Bel masuk terdengar ke seluruh penjuru sekolah. Semua siswa berlomba memasuki kelasnya masing- masing, karena pelajaran berikutnya akan segera di mulai.
"Bel masuk berbunyi, aku harus segera kembali ke kelas." ucap Audy sambil bangkit berdiri dari pangkuan Rey.
"Aku antar ke kelas." tandas Rey.
Kemudian pemuda itu ikut bangkit berdiri, salah satu tangannya masih melingkar erat dan nyaman di pinggang Audy. Membuat gadis tersebut merasa risih. Ia ingin segera menjauh secepatnya dari sisi Rey.
"Ah, tidak usah... aku bisa sendiri." tolak Audy dengan cepat.
"Tidak ada penolakan, sayang." balas Rey sambil tersenyum samar.
Rey sangat memahami ketidaknyamanan gadis yang berada di hadapannya. Akan tetapi, ia berperilaku seolah tidak mengetahui kegelisahan yang dirasakan oleh Audy. Karena sejak awal Rey memang menginginkan gadis itu.
Dengan wajah masam, Audy hanya bisa menyerah. Di dalam hatinya, ia terus mengumpat dan memarahi Rey. Kali ini Audy akan kembali menjadi pusat perhatian seluruh penjuru sekolah.
Keduanya segera meninggalkan ruangan itu. Rey sengaja melambatkan langkahnya supaya Audy tidak kesulitan berjalan disisinya. Salah satu tangan terus melingkar di pinggang ramping kekasihnya. Sehingga tidak ada celah jarak sedikitpun diantara mereka.
Senyum samar tersemat di bibir pemuda itu. Menambah ketampanan yang sudah berada di level dewa. Siapapun yang melihat senyuman Rey saat ini, pasti akan mengalami marathon jantung. Menjerit dengan histeris atau bahkan mimisan.
Rey dan Audy berjalan beriringan menyusuri koridor sekolah. Pada saat keduanya melangkah melewati ruangan kelas lain, seluruh pasang mata tertuju pada mereka.
"Huh, menyebalkan sekali!" keluh Audy pelan.
"Ada apa?" tanya Rey setengah berbisik di telinga kekasihnya.
"Ah, tidak ada apa- apa." jawab gadis itu dengan wajah memerah karena kesal.
Audy mengalihkan pandangan kearah lain. Ia tidak ingin Rey memergoki dirinya yang sedang kesal karena ulah pria tersebut. Namun, tanpa disadari oleh gadis itu, kekasihnya telah melihat ekspresi wajahnya. Dan Rey merasa Audy sangat mengemaskan.
Tatapan iri kaum hawa yang berada di sekitar kembali tertuju kepada Audy. Gadis cantik itu telah menarik perhatian sebanyak dua kali seharian ini. Sehingga gosip tentang dirinya semakin memanas.
Semua gadis ingin merasakan apa yang dialami oleh Audy. Dicintai oleh idola sekolah mereka bahkan bisa menjadi kekasihnya. Rey tidak memperdulikan keadaan sekitar. Walau dirinya seorang pemain, tetapi ia bukan pria yang mudah disentuh banyak wanita murahan.
Selama ini dialah yang selalu memilih target mangsanya. Pria angkuh itu memiliki harga diri yang tinggi. Ia sangat dominan hingga tidak akan pernah menyentuh gadis yang sama untuk kedua kalinya.
Rey menekan pelan tubuh mungil Audy ke dalam pelukan. Agar gadis itu tidak bisa melarikan diri darinya. Sekeras apapun usaha Audy melepaskan diri, hasilnya akan tetap sama. Tenaga Audy tidak mampu mengeser tubuh kokok pria itu.
"Rey... bisakah... kau menjauh sedikit?" tanya Audy gugup.
"Aku tidak mau." jawab Rey tetap pada pendiriannya.
"Rey, semua orang melihat kearah kita." ucap Audy merasa risih.
"Aku tidak peduli, jadi abaikan mereka." timpal pemuda itu.
"Tapi aku... "
"Nanti pulang sekolah tunggu aku di parkiran." potong Rey.
"Ah, Tidak bisa." tolak Audy cepat, ia segera mengangkat kepalanya untuk melihat wajah kekasihnya.
"Tidak ada penolakan! Atau hukuman yang akan menantimu!" desis Rey sambil menyipitkan kedua matanya, ia tidak suka mendengar penolakan keluar dari mulut kekasihnya.
"Aland mengatakan akan pulang bersamaku." jelas Audy.
Melihat Rey mengubah ekspresinya menjadi menyeramkan. Audy segera menjelaskan semuanya. Gadis itu bergidik ngeri. Kala mengingat hukuman apa saja yang akan diberikan kepadanya. Ia tidak terbiasa dengan semuanya, terlebih ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap Rey.
"Aku tidak peduli." tekan Rey dengan wajah yang mengelap.
"Rey..."
"Aland menjadi urusanku." potong Rey cepat.
"Tapi..."
"Masuklah... baby girl." sambung Rey.
Rey tidak memberi sedikitpun ruang untuk Audy menolak. Perkataan Rey barusan menyadarkan gadis itu, bahwa keduanya telah berdiri di depan ruang kelas matematika. Audy sangat terkejut hingga ia menoleh kearah ruang kelasnya. Seluruh perhatian kelas berporos kepadanya.
"Bagaimana kau tahu ruangan kelasku saat ini?" tanya Audy dengan suara pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Rey.
"Hanya kebetulan menebak." jawab pemuda itu sekenanya.
Tidak ada satu informasi yang dapat terlewatkan oleh pemuda itu. Apalagi menyangkut gadis yang berhasil menarik minatnya. Akan tetapi, Rey tidak ingin mengatakannya, membiarkan Audy berpikiran liar tentang dirinya.
"Aku akan masuk kelas, bisakah kau melepaskan tanganmu?" tanya Audy.
Pemuda itu segera melepaskan tangannya dengan enggan. Ia tidak menutupi tatapan lembut yang terpancar dari kedua matanya. Membiarkan Audy melihat apa yang tengah dirasakan olehnya.
"Ya, belajarlah yang rajin." jawab Rey, tangan kanannya menjulur menepuk pelan puncak kepala Audy.
"Hm." gumam Audy sambil menganggukkan kepala.
Kemudian, Audy membalikkan badannya, berniat memasuki ruang kelas. Namun, baru berjalan dua langkah, salah satu lengannya ditarik dengan sekali sentakan. Membuat keseimbangan tubuh gadis itu limbung hingga membentur dada bidang Rey.
"Akh!" seru Audy karena terkejut.
"Jangan lupa, tunggu aku di parkiran." desak Rey.
Setelah itu, Rey mengecup ringan surai indah milik Audy. Membuat tubuh gadis itu menegang seketika. Kedua matanya terbuka lebar karena terkejut. Semua orang menahan nafas melihat pemandangan romantis yang disuguhkan oleh idola mereka.
Bibir Audy sedikit terbuka lalu tertutup berulang kali. Akan tetapi, tidak ada satupun kata yang berhasil keluar dari bibir manisnya. Rey terus bersikap tidak tahu malu, mengoda Audy dengan cara memberikan kedipan genitnya.
Wajah Audy kembali memerah menahan malu dan marah disaat yang bersamaan. Dalam hatinya bertanya, apa saja isi di dalam otak Rey. Tidak tahukah pria itu, bahwa saat ini mereka telah menjadi sorotan publik.
"Huft! Pergilah!" usir Audy merasa kesal.
Setelah mengusir kekasihnya, Audy segera bergegas meninggalkan Rey. Ia merasa jengah dengan perbuatan pemuda itu yang seenaknya. Melihat gadis itu pergi dari hadapannya, Rey hanya tersenyum menyeringai. Kemudian melangkah pergi dari tempat itu.
Gadis berparas cantik itu langsung duduk di bangkunya. Semua mata masih mengarah kepadanya, membuat ia semakin kesal. Ujung sebuah pulpen diketuk hingga mengenai sikut tangan Audy. Membuat Audy menoleh sambil memasang wajah judesnya.
"Audy, kamu tertangkap?" tanya Wyne merasa penasaran.
"Huft!" dengus Audy.
"Kamu baik- baik saja kan? Ehh, terus kenapa kalian jadi mesra begitu? Kan harusnya dia marah karena kita mengintip." cerocos Wyne dengan polos.
"Wyn, bisa diem ngga? Tuh mulut mau aku jahit, ya?" balas Audy sambil melototi sahabatnya.
Setelah mendengar teguran sahabatnya tersebut. Secara reflek Wyne langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Sikap Wyne yang terlalu polos dan tidak mengerti situasi saat ini, membuat Audy merasa gemas sendiri.