Chereads / Kekasih Brengsekku / Chapter 2 - 2. Merasa bersalah

Chapter 2 - 2. Merasa bersalah

Pada saat Audy berjalan meninggalkan kamar Aland, Rey mengangkat kepalanya perlahan. Ia terus mengamati punggung gadis itu dengan intens. Seolah pandangannya dapat menembus tubuh mungil gadis itu. Selama ini tidak ada satupun wanita yang dapat menarik minatnya, bagi Rey semua hanyalah pemuas hasratnya.

Namun, Rey merasakan sesuatu yang berbeda. jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Pada saat pandangan mereka bertemu, walaupun hanya sebentar, hal itu membuat hatinya merasa tidak nyaman.

Terlebih tidak ada tatapan memuja yang terpancar di kedua bola mata gadis itu. Terdengar suara cekikikan berasal dari salah satu sahabatnya, sehingga membuyarkan lamunan Rey seketika. Pemuda itu langsung menoleh ke arah Marco.

"Apa?" tanya Rey dengan nada dingin.

"Tidak ada apa - apa, santai aja bro." jawab Marco sambil tersenyum, terdapat binar geli dimatanya.

"Huft!"

Setahu pemuda itu, Rey tidak pernah terlihat tertarik sedikitpun kepada gadis manapun. Selama ini mereka semua yang datang menawarkan diri, untuk menjadi mainan sahabatnya dengan gratis.

Rey mendengus kasar melihat sikap Marco yang menurutnya usil. Ia segera mematikan rokoknya karena moodnya langsung memburuk. Sedangkan Aland yang mengamati sejak tadi, mulai merasa gelisah.

"Cari yang lain saja." pinta Aland sambil menatap Rey dengan serius.

"Bukan urusanmu!" desis Rey dengan sinis.

"Tentu bakal jadi urusanku, kalau dia yang kau pilih buat jadi mainan." tekad Aland, ia tidak mau menyerah begitu saja.

"Benarkah?" ejek Rey sambil menyeringai.

"Shitt!" maki Aland.

Aland langsung menerjang sahabatnya. Ia melayangkan sebuah pukulan keras ke arah wajah Rey. Akan tetapi, pukulan itu berhasil di tangkis tepat waktu, dengan menggunakan lengan kiri milik Rey. Kemudian dengan cekatan tangan kanannya mendorong tubuh Aland, sampai pemuda itu mundur beberapa langkah ke belakang.

Untuk melindungi diri dari tindakan agresif Aland, ponsel yang digenggam oleh Rey, terhempas begitu saja hingga tergeletak di lantai. Marco dan Jason dengan waspada berdiri di samping Aland, karena ingin menghentikan pemuda itu.

"She will be mine!" tegas Rey dengan yakin, sambil menatap tajam ke arah Aland.

"Brengsek!!" teriak Aland kesal.

Kedua tangannya mengepal erat. Ia mencoba melangkah maju karena ingin menghajar Rey saat itu juga. Akan tetapi, Marco lebih dulu menahan tubuhnya dan memberi kode kepada Aland untuk mengalah demi kebaikannya.

Memahami maksud dari sahabatnya. Aland berusaha mengendalikan diri agar tidak lepas control, seperti kejadian yang baru saja terjadi. Walau hatinya masih dipenuhi rasa amarah, tetapi ia mencoba untuk berkepala dingin. Dampak perbuatannya dapat merugikan diri sendiri dan saudari kembarnya, sehingga diam adalah pilihan terbaik saat ini.

Rey tidak memusingkan perbuatan para sahabatnya. Ia membungkuk untuk meraih ponselnya yang berada di lantai. Kemudian berjalan perlahan menuju pintu, berniat meninggalkan rumah itu.

Namun, langkahnya terhenti sejenak di depan pintu sebuah kamar. Pandangannya menatap lurus ke arah pintu yang tertutup. Jantungnya sekali lagi berpacu dengan cepat. Sehingga membuat hatinya terasa tidak nyaman. Rey memasukkan ponsel yang digenggamnya ke dalam saku celana. Lalu memutuskan untuk segera pergi dari sana.

Di waktu yang bersamaan, ia telah mengklaim gadis itu menjadi miliknya, tanpa memperdulikan perkataan Aland. Sedangkan para sahabatnya membiarkan Rey pergi, agar suasana tidak bertambah tegang.

Setelah kepergian Rey, Marco menepuk pelan pundak Aland, berharap pemuda itu menjadi tenang. Sedangkan Aland masih terlihat gelisah. Ia mengacak rambutnya sendiri karena masih merasa cemas.

"Dia tahu apa yang sedang dilakukannya." ucap Marco memberi pengertian.

"Aku tidak peduli! Aku cuma minta jangan Audy!" tuntut Aland.

Marco hanya mendesah pelan melihat sahabatnya tetap pada pendirian. Dia hanya berharap persahabatan mereka semua tidak rusak. Ia mengenal Rey sejak kecil dan mengetahui semua yang terjadi terhadap sahabatnya itu. Akan tetapi, sulit mengatakan yang sebenarnya kepada Aland.

"Lebih baik kau tenangin diri dulu." saran Jason yang sejak awal berdiam diri.

Aland hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, ia merasa menyesal mengenalkan saudari kembarnya kepada para sahabat. Pemuda itu mengacak rambutnya karena frustasi.

"Rey memang brengsek! Akan tetapi, tidak semudah itu ia tertarik pada seorang gadis. Jika Audy dapat menarik minatnya, aku harap Rey bisa berubah." jelas Marco sambil menatap Aland.

"Kau setuju karena Audy bukan saudara perempuanmu!" bantah Aland dengan nada tinggi.

"Aku cabut... percuma ngomong banyak, kalau kau masih emosi, pikirkan dengan kepala dingin perkataanku." pamit Marco sambil berjalan keluar kamar.

Tidak lupa ia meraih camera kesayangannya yang sempat ia letakkan di atas kasur king size milik Aland. Melihat sahabatnya pergi meninggalkan kamar tersebut, Jason pun pamit kepada Aland. Ia tidak ingin berkomentar banyak, karena menurutnya Aland punya pertimbangan sendiri.

Sepeninggal Marco dan Jason, suasana di kamar itu berubah sunyi. Hanya Aland yang sedang duduk termenung di atas ranjangnya. Ia mencoba mencerna perkataan Marco. Walaupun sahabatnya yang satu itu terlihat tengil dan suka bercanda. Akan tetapi, semua perkataannya selama ini dapat dipercaya.

Namun, Aland tidak ingin saudari kembarnya terluka. Audy layak mendapatkan yang terbaik. Rasa bersalah hinggap di hati kecil pemuda itu. Seandainya ia tidak menarik adik perempuannya ke kamar dan memperkenalkannya kepada mereka semua. Tentu Rey tidak akan memiliki minat terhadap Audy.

Pemuda itu bertekad untuk menjaga saudara kembarnya dari pesona seorang Rey. Aland memahami apa yang membuat kaum hawa memuja sahabatnya. Sebagai seorang pria, Rey adalah sosok yang sangat sempurna.

"Argh!!!!" seru Aland frustasi.

Isi otaknya terus memikirkan seribu cara agar Rey tidak mendekati Audy. Hatinya terus -menerus merasa tidak nyaman. Aland memutuskan untuk beranjak dari ranjangnya. Ia melangkah meninggalkan kamarnya dan berjalan menuju kamar Audy.

Pada saat berada di depan pintu kamar kembarannya, tangan kanan Aland terulur meraih kenop pintu. Pintu terbuka dengan mudah, karena Audy tidak pernah mengunci pintu kamarnya di siang hari. Kemudian ia melihat seorang peri cantik sedang terlelap di kasur empuknya. Terdapat garis kelelahan terlukis di wajah putihnya.

Perlahan Aland melangkah mendekati Audy yang terlelap dengan pulas. Dengan hati- hati ia duduk di atas ranjang saudara kembarnya itu. Tangannya terulur mengusap lembut surai indah milik Audy. Rasa bersalah kembali menyusup ke dalam relung hatinya.

"Maaf My queen... Aku emang bukan kakak yang baik buat kamu, tapi aku akan berusaha semampuku untuk melindungimu." bisik Aland penuh tekad.

Setelah memastikan sang adik tidak terusik oleh kehadirannya. Aland segera berjalan meninggalkan kamar Audy. Terdengar suara pintu kamar ditutup, gadis yang sedang terlelap membuka matanya perlahan.

Sebenarnya ia sudah terbangun sejak Aland memasuki kamarnya. Ia penasaran dan ingin mengetahui apa yang akan dilakukan Aland di kamarnya.

Sehingga Audy memilih untuk tetap memejamkan kedua matanya. Ia mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh kakak kembarnya. Akan tetapi, ia tidak memahami maksud yang disampaikan Aland kepadanya.