Sore itu, suasana di ruang kerja Narendra nampak sepi. Pria yang tadi duduk dan mengobrol dengan Narendra, sekarang sudah tidak ada lagi. Dia sudah pergi setelah Narendra menolak memberikan apapun pada Paman Ringga.
Sekarang, hanya tinggal Narendra saja yang sedang duduk di kursi kebesarannya sambil memainkan pulpen. Narendra duduk sambil terus memikirkan perkataan dan ancaman dari sang paman yang menginginkan sebagian harta peninggalan ayahnya—Hindra. Paman Ringga menginginkan rumah mewah milik Hindra yang saat ini ditinggali oleh Narendra. Atau, jika tidak mendapatkan rumah, Paman Ringga menginginkan posisi terbaik di perusahaan ini. Bagus jika Paman Ringga diberi posisi sebagai direktur di kantor ini, dan menerima saham sebesar 20% atas nama dirinya. Itu sudah lebih dari cukup untuknya menerima warisan dari harta peninggalan Hindra. Paman Ringga tidak akan lagi mengganggu Narendra dengan alasan meminta warisan lagi.