Keadaan masih sangat macet...
Masih sangat lama untuk kami diperiksa oleh petugas itu.
Maksudku, untuk apa sebenarnya diperiksa sih? Norak banget. Apa mereka pikir orang luar itu adalah monster.
Boom...
Sebuah ledakan terjadi di tengah-tengah kemacetan ini.
Itu tepat berada di titik kemacetan ini. Untungnya kami tidak terkena ledakan itu.
Para hunter mulai berlarian untuk melihat apa yang terjadi?
Api berkobar membakar kendaraan-kendaraan yang ada di dekatnya.
Darah pum ikut mengalir di jalan raya ini.
Saat para hunter melihat pada sebuah bulatan besar yang dihasilkan ledakan itu.
Dan. Boom...
Terjadi ledakan lagi! Aku heran? Apa yang tersus menerus yang meledak itu.
Mungkin teroris? Atau mungkin Monster?
Yah, kalo tidak salah aku pernah mendengar berita tentang monster bom yang menyerang korea selatan.
Aku sudah tidak melihat hunter yang tersisa. Namun sepertinya bantuan hunter lain akan segera datang.
Sebelum itu, aku sudah turun dari mobil. Dan bersiap memegang katana yang kupasang di pinggang kiriku.
Brak...
Monster itu menunjukan tubuhnya. Kepalanya seperti sebuah bom, dan di atas kepalanya ada sebuah tali dan juga bulatan besar di bawahnya.
Namun tubuhnya seperti manusia, dan memakai jas hitam dan dasi merah di dadanya. Hanya saja lengan kirinya adalah sebuah roket.
Monster itu melepaskan roketnya ke arah belakangnya. Dan terjadi ledakan besar lagi.
Sebelum lebih banyak korban berjatuhan. Sepertinya aku harus menghadangnya.
"Hei, anak muda. Terlalu berbahaya untuk menyerangnya!" Teriak pak tua itu.
Aku hanya menggelengkan kepala. Dan si pak tua sepertinya mengerti dengan kode yang kuberikan!
Aku mengeluarkan katanaku dan berjalan perlahan ke arahnya.
Perlahan, aku mempercepat langkahku. Dan sekarang aku mulai berlari dan mengarahkan katanaku pada lehernya.
Namun serangan balik yang mengejutkan. Sebuah roket melintasiku dengan sangat cepat. Aku berhasil menghindari roket itu.
Namun gerbang kota itu terbakar karena ledakan roketnya.
Aku bergerak kembali mencoba menusuk dadanya.
Dan sebuah tendangan sedang melayang di kiriku.
Dengan insting bertarungku aku sudah menyadarinya. Aku menunduk dan menyayat kaki kanannya.
Dan darahnya mulai mengalir dari paha kakinya.
Tali yang ada di atas kepalanya mengeluarkan sebuah api. Aku menyadari itu adalah sebuah ledakan yang akan terjadi.
Aku berlari dengan cepat ke arah belakang, dan sedikit demi sedikit tali itu mulai terbakar dan mulai mendekati kepalanya yang bulat.
Aku berlindung pada sebuah pintu mobil.
Boom...
Kini aku terhempas kebelakang menyisakan debu-debu mengotori baju baruku.
Aku berdiri kembali dan melihat monster bom itu. Dan sepertinya untuk sementara kepalanya tidak akan kembali.
Namun aku harus cepat. Karena regenerasi monster itu sangatlah cepat. Apalagi jika mereka meminum darah manusia.
Monster ini sekarang buta. Bahkan dengan mudahnya aku menusuk dadanya.
"Sial! Monster ini tidak punya kelemahan!" Ucap Hanzo yang bersuara dalam hatiku.
Aku menjawabnya kembali dalam hati. "Maksudmu?"
"Walaupun kau menebas lehernya. Monster ini tidak akan mati!"
"Lalu apa yang akan kita lakukan?"
"Entahlah?"
Katanaku masih tertancap di dadanya. Dan sekarang kepalanya sudah kembali lagi.
Dan sebuah pukulan roket mengenai daguku. Aku terhempas ke atas. Kini tangan kanan monster itu yang bergerak. Monster itu akan meninjuku untuk yang kedua kalinya.
Namun... Aku dengan mudahnya memotong lengan kananya.
Walaupun aku berada di udara. Namun jika ada di udara aku bisa melakukan putaran mematikanku. Dan hasilnya, tangan monster itu hilang satu sama sepertiku.
Dan para hunter sudah datang sekarang. Monster itu sudah terkepung.
Dan dengan rantai yang mengikat tubuhnya. Monster itu sudah tak bisa berkutik lagi. Setidaknya ada sekitar 50 hunter yang datang. Sepertinya mereka sudah berpengalaman.
Dan seorang wanita seumuranku datang menghampiriku. Dia adalah seorang hunter memakai jas hitam dan dasi merah.
"Apa kau hunter?"
Aku menggelengkan kepalaku. Aku bukanlah hunter. Yah, memang sih aku membunuh monster, tapi itu untuk dijual, bukan untuk menyelamatkan dunia!
Dan wanita itu pun melihat sekujur tubuhku. Matanya berkeliling melihatku.
"Kau bohong! Kau hunter. Tapi bukan hunter resmi. Kau menjual monster yang kau bunuh kan?"
Kini aku mengengguk. Itu memanglah kenyataan. Dan sialnya saat aku datang ke sini malah ada monster yang menyerang.
Untung saja aku sudah berpengalaman...
"Kau akan ikut kami ke kantor."
"Kenapa?"
Tanpa menjawab. Wanita itu memborgol lengan kananku dan satunya lagi di lengan kiri wanita itu.
"Hey. Aku kan sudah membantu mengalahkan monster itu!"
"Iya... Tapi kau akan ikut kami untuk diperiksa lebih lanjut."
Aku hanya bisa pasrah dan mengikutinya masuk kedalam mobil hitam.
Aku duduk tepat di sebelahnya. Baru saja aku datang ke kota ini. Malah sudah disambut dengan meriah.
Dan mataku berbinar saat melihat keindahan kota ini.
Kota ini berbeda dengan kota antah berantah yang aku tempati sebelumnya.
Anak-anak bermain gembira, dan juga masyarakat berkomunikasi dengan normal. Saling hormat menghormati.
Wajar saja aku heran dengan kota ini. Tempat yang kukunjungi saja biasanya hanya hutan, atau desa untuk memburu monster. Dan sepertinya kota ini sangat aman dari gangguan monster.
"Kau sepertinya bukan berasal dari sini ya?" Dia berkata sambil menatap jendela mobil.
"Iya." Aku menjawab dengan singkat.
Jika boleh jujur! Sebenarnya borgol ini sangat mengganggu. Terkadang lenganku bersentuhan dengannya.
Yah walaupun tangannya lembut sih.
Dan saat kulihat wajahnya, aku menyadari bahwa rambutnya berwarna kemerahan dan juga rambutnya terurai panjang, bola matanya berwarna biru dengan alis lentik. Dan juga bibirnya merah merona. Wajahnya juga sangat cantik.
Astaga... Aku ini kenapa sih. Namun... Baru kali ini aku melihat wanita secantik ini.
"Hmmm. Ada apa?"
Wanita itu berbalik ke arahku. Aku memalingkan wajahku ke arah lain.
"Kalo mau kenalan bilang saja! Namaku Agnes. Siapa namamu?"
Agnes memegang lengan jaket kiriku. Dan Agnes mulai menyadari bahwa aku tidak memiliki lengan kiri.
"Eh, dimana lengan kirimu?"
"Ituu... Ceritanya panjang."
"Oh begitu..... Tapi kau belum menjawabku, siapa namamu?"
"Reza. Panggil saja Reza!"
Sebuah senyuman terlihat dari bibirnya. Itu adalah senjata ampuh untuk meluluhkan hati seorang pria.
Dan sampailah kami di kantor pusat hunter. Tempat ini sangat ingin kukunjungi waktu kecil. Dan baru kesampeannya sekarang!
Aku duduk di sebuah kursi empuk. Dan sebuah meja di depan. Ruangan ini cukup gelap, namun sebuab lamou menyala tepat di atasku.
Agnes kini sudah melepas borgolnya. Itu cukup memuaskan.
Dan seorang pria duduk di depanku. Dan tertulis di papan namanya. "Riko Human" dan sepertinya orang ini akan menanyaiku hal-hal rumit?
"Agnes. Bisa tinggalkan kami!"
Agnes mengangguk dan pergi meninggalkan kami berdua di ruangan sempit ini.
"Kudengar kau hunter tak resmi."
Aku mengangguk.
"Dan kau menjual organ monster pada orang lain?"
Aku mengangguk.
"Dan coba kita lihat... Namamu Reza Rahardian."
Aku mengangguk.
"Dan menurut saksi mata. Kau sudah melawan, dan hampir mengalahkan Monster Bom?"
Aku menngangguk.
"Sepertinya kau sudah berpengalaman?"
"Ya, aku sudah memburu monster sejak umurku 17 tahun. Aku melakukan itu untuk bertahan hidup!"
"Dan sekarang berapa umurmu?"
"21 tahun!"
"Wow, dan kau masih hidup. Gila, kau cukup berpengalaman."
Aku menggangguk kembali.
"Dan selamat. Kau resmi menjadi hunter!"
"Apa?" Aku berteriak di ruangan kecil ini. Bahkan suaraku menggema sampai ke luar.
"Iya, selamat ya, tenang saja. Kamu akan dibayar jika bekerja disini. Dan panggil aku komandan Riko."
Dan komandan Riko mengulurkan tangan nya untuk bersalaman. Namun aku tidak merespon. Tapi komandan Riko mengambil lengan jaket kiriku. Dan sepertinya telah menyadari sesuatu.
"Wow, dimana lenganmu?"
"Dimakan Werewolf."
"Wow, dan kau mampu melawan monster dengan satu tangan."
Prok...prok...prok...
Komandan Riko bertepuk tangan untukku. Yah memang sulit bertarung dengan satu lengan saja. Tapi jika terbiasa itu akan sangat mudah.
"Tapi... Aku tidak pernah bilang aku mau jadi hunter. Lagipula aku hanyalah anak desa?"
"Itu! Sekarang sudah tidaklah penting. Dunia sedang dalam bahaya. Karena monster semakin tahun semakin mengganas. Lagipula kau juga akan dibayar mahal!"
Aku menghela nafas. "Haah... Baiklah, aku melakukannya demi uang, oke!"
Kami pun bersalaman. Bagus, bagus, sekarang aku menjadi hunter resmi. Ini akan sengat merepotkan.
Aku dibawa keliling oleh komandan Riko. Melihat-lihat isi gedung pusat hunter ini.
Dan juga melihat tempat para calon hunter yang dilatih dengan sangat keras!
Masa bodo! Aku melakukannya demi uang! Aku tidak berniat menyelamatkan umat manusia.
Dan Agnes datang menghampiri kami, dengan seragamnya yang terlihat elegan.
"Ada apa komandan?"
"Kau bawa Reza ke apartemenku oke!"
Agnes mengangguk. Dan aku kini mengikutinya keluar dari gedung pusat.
Aku berjalan di pinggiran kota ini. Kota ini cukup indah bagiku. Tapi aku tidak boleh tertipu oleh keindahannya.
Mataku tertuju pada sebuah menara yang menjulang tinggi. Dan pada bagian atasnya lancip dan hampir mirip seperti emas.
"Menara apa itu?"
"Oh, itu adalah Monumen Nasional. Atau yang biasanya disingkat Monas."
Wajar saja aku tidak tahu! Karena aku bukan berasal dari kota ini.