"Hidupmu tak kan sama lagi mulai saat ini." suara itu yang ia dengar setelah ia membuka matanya dan berada di sebuah tempat yang cukup indah. Mungkin bisa dibilang seperti taman tapi bukan taman biasa, karena tumbuhan di sana, ia tak pernah melihatnya. Tumbuhan itu serasa liar untuknya.
Xiaozhan berdiri karena yang ia tahu, ia terbaring di rerumputan. Ia memegang kepalanya yang sedikit sakit. Ia mengamati sekeliling, mencari seandainya ada orang di sana untuk ia tanyai. Tapi tak ada. Ia berpikir mungkin orang itu lagi yang ada di sana.
Ia melihat ada kolam di sana. Ia menghampirinya. Melihat ke dalam air. Jernih sekali. Tak lama ada gerakan dari air yang membuatnya sedikit terkejut.
"Kau akan menemuiku lagi segera. Jadi sekarang bangunlah." suara itu terdengar dan setelahnya sebuah sinar menerpa wajahnya.
Xiaozhan membuka matanya dan yang ia lihat kini, ia berada di kamarnya. Apa itu mimpi lagi? Tapi itu nyata, rasa air yang ia sentuh dan wewangian yang tercium dari sana.
"A-Zhan, kau sudah bangun?" ucap Xuanlu yang tiba-tiba masuk ke kamar itu.
"Jiejie, apa yang terjadi?" tanya Xiaozhan.
"Kau pingsan." ucapnya.
Ah iya, ia ingat kejadian itu sebelum semuanya menggelap dan ia bangun di tempat asing itu.
"Apa aku pingsan cukup lama?" tanyanya.
"Meiyou. Hanya beberapa jam." jawab Xuanlu mengelus rambut Xiaozhan sayang.
"Kau sudah bangun, Xiaozhan?" tanya mama saat ia masuk di sana dan ada baba juga di sana. Zhuocheng juga berada di belakang mereka.
"Shi, ma." jawabnya.
"Apa kau merasa kurang baik?" tanya mama lagi. Mendekati Xiaozhan dan duduk di sampingnya.
"Yidian." jawabnya.
"Kalau begitu kau harus minum sesuatu." ucapnya lagi. Sambil mengambil alih nampan yang semula dibawa Zhuocheng.
"Minumlah." perintahnya.
Xiaozhan menatapnya dan terkejut. Cairan itu berwarna merah pekat dengan bau amis seperti darah.
"Ma, apa itu darah?" tanya Xiaozhan ragu.
"Shi. Kami tahu kau membutuhkannya sekarang." ucapnya.
"Tapi kenapa?" tanya Xiaozhan lagi. Ia bingung kenapa harus darah.
"Minumlah dulu. Kami akan ceritakan nanti." ucapnya lagi dan masih menodongkan gelas itu.
Xiaozhan kemudian mengambil wadah itu, walau sedikit ragu. Ia mengamatinya. Entah kenapa justru sekarang ia merasa ingin sekali meminum darah itu. Entah rasa haus darimana yang datang tiba-tiba menghampirinya. Xiaozhan menenggaknya sampai habis tak tersisa. Entah kenapa rasanya menjadi enak dan ia tak sehaus sebelumnya.
"Apa kau sudah merasa lebih baik sekarang?" tanya mama.
"Shi." Xiaozhan mengangguk.
"Jika begitu ikuti kami. Kami akan jelaskan sesuatu padamu." ucapnya kemudian pergi dari sana.
Xiaozhan mengikuti mereka dan entah kenapa sekarang hanya ada Xiaozhan, Mama dan Baba. Xiaozhan dibawa ke sebuah ruangan yang mereka sebut perpustakaan di rumah itu. Baba mengambil sebuah buku yang cukup kuno di sana dan memberikannya pada Xiaozhan.
"Apa ini, Ba?" tanya Xiaozhan setelah menerima buku itu.
"Buka dan bacalah." perintahnya.
Xiaozhan membukanya perlahan dan mendapati foto yang di sana tertulis nama Baba dan Mama kandung Xiaozhan. Foto itu berisi tiga orang, seorang pria tampan dan seorang wanita cantik yang sedang menggendong seorang bayi mungil yang ia yakini itu dirinya karena ia pernah diberi sebuah foto dan diberitahu jika itu fotonya saat masih kecil.
Xiaozhan membukanya semakin dalam dan mendapati sebuah surat di sana. Ia membukanya dan tertulis sebuah tulisan tangan.
Xiaozhan, anakku.
Kami tahu, jika kau mengetahui kami teramat menyayangimu. Maaf karena kami tak bisa berada di sisimu, menemanimu, dan mengetahui pertumbuhanmu. Tapi kami bahagia karena kau tumbuh dengan baik dan menjadi pemuda yang tampan. Kami tak tahu seberapa besar kau saat membaca surat ini.
Anakku, semua foto ini akan jadi kenangan untukmu dari kami. Kami harap itu bisa mengobati rindumu, walau hanya sedikit.
Nak, babamu adalah vampir dan mama manusia. Kau setengah vampir. Maaf karena melahirkanmu dalam keadaan seperti ini, tapi kami menyayangimu. Kami senang menjadi tempat dimana kau dilahirkan. Walau kau hanya titipan, tapi kau lahir dari rahim mama.
Nak, kelak kau akan menjadi penerus keluarga ini. Jadi bersungguh-sungguhlah. Kami ingin kau bahagia dengan hidupmu saat ini dan nanti. Jangan terlalu membebani pikiranmu, nak. Kami bahagia jika kau bahagia.
Satu hal lagi. Temukan dia, nak, belahan jiwamu. Dia telah lama menunggumu, jadi kembalilah padanya. Kalian saling mencintai.
Temukan dia segera, nak. Kami menyayangimu.
Itulah yang ia baca dari surat itu. Ia menitikkan air mata. Mengelus foto itu.