Kami merayakan kemenangan atas misi pertama kami, di apartemenku.
"Hey, kenapa harus di rumahku?"
Dan Roy menjawab. "Hehe, sekali-sekali. lah bro."
Ada 8 botol bir, dan beberapa camilan yang sekarang disimpan di atas meja berukuran pendek.
Ada Roy, Angela, Mr Brando, Dan Saki. kami berlima berkumpul di sini.
Dan Mr Brando terlalu banyak meminum bir itu. aku hanya bisa menyaksikan dengan kejijian padanya.
Sedangkan Roy menghisap satu batang rokok yang dijepit oleh kedua jarinya. Angela memakan beberapa camilan seperti biskuit, keripik kentang, dan coklat.
Sedangkan Saki... ah, dia hanya memainkan ponselnya di kamarku. mungkin saja Saki tidak suka, atau benci keramaian.
"Ah..... nikmatnya!!" Mr Brando berteriak, sampai suaranya menggema ke seluruh ruangan.
"Mr, pelankan suaramu.!" ujar Roy sambil menepak bahu Mr Brando.
Karena teriakan itu... seseorang mengetuk pintu dari arah luar, aku berdiri dan mengampiri pintu yang berarah keluar.
Klekk...
Seorang wanita telah berdiri tegap, dan di tangan kirinya memegang Ice Bobba.
"Ada apa Agnes?"
"Ini." Agnes menangkat ice nya itu. "Aku tak sengaja melihat pedagang yang di pinggiran jalan, dan aku teringat padamu jadi kubelikan."
"Wah, terima kasih."
"Cuma Reza. terus kami?" Teriak Roy dari dalam."
"Oh, kau sedang ada tamu ya. apa aku mengganggu?"
Aku melambaikan tanganku. "Tentu tidak! ayo masuk."
Dan Roy mulai mengolok ngolok lagi. "Agnes, kenapa hanya Reza yang dibelikan."
"Mana aku tahu ada kalian? lagipula kalian sedang apa?"
"Pesta. kak Agnes sebaiknya bergabung." Ucap Angela.
Mr Brando juga hanya mengangguk tiga kali, dan Agnes juga membalas dengan senyuman manisnya sambil duduk di pinggir kananku.
"Oh pesta tim! hah, aku cemburu pada tim kalian. timku tidak pernah melakukan pesta seperti ini." terlihat wajah Agnes cemberut dan menggelumbungkan kedua pipinya.
"Jangan sedih kak Agnes, kita bersenang-senang saja malam ini dan lupakan dunia. hahaha" tawa Angela terdengar garing di telinga kami. bahkan tak ada yang tertawa selain Angela.
Aku melihat wajah Agnes yang penuh dengan tanda tanya? seperti ingin menanyakan sesuatu.
"Ada apa?"
"Entahlah sepertinya ada yang kurang?" Agnes memegang dagunya, dan memejamkan mata. "Oh ya... dimana Saki?"
Roy membakar satu batang rokok lagi dan menghisapnya. "Saki. biasalah, dia kan selalu menyendiri." Jawab Roy.
"Oh, iya." ucap Agnes, sembari mengangguk.
Aku baru tau bahwa Saki adalah seorang pendiam. memang dari awal sudah terlihat bahwa begitulah kelakukan Saki.
Mr Brando yang dalam keadaan mabuk kembali mengigau tak jelas. seperti aku ingin menikah. atau, dasar monster sialan!
Kami hanya bisa menutup telinga kami masing-masing.
Dan aku melihat Agnes dan Angela sedang taruhan main poker di atas meja makan.
Aku melihat banyak uang yang menumpuk di atas meja sana. sepertinya itu adalah uang taruhannya?
Dan tak terasa jam sudah menunjukan pukul satu malam. mereka semua berpamitan padaku. dan keluar.
"Yosh... waktunya istirahat."
Namun aku melihat ruanganku amat berantakan. bungkus snack berserakan di mana-mana. dan beberapa air botol bir yang tumpah di lantai juga.
"Mungkin akan aku bereskan besok."
Aku berjalan ke arah kamar sambil mengucek-ngucek mataku yang sudah kelelahan.
Aku membuka pintu kamarku perlahan, dan sebuah pemandangan tidak mengenakan terjadi.
"Saki... kau belum pulang."
Saki menatap ke arahku sembari mengucek matanya yang sudah memerah, karena mengantuk.
"Hoam... telah terjadi sesuatu dan aku akan menginap malam ini."
"Ti-tidak bisa!!"
"Kenapa? tidak boleh."
"Bukan begitu... kau kan wanita, apa kata orang nantinya."
Dan suara ketukan pintu terdengar dari luar sana.
"Mereka juga akan menginap ya!"
"Apa? siapa?"
"Sudah, buka saja pintunya."
Dengan wajah kesal, aku perlahan meninggalkan Saki dan menghampiri pintu luar.
"Eh, kenapa kalian datang lagi?"
Raut wajah kecewa dan bingung terlihat di wajah mereka.
"Kami tersesat?" Ucap Roy.
"Kau mabuk tuh." jawabku.
"Aku kan tidak minum bir."
Itu benar juga, Roy tidak minum sama sekali. dan mataku tertuju pada Agnes, apa dia juga tersesat? tidak mungkin, kamar kami bersebelahan.
"Apa Agnes juga tersesat?" Kalimat itu kulontarkan hanya sebatas candaan.
"Begitulah!"
"Yang benar saja... ini lelucon kan, atau prank! yah, prank. kalian sedang merencanakan sesuatu."
"Kami serius Reza." Jawab Angel.
"Tapi kamar Agnes kan di sini-" Saat aku menunjuk arah kamar Agnes. ternyata itu bukan kamar, melainkan kamar mandi.
Padahak sebelumnya itu adalah kamar Agnes. kenapa bisa berubah? ayolah aku lelah... jangan bilang ini ulah monster atau iblis.
"Sepertinya ini adalah ulah Monster Labirint."
"Tidak... kumohon jangan monster lagi!!"
Agnes hanya tertawa tipis di bibirnya. sedangkan yang lain masuk tanpa permisi.
Dan aku melihat Roy yang kelelahan karena membopong MR Brando yang sudah mabuk berat.
Kami duduk di tempat kami berpesta tadi sambil memikirkan rencana untuk mengalahkan monster labirint.
"Jadi bagaiman?" Tanya Roy lalu mengeluarkan satu batang rokok dan menghisapnya.
Namun suara dengkuran MR Brando mengganggu konsentrasi kami untuk keluar dari sini. "Sudah jangan dihiraukan!" Ujar Angela.
"Hmm. jika ingin keluar dari sini. kita harus cari sumbernya." Ucap Agnes sembari memegang dagunya.
"Maksudmu mencari langsung monster itu dan mengalahkannya?" Tanyaku.
"Itu benar sekali." Jawab Agnes, dengan senyum di bibirnya.
Kami memulai rencana kami untuk mencari monster itu dan mengalahkannya. MR Brando tak ikut bersama kami karena sudah mabuk berat.
Kami keluar satu-persatu dan berpencar ke arah lain.
Aku dan Roy, sedangkan sisanya 3 anak perempuan.
Aku tak mengingat jalan-jalan ini lagi. maksudku, ini berbeda dengan jalan yang sebelumnya.
Aku bahkan tak melihat orang selain Roy disini.
Bahkan ada beberapa lukisan yang belum kulihat sebelumnya. dan beberapa dekorasi baru juga.
Aku bisa saja tersesat sekarang...
Kami tak menemukan apapun. aku dan Roy memustuskan untuk bergabung dengan para wanita.
Namun saat kami kembali, jalannya sedikit berbeda.
"Bukankah tadi kita berasal dari arah kanan. kenapa sekarang jadi kiri?" Tanya Roy padaku.
Dan aku menjawab. "Entahlah?"
Kami memustuskan untuk terus melaju, kami tak mau ambil resiko jika kembali mungkin kami tersesat.
Dan di depan kami ada pertigaan. yang berarah ke tengah, kiri, dan kanan. padahal sebelumnya aku tidak ingat ada pertigaan seperti ini di dalan apartemen.
"Baiklah, kau yang memustuskan. " Ucap Roy sembari menunjuk padaku.
"Tak masalah, serahkan padaku."
Aku berbicara pada Hanzo...
Kini aku tengah berada di alam bawah sadarku. tempat ini penuh dengan air setinggi pergelangan kaki.
Dan beberapa tengkorak kepala manusia yang tergeletak di sana-sini.
Ini adalah tempat tinggal Hanzo, yang berada dalam diriku.
Tiba-tiba airnya berubah menjadi merah keruh. dan Hanzo mulai menampakan dirinya.
"Oke, apa yang bisa kubantu?"
"Uhh, Hanzo. apa kau tahu tentang monster labirint?"
Wajahnya menunjukan ekspresi kaget. "Jangan bilang bahwa kau dijebak monster labirint?"
"Ya... begitulah."
"Sialan. kenapa bisa?"
"Mana kutahu? makhluk itu tiba-tiba datang ke apartemenku dan menggangguku. cepatlah beritahu, aku ingin membunuhnya dan mencincangnya. dan akan kujadikan sate untuk makan malam."
"Wow, santai. kenapa tiba-tiba kau agresif."
"Itu karena dia telah mengganggu istirahatku, apa kau tahu. aku sudah menyelesaikan dua misi dalam satu hari. dan sekarang." Aku mengepalkan tanganku dan mengambil kepala tengkorak yang menggelinding ke arah kaki kananku. aku melemparnya dan tak sengaja mengenai kepala Hanzo.
"Ups, maaf."
"Tak apa. baiklah. akan kujelaskan."
Hatiku mulai riang gembira, dan juga aku tak sabar untuk membunuh monster sialan itu.
"Bagus, ayo ceritakan."
"Monster Labirint adalah salah satu yang paling kubenci, dan monster ini sudah ada sejak aku pertama kali turun kebumi. sebenarnya monster ini bukan mengeluarkan labirint, melainkan sebuah ilusi."
"Ilusi?"
"Yah, yang kau lihat di apartemenmu itu adalah ilusi yang dibuatnya, dan membuat kalian tersesat. sebenarnya monster ini tak akan membunuh kalian secara langsung namun..."
"Namun apa?"
"Monster itu akan membuat kalian panik, dan itu akan mengganggu otak kalian. jika kau tidak berhasil maka tamatlah riwayatmu, makhluk itu akan terus mengurungmu dalam ilusi ini sampai mati."
"Lalu bagiamana aku mengalahkannya?"
"Cari saja monster itu dan bunuh dia."
"Kau sama sekali tidak membantu!"
"Baiklah aku akan beritahu agar kau selamat dari ilusi labirint ini. repot juga kalo kau mati. aku juga akan mati."
"Baik... ceritakan."
"Yang pertama, jangan tertipu oleh ilusi ini. atau lebih tepatnya, jangan percaya dengan apa yang kau lihat. yang kedua, jangan panik. yang ketiga, hematlah dalam makanan. kemungkinan kau akan keluar dari sini sekitar 3 hari atau satu minggu, atau satu tahun, atau satu abad, atau selamalamalamalamalamanya..."
"Hah, baiklah. kalo begitu bye..."
"Semoga berhasil!"
Saat aku akan kembali ke dunia nyata. Hanzo memanggil lagi.
"Ya, apa?"
"Kau tahu kan. pepatah mengatakan, Kanan kenyamanan, dan kiri kesengsaraan."
Aku hanya mengernyitkan dahiku dan meninggalkannya lalu melambaikan tangan.
Aku kembali lagi ke dunia nyata. dan kami masih di tempat yang sama juga.
"Oke. kita mau ke arah mana?" Tanya Roy.
Aku menunjuk ke arah kanan. seperti apa yang dikatakan Hanzo sebelumnya. bahwa kanan adalah kenyamanan.
Kami melewati dengan sangat aman dan mulus. tak terjadi apa pun saat kami lewat.
Tapi aku penasaran. seperti apa jika kami lewat kiri atau lewat tengah? masa bodo ah, yang penting kami keluar dengan selamat.
Lalu aku melihat seorang pria tengah berdiri di hadapan kami. sepertinya, dia menunggu kami?
"Oi." Teriak Roy padanya.
Namun tak ada respon apapun, dan pria itu pun beralari.
Sontak kami mengejarnya dari belakang. namun lariannya begitu cepat sehingga sulit untuk kami menangkapnya. jika ada Saki mungkin dia bisa mengikatnya dengan rantai.
"Hey, Roy... hosh, hosh, apa kau. hosh, tidak punya jurus untuk menangkapnya?"
"Jurusku tidak akan. hosh, berguna, hosh. saat seperti ini."
Aku tak merespon dan terus mengejarnya. dan di depan, lagi-lagi aku melihat pertigaaan yang sama seperti sebelumnya.
Dan pria itu belok ke arah kiri. kami terus berlari mengejarnya dari belakang.
Namun yang kami lihat sekarang hanyalah api yang berkobar dan lava. kami sekarang memijak sebuah batu. dan ada beberapa mentos di atas kami.
Dan mentos itu satu persatu terjatuh dan menciprat kemana-mana.
Kami berlari memijak batu yang tersusun. tentu saja di bawah batu itu ada lava.
Kami terus memijak batu berukuran bantal itu terus menerus. sampai aku melihat cahaya bagaikan surga yang ada di hadapanku.
"Aku melihat jalan keluar, ayo." Ujarku.
Dan kami pun berhasil melewatinya tanpa terluka sedikitpun. dan aku kembali melihat pria itu berlari kembali.
Kami mengejarnya lagi. walau aku sudah tak tahan berlari lagi. rasanya aku ingin meminum sesuatu.
Aku terjatuh karena kakiku menabrak sesuatu. dan Roy berusaha membantuku berdiri...
Dan yang sekarang kulihat adalah pantai, dan beberapa kelapa muda yang sudah dikupas, dan sudah bisa diminum.
"Eh?"
"Apa yang terjadi?"
Aku melihat kanan dan kiri. namun yang kulihat hanyalah air yang mengelilingi pulau kecil ini.
aku berusaha mencari jalan keluar. aku berlari ke sana dan kesini. namun aku tak menemukan apapun selain air yang terus membuat ombak.
Aku duduk di pesisir pulau ini. dan pasir yang sedang kuduki terasa dingin. seperti lantai keramik.
Disusul Roy yang ikut duduk juga berada di pinggir kiriku.
"Kita akan mati!"
"Ayolah jangan menyerah."
"Aku juga belum menikah." Ucapnya disusul dengan isak tangisan, seperti seorang bocah yang baru saja kehilangan mainan.
Aku ingin mengambil butiran pasir yang sedang kuduki. namun tak bisa kuambil, aku hanya bisa menyentuhnya. bahkan permukaan nya halus seperti kaca rumahan.
Aku teringat kembali dengan perkataan Hanzo. "Jangan percaya pada ilusi." aku menyadari sesuatu.
Kami bukan di pulau sungguhan, ini masih di apartemen. dan yang kuduki bukan pasir, melainkan keramik yang dingin. dan ombak ini. sepertinya hanya ilusi.
Dan saat ombak menyentuh kakiku. aku tak merasa bahwa kakiku baru saja terkena ombak. bahkan kakiku tak basah sama sekali.
"Ayo kita cari pintu."
Aku berdiri dan mulai meraba-raba setiap sudut pulau ini.
"Apa yang kau lakukan Reza?"
"Ini ilusi. cuma ilusi."
Dan Roy pun mengikutiku dan mencari kembali pintu yang berarah keluar. sampai aku menabrak sebuah tembok di depanku.
Padahal di sini tak terlihat apa-apa, ini seperti sebuah tembok transparan. namun ini memang tembok.
Aku terus meraba-raba tembok yang tak terlihat itu. sampai aku tersungkur ke depan dan terjatuh, disusul Roy juga yang menimpah tubuhku.
"Awas!"
Dan tanpa kusadari. kami melewati pulau itu. dan sekarang kami kembali berada di apartemen. namun aku sadar, bahwa keadaan masih belum normal.
Aku kembali melihat pria itu. namun pria itu berlari dan aku pun juga mengejarnya dari belakang.
"Tunggu. hosh," Ucap Roy dari belakang.
Dan sebuah pertigaan itu kembali terlihat. kini pria itu masuk ke arah tengah, sontak aku juga ikut masuk.
Di ruangan ini sekarang adalah sebuah tempat untuk bertapa. ada lingkaran sihir di tengahnya.
Dan yang membuatku kaget, aku melihat, Saki, Dan Angel yang terikat pada sebuah tiang besar.
Saat aku menghampiri mereka, seekor naga muncul di hadapan kami. naga besar seukuran bis sekolah.
Aku mundur ke belakang dan membeberkan katanaku.
Aku tak melihat pria itu, namun aku merasakan auranya masih berkeliaran di sekitar sini.
Naga itu menghembuskan api berwarna ungu. aku melompat lagi kebelakang.
Dan Roy hanya panik tak karuan. aku mencoba melawan naga itu. namun lagi-lagi naga itu mengeluarkan apinya dari mulut.
Aku menyadari sesuatu. ini hanyalah ilusi saja. aku tak merasa panas sedikitpun saat naga itu menghembuskan apinya. bahkan saat di lava tadi. aku tak merasa panas sedikitpun.
Dan naga ini... sudah pasti hanyalah ilusi. tugasku sekarang adalah menangkap si pengendali ilusi ini.
Naga itu mengbembuskan apinya untuk yang ketiga kalinya. namun aku hanya diam dan berjalan perlahan.
Namun yang lain berteriak...
"Awas...."
Api telah menembus tubuhku. mereka pikir aku terkena apinya dan hangus. namun,,, aku selamat dari api itu, bahkan bajuku tak ada yang terbakar sedikitpun.
Aku merasakan Aura orang itu semakin dekat. lalu aku melihat sebuah tirai yang menutupi dirinya. orang itu tak pandai bersembunyi.
Aku menebas tirai itu dengan katanaku. namun pria itu mengubah ilusi kembali...
Saat ini yang kami lihat adalah, lautan lava, kakiku memijak pada sebuah batu berukuran bantal.
Aku menyadarai bahwa ini hanya ilusi. aku menyeburkan diriku dalam lava yang tak panas ini.
"Reza apa kau mau mati?" Teriak Roy.
Aku tak menghiraukannya dan mencari kembali pria itu. aku sudah tak tahan lagi dengan semua ini.
Aku seperti berenang di sebuah lautan yang dingin. namun yang aku renangi bukan laut. namun lava.
Aku menggunakan mata hanzo. dan aku menemukan letak keberadaan pria itu.
Pria itu bersembunyi pada sebuah batu besar dikelilingi api disekitarnya.
Aku menembus batu itu dengan perlahan dan sedikit kesombongan.
Saat aku melihat pria itu, aku menyadari bahwa orang itu memakai kacamata bulat di matanya.
Dan Aku menebas perutnya...