYET PELIHARAAN LO GITU HAH! SIALAANN..GUE KUTUK LO DIKEJAR ANJING NYA PAK SOMAT!!" Teriak Aleya meluapkan emosinya.
Sedangkan Levin, ia sudah lebih dulu menghindar. Levin terkikik geli melihat kakak nya berhasil ia kerjai. Di balik pintu kamar mandi tak terpakai itu hanya ada Cermin besar dan menghadap ke arah pintu keluar, dipastikan orang yang membuka pintu akan langsung bisa melihat wajah nya sendiri.
"Awas lo ya Levin.., Sini kagak lo!" Aleya berlari mencari Levin, keluar dari dapur.
"Ampun kak, gue Cuma bercanda." Sahut Levin dari arah tangga.
"Alesan lo mujidin, Kemari!" Aleya berlari kearah tangga mengejar Levin, kedua kakak aduh itu terlibat adegan kejar kejaran, bukan aski genre romantis.tapi, aksi dengan genre keluarga yang harmonis. Kebahagian tidak akan datang tanpa ada orang yang berulah, bersyukurlah karena tuhan telah membumbui hidup mu dengan kejailan saudara, entah itu dari kakak atau pun adik, karena itu akan sama saja menyenangkan pada akhirnya.
Disebuah perempatan jalan, Jey Mengesap sebatang rokok ditemani teman teman serta anak buahnya, Suara bising knalpot motor terdengar nyaring disepanjang jalan raya itu. Kini, Jey sedang menonton Turnamen balap liar, ia hanya ingin menonton tanpa ikut berbalapan, Bukan karena tak ada barang untuk ditaruhkan.tapi, karena kini pikirannya kalut memikirkan sesuatu.
"Gak ikut balapan bos?" Tanya Bintang.
"Seperti nya tidak," Ucap Jey tanpa melihat lawan bicaranya.
"Sampai kapan lo terus terusan berharap pada gadis itu?" Celetuk Bintang.
Jey menatap tajam bintang dengan mulut menipis. "Jangan ikut campur." Jey memperingati.
"Gue disini bukan sebagai anak buah lo, tapi sebagai teman yang selalu lo susahin demi ngebantu seorang Jey memperjuangkan cinta monyet nya itu." Bintang membalas tatapan Jey tak kalah tajam.
"Sudah ku bilang, Jangan ikut campur!" Ucap Jey penuh penekanan, ia berdiri dan pergi dari tempat itu.
"Perasaan lo terlalu batu Jey, Sampai sampai lo gak peka tentang perasaan orang orang disekitar lo." Bintang Hanya memandangi punggung tegap itu menjauhi nya, Hati nya sakit. Jika jujur, ia merasa jijik dengan perasaannya sendiri, Ia benci cinta terlarang ini.
Jey berhenti berjalan, ia melihat seorang gadis memakai hodie berkupluk tengah berdiri diam saja didepan pintu supermaket. Karena penasaran, Jey menghampiri gadis itu.
"Ekhem..," Dehem Jey.
"Loh, Ka Arsha?" Tanya Gadis itu setelah menengok.
"Ngapain kamu disini?" Tanya nya sinis.
"Kalem woy itu mata, pengen gue colok pake sedotan rasanya."
"Cih, Jawab aja, dasar bodoh." Jey berdecih.
"Hehe, mau belanja tadi nya. Tapi, malu banyak cowok didalam sana."
"Kenapa malu? Mereka niat nya juga buat belanja bukan mau godain kamu." Tersenyum miring.
"Bb-bukan gitu, gue malu aja." Sahut nya gugup.
"Kok malu? Karena lo jelek ya?" Tanya Jey menyembunyikan senyumnya.
"Ih..bukan gitu, kak Jey gak liat orang orang disana bawa gandengan? Lah aku, Ada gebetan aja nggak. Mereka dibelanjain pacar, tapi aku nggak." Sahut gadis itu mengerucutkan bibir nya imut.
"Memang nya apa yang kamu beli Okta, Haen?" Tanya Jey mengusap kepala Okta.
Okta tersenyum mendapat perlakuan khusus oleh pria disamping nya ini, Okta yang memiliki wajah yang cantik, gigi gingsul dan kulit yang putih dengan bola mata yang bulan membuat siapa saja akan bertekuk lutut pada nya.
"Emm..Sesuatu kak." Bisik Okta Malu malu menyatukan dua telunjuk nya.
"Ngomong cepet, biar aku yang anter kamu sekalian belanjain." Jey tersenyum Hangat.
Okta membulat kan mata nya berbinar, ia tersenyum senang. Orang disamping nya ini memang selalu nomor satu untuk nya, Dengan cepat Okta membisikkan sesuatu ditelinga Jey.
"...." Bisik nya tak didengar siapapun kecuali Jey.
"Hah?" Jey terkejut bukan main menjauhkan telinga nya.
"Kenapa kak Arsha? Katanya mau anter belanjain." Sahut Okta cemberut.
"Tt-tapi..,Bukan Roti Jepang juga Okta," Rasanya tenggorokan Jey tercekat saat itu juga setelah mendengar permintaan gadis didepannya itu.
Dari kejauhan, Seorang laki laki melihat dua sejoli tengah berbincang ria tanpa mengetahui keberadaannya. Sedikit Hati nya merasa panas, ia merasa sesak melihat orang yang diam diam ia sukai dari lama berbincang dengan orang lain tanpa sepengetahuannya. Karena, semua aktifitas orang itu harus ia ketahui hingga akar akar lidah kerongkongan.
"Waktu ku tidak banyak, Aku harus segera membuat mu menjadi kepemilikan ku." Gumam laki Laki itu nampak sedih tanpa tahu air mata nya dengan deras berjatuhan melewati pipi halus nya.
Pagi menjelang tiba, Suara kicawan burung begitu merdu bersenandung, Udara segar dengan wewangian bunga mawar menyerbak dalam ruangan kamar tidur seorang gadis bernama Aleya.
'Brak Brak Brak Brak!'
"KAK LEYA BANGUN!! UDAH JAM SETENGAH TUJUH, GAK AKAN SEKOLAH LO..CEPET BANGUN MONYET!!" Teriak Levin dari luar kamar, menggedor gedor pintu tak santai.
"KAK LEYA BANGUN KAGAK LO? ATAU GUE SEBAR MUKA JELEK LO KE MEDIA SOSIAL, WOY KAK BANGUUNNNNN!!" Levin tak henti hentinya putus asa membangunkan kakak tersayang nya itu.
"Eunghh.. Berisik banget sih itu anak beruk, tidur cantik gue keganggu kan eh!" Aleya terduduk dikasur nya, ia kucek kedua mata nya yang masih ingin terpejam.
"KAK BANGUUNNNN!!" Teriak Levin diluar sana menggedor pintu.
"Untung pintu dari kayu jati, Coba kalo dari papan biasa?" Aleya menggeleng.
"KAK!!"