Chereads / Pelukan Sang Mantan / Chapter 22 - Tidak Percaya

Chapter 22 - Tidak Percaya

Di sore hari, Nasya sedang duduk di meja kafe sambil membawa map besar berwarna coklat dan terus memegangnya. Ekspresi wajahnya terlihat bahagia, mengingat apa yang telah Dokter Kavin katakan pada dirinya, bahwa, kepalanya sama sekali tidak bermasalah, dan rasa sakitnya itu diakibatkan dari benturan saja, bukan karena ada cedera yang serius di kepalanya.

"Jadi, kau tetap akan membiarkan Ralin begitu saja?" tanya Giovani merasa kesal mendengar apa yang terjadi di toilet restoran. "Jika tahu dari awal kalian bertengkar di toilet, aku pasti akan membantumu menghajar balik wanita rubah itu!"

"Nih, kartu bank punyamu!" Tiba-tiba Giovani memberikan kartu bank yang waktu itu ia pakai untuk membayar makanan di restoran.

"Terima kasih traktirannya!" Ucapannya masih terlihat sangat kesal.

Nastya mengambil kartu itu, lalu memasukannya ke dalam dompet.

Ia menjawab dengan tenang, "Walau bagaimanapun, Ralin pernah menjadi teman baik kita. Aku tidak ingin membuat masalah lagi dengan dia. Tapi, jika dia berani berbuat macam-macam duluan, aku tidak akan tinggal diam!"

"Bagus!" balas Giovani dengan bersemangat. Ia meneguk dengan cepat minumannya yang ada di atas meja, lalu berkata lagi, "Kau dan Narendra sekarang sudah baikan. Itu artinya, kau sudah berhasil merebut Narendra lagi dari tangan Ralin! Dulu, dia yang merebut Narendra darimu, kan? Sekarang sudah impas!"

"Heh!" Nastya tersenyum kecut. Ada ketidakberdayaan dari sorot matanya.

Ia menunduk, menajwab dengan pelan, "Sampai detik ini, mereka masih berhubungan. Sedangkan, aku dan Narendra ... walau kami sudah baikan, tapi hubungan kami cukup sulit ...."

"Hah ... sulit?" Giovani bingung dengan maksud ucapan wanita itu.

"Sulit bagaimana maksudmu?" Ia sama sekali tidak mengerti dengan maksud dari ucapan Nastya.

Setahu Giovani, akhir-akhir ini, hubungan mereka sudah membaik. Tiap kali dirinya menghubungi Narendra, meminta dia untuk datang ke tempat yang ada Nastya-nya, pria itu selalu datang dengan cepat. Selalu bisa diandalkan untuk menjaga Nastya.

'Tapi sekarang ... mengapa Nanas mengatakan hubungan mereka sulit?'

"Itu karena ...." Nastya berpikir sejenak sebelum mengatakan semuanya pada Giovani. "Aku ... sudah menikahi ayahnya! Sekarang, kami hidup bersama di dalam satu atap, sebagai ibu tiri dan anak tiri."

"A-apa? Me-menikahi ayah Na-Narendra? Nanas, apa kau sedang berlatih akting? Hahaha! Sangat lucu! Haha!" ejek Giovani. Sama sekali tidak percaya dengan ucapan wanita di depannya.

"Aku tidak sedang berakting! Aku serius, Gio!"

Nastya meneguk habis minumannya setelah mengatakan rahasia besar yang selama ini ia sembunyikan. Walau Giovani menganggap ini semua tidak masuk akal, tapi, itulah yang terjadi. Dirinya sudah menikah dengan ayahnya.

Yaaa, walau hanya menikah pura-pura, tapi, orang lain tidak boleh ada yang tahu bahwa itu hanya sebuah kebohongan. Nastya dan Hindra harus menyakinkan semua orang bahwa mereka benar-benar sudah menikah dan hidup sangat bahagia.

"Gio, kedepannya, kau tidak diizinkan untuk menghubungi Narendra lagi terkait dengan apa yang aku lakukan di luar." Nastya memperingatkan Giovani tentang hal itu.

Karena setiap kali dirinya berada di luar, Giovani selalu menghubungi Narendra untuk segera datang. Nastya tidak suka dengan hal itu.

"Tapi kenapa .... Kenapa aku tidak boleh menghubungi Narendra?" tanya Giovani dengan mengerutkan kening. "Bukankah bagus, jika dia ada di sisimu, kau akan aman!"

Nastya tidak menjawab. Ia kembali meneguk minumannya.

"Kenapa kau mengatakan, menikah dengan ayahnya? Apa yang sebenarnya kau rencanakan?"

Sebelum Nastya menjawab, terdengar bunyi nada dering dari ponselnya. Setelah melihat nama yang tertera di sana, ia memperlihatkan ponselnya pada Giovani.

"Suamiku menelepon!"

Dengan segera Nastya menekan tombol hijau di layar ponsel, dan menyalakan speaker teleponnya agar Giovani bisa mendengar percakapan mereka berdua. Jika harus dijelaskan lagi tentang pernikahan Nastya dengan Hindra, Giovani tetap tidak akan percaya. Tapi, jika Giovani mendengar dengan telinganya sendiri, dia pasti akan segera percaya.

"Halo, Sayang, ada apa?" sapa Nastya dengan manis. Membuat Giovani membuka mulutnya lebar-lebar sambil menatap Nastya.

"Malam ini bisakah kau ikut bersamaku?" tanya Hindra dari seberang telepon.

"Ikut ke mana?"

"Malam ini, ada pertemuan dengan rekan bisnis di luar kota. Lebih tepatnya, di tempat wisata yang ada di puncak gunung. Semua orang akan membawa pasangannya, jadi, aku juga harus membawamu!"

"Kami akan menginap di penginapan yang ada di sana," tambah Hindra lagi.

"Oh! Kalian akan membicarakan masalah pekerjaan, ya? Tidak enak jika aku harus ikut!" tolak Nastya sedikit malu-malu.

"Lebih tidak enak lagi, jika aku harus menjadi nyamuk di sana. Mereka akan membawa pasangan, masa aku hanya melihat saja," balas Hindra dengan sedikit bercanda. "Kau harus ikut, ya!"

"Oh, seperti itu! Baiklah, aku akan segera bersiap!" Nastya menyetujui idenya untuk ikut ke tempat wisata. "Jam berapa, kau akan menjemputku?"

"Jam tujuh malam, kau sudah harus siap!"

"Emmh!" Nastya mengangguk. "Adakah barang yang ingin kau bawa?" tanyanya tiba-tiba. Itu membuat Hindra berpikir sejenak.

"Bawakan aku pakaian tidur saja!"

"Oke!"

"Sampai jumpa nanti!"

Klik!

Sambungan berakhir.

Nastya melihat layar ponselnya sudah gelap. Ia menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas, menyeringai penuh kepuasan menatap Giovani.

"Bagaimana, apa kau masih tidak percaya?" tanya Nastya dengan bangga. "Itu tadi ayahnya Narendra!"

"Na-Nanas! Apa kau sudah gila? Mengapa kau menikah dengan pria tua seperti ayah Narendra? Apa di dunia ini, pria muda sudah musnah, ya, sehingga kau menikahi pria yang pantasnya menjadi ayahmu?" Gio semakin tidak mengerti dengan pola pikir sahabatnya ini. 'Menikah dengan ayah dari mantannya! Ini sangat konyol!'

"Tunggu! Tadi, aku melihat nama 'Tuan Hindra' di ponselmu. Sejak kapan suami sendiri dinamai 'Tuan' oleh istrinya?" tanya Giovani dengan tajam. Ia memicingkan mata, melipat kedua tangan sambil duduk di depan Nastya.

"Haha, itu adalah 'Nama sayang' yang aku berikan padanya," jawab Nastya dengan senyum yang dipaksakan. Ia juga sedikit gugup.

"Dan alasan aku menikahi ayah Narendra ... karena ...." Tiba-tiba senyumnya berubah menjadi raut wajah penuh kesedihan. Namun Giovani tidak menyadari akan hal itu.

Nastya segera membenarkan emosinya. Ia menjawab dengan lantang, "Tentu saja, itu karena Tuan Hindra begitu tampan. Haha! Jika tidak, mana mungkin aku mau menikah dengannya!"

"Hah???"

*

Jam tujuh malam, Nastya sudah siap dengan barang bawaannya. Ia berdiri di depan jendela kamar sambil menatap ke halaman rumah, menunggu Hindra datang menjemput dirinya.

Dari kejauhan, terlihat dia mobil berjalan masuk dan berhenti. Dari salah satu mobil, keluar seorang pria yang sedang ia tunggu. Nastya segera menutup jendela kamar, dan bersiap turun ke bawah.

Tapi, sebelum jendela kamar benar-benar ditutup rapat, terlihat seorang pria dan wanita keluar dari dalam mobil yang satunya lagi, dan masuk ke dalam rumah. Dia adalah ... Narendra dan juga ... Ralin!

"Apa yang sedang meraka lakukan?" bisik Nastya pada dirinya sendiri. Ada perasaan tidak enak ketika ia melihat Narendra bersama dengan Ralin. Walau tau setiap hari mereka pasti selalu bersama di kantor, tapi .... melihat kedekatan mereka dengan mata dan kepala sendiri, rasanya sungguh tidak nyaman.

Tidak ingin terlihat buruk di depan Hindra nanti, Nastya segera membenarkan emosinya. Ia memalingkan muka, menutup jendela lalu menutupnya dengan tirai. Setelah selesai, ia keluar dari dalam kamar dengan menenteng tas cukup besar berisi baju tidur dirinya dan baju tidur milih Hindra, dan beberapa barang lainnya.

Ketika Nastya sedang berjalan menuruni anak tangga, tiba-tiba ia berpapasan dengan Narendra dan juga Ralin. Mereka mereka sedang naik menuju lantai dua.

"Mau pergi ke mana, kau, dengan membawa tas itu?" tanya Narendra tiba-tiba ketika mereka berpapasan di tangga. Ia curiga, Nastya akan ikut bersama ayahnya ke luar kota untuk pertemuan bisnis.

"Eh!" Nastya segera mendongak, menoleh ke samping untuk melihat mereka berdua. Ia menatap Narendra dan Ralin dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Lalu berkata dengan ramah, "Aku mau pergi ke luar kota bersama ayahmu! Kau baik-baik di rumah, jangan sampai membuat masalah!"

Ucapannya penuh dengan peringatan, seorang memperingatkan Narendra agar jangan membuat masalah dengan Ralin di rumah ini.

"Hah, kau juga akan ikut? Bukankah itu pertemuan bisnis, mengapa seorang istri harus mengikuti suaminya bekerja? Itu sangat mengganggu," jawabnya dengan sedikit cibiran.

"Ayah yang meminta Nastya untuk ikut!" Tiba-tiba terdengar suara Hindra dari lantai bawah. Ia melihat ketiga orang itu berdiri di tengah-tengah tangga dengan tatapan yang berbeda, seperti sedang bermusuhan.

"Ayo, kita sudah hampir terlambat," ucapnya pada Nastya. Senyumnya ramah pada wanita itu.

"Oh, ya!" Nastya bergegas turun ke bawah, menghiraukan dua orang itu yang masih berdiri di sana.