Yah, ini adalah apartemen indah yang pernah kutempati.
Aku bisa melihat keindahan kota dari balik kaca yang besar ini. ditambah lagi, apartemen ini gratis!
Dan juga ruangan ku dan Agnes bersebelahan. Agnes bilang jika ada apa-apa panggil saja.
Aku berbaring di sofa empuk sambil memandangi sebuah jam yang terus berputar.
tak...tak...tak...
Begitulah suara detakan jam yang kudengar. dan jam sudah menunjukan pukul 19.08, ini sudah larut malam!
"Aku bosan!"
Aku memandangi pintu yang berarah keluar dari ruangan ini.
Terlintas dipikiranku. apa aku harus menghampiri ruangan Agnes.
Aku bangun kembali dan menghampiri pintu yang ada di depan.
Setelah keluar aku berjalan perlahan ke arah ruangan Agnes.
Aku ingin mengetuk pintunya. tapi, aku tidak terbiasa dengan mengetuk pintu. biasanya aku langsung menerobos masuk begitu saja!
Kliek...
Sebuah anak panah kecil melayang dan hampir mendarat di dahiku.
Aku menunduk menghidarinya. dan anak panah kecil itu menancap pada sebuah pintu yang ada dibelakang.
"Hei, kau mau membunuhku!"
"Maaf! aku hanya sedang latihan."
"Lain kali kunci pintunya. jika orang lain sudah pasti mati!"
"Iya, iya. lagipula kenapa kau datang kemari, apa butuh sesuatu?"
"Aku bosan!"
"Kalo begitu masuklah!"
Aku masuk perlahan sambil menutup pintunya. jujur saja, jika orang lain dia sudah pasti mati!
Aku duduk di sebuah sofa yang empuk dan hangat. sepertinya seseorang sudah menduduki sofa ini sebelumnya.
Agnes datang membawa dua cangkir kopi di kedua tangan nya.
"Ayo diminum."
Sebuah aroma melayang dan masuk kedalam hidungku. itu adalah aroma kopi yang sepertinya cukup nikmat untuk diminum selagi hangat!
Aku menyeruput kopinya, sambil meniupinya. dan sebuah asap yang hangat melayang-layang di udara.
Kopi yang enak... ini cukup enak dibandingkan dengan kopi yang ada di desa.
"Enak!"
"Terima kasih!" dengan senyum di bibirnya.
Keadaan terasa canggung di antara kami. jika Agnes laki-laki, mungkin aku akan blak-blakan bicara tentang hal yang bodoh!
"Mau main catur?"
"Aku tidak bisa main itu!"
"Bagaimana dengan poker!"
"Jujur saja! tapi aku benci judi!"
Agnes memegang dagunya dan matanya berkeliling. sepertinya dia mencari ide lain agar aku tidak bosan!
"Jika kau mencari ide agar aku tidak bosan. lebih baik ceritakan tentang pekerjaan ini?"
"Ide bagus!"
Senyumannya kembali lagi. wajahnya penuh dengan kegembiraan. jika terus lama-lama aku memandangi senyumannya. bisa-bisa aku jatuh cinta!
"Jika dibilang menyenangkan tidak juga. tapi menurut beberapa orang pekerjaan ini menyenangkan, apalagi seseorang yang sedang membutuhkan uang. dan mengenai pekerjaannya... kamu akan bertarung sebagai tim, setidaknya lima orang tim. kita bahkan bukan hanya bertarung untuk kota ini... kita bahkan bisa dipanggil ke kota lain, atau negara yang menyewa kita..."
Pekerjaan yang rumit. tapi yang terpenting aku dibayar. dan juga,,, bekerja sebagai tim itu merepotkan! aku lebih suka bertarung sendiri.
"Kalo begitu gantian, ceritakan tentang hilangnya tangan kirimu."
"Aku akan menyingkat ceritanya..."
"...mm, bukan masalah!"
"Aku tinggal dengan nenek dan adiku di sebuah perkampungan. namun segerombolan Werewolf menyerang kampung kami. aku bisa selamat, namun tangan kiriku dimakan oleh salah satu dari mereka. sedangkan nenekku mati dimakan Werewolf itu!"
"Astaga, bagaimana dengan adikmu?"
"Soal itu. adikku dijual oleh rentenir karena nenek punya hutang pada rentenir itu. lebih tepatnya, adiku sudah tidak ada sejak Werewolf menyerang kami."
Agnes memegang dagunya.
Jam demi jam, kami hanya bercerita dan bercerita. terkadang soal monster, atau kota ini.
11.00, Tak terasa jam sudah selarut ini. aku harus segera kembali ke tempat asalku.
Aku mulai berdiri dan beranjak pergi. karena kulihat Agnes sudah tertidur lelap di sofa.
Namun saat kulihat lagi, Agnes sepertinya kedinginan. aku mengambil sebuah selimut sehangat bulu domba yang ada di kamarnya.
Aku membaluti tubuhnya dengan sebuah selimut hangat ini. walau dengan satu tangan, aku bisa melakukannya.
Setelah itu aku beranjak pergi lagi keluar dam pergi lagi ke ruanganku untuk tidur. dan memulai hari yang kejam esok!
****
Deringan jam alarm yang ada di pinggir kiriku bersuara dengan kencang.
Aku terbangun karena suara itu. aku menyikirkan selimut yang menutupi tubuhku.
Dan menekan tombol alarm agar suaranya berhenti.
Saat aku berjalan ke arah ruang tamu. tercium aroma kopi.
Ini seperti aroma kopi yang dibuat Agnes semalam.
Secangkir kopi sudah berdiri di atas meja ruang tamu.
Aku duduk di salah satu sofa itu. dan menyeruput kopinya.
Rasa yang sama juga seperti buatan Agnes semalam.
"Siapa yang membuatnya?"
Sepertinya ini adalah ulah Agnes, tapi darimana dia dapat kunci ruangan apartemenku?
Seorang wanita sudah berdiri di depan pintu.
Agnes berjalan membawa sebuah gulungan kertas di lengan kirinya, lalu Agnes duduk di sofa yang berada di depanku.
"Kita dapat misi!"
"Itu terlalu awal, aku kan masih baru."
Namun Agnes tidak menghiraukannya dan mulai bicara lagi.
"Kita menerima laporan dari komandan Riko. kita ditugaskan membunuh Monster Shotgun, di distrik 4 kota ini."
Wajahnya nampak serius saat ini. seakan-akan Agnes memiliki dua wajah dalam satu wajah.
Tak nampak sebuah senyuman juga di bibirnya. dia seperti bukan Agnes yang kukenal.
"Baiklah... kapan kita berangkat?"
"Sekarang."
****
Tempat ini begitu sepi walau aku masih berada di kota yang sama.
Gedung-gedung nya juga masih sama, dan juga toko, kafe, mall, ada juga di distrik ini.
"Kemana orang-orang?"
"Untuk sementara mereka dipindahkan ke distrik sebelah. dan setengahnya sudah jadi mayat." Jawab Agnes dengan wajah serius.
Namun saat kuperhatikan kembali. tempat ini sangat berantakan. mobil berserakan dimana-mana, kaca-kaca restoran, dan toko-toko juga terlihat pecah.
Dan juga aku tidak melihat anggota lain, Agnes bilang jika hunter akan bekerja sebagai tim yang terdiri dari lima orang. namun yang kulihat hanyalah Agnes?
"Kemana anggota lain?"
"Kita akan bertugas berdua saja untuk kali ini."
Agnes berjalan ke sebuah restoran yang ada di hadapan kami.
Agnes membawa dua buah pistol yang sedang dipegang di kedua lengannya saat ini.
Tentu saja aku mengikutinya dari belakang. saat masuk, tercium aroma darah yang sangat menyengat hidungku. jika orang biasa mungkin sudah muntah sekarang.
Dan beberapa mayat masih tergeletak dan membusuk di lantai restoran ini. dan mereka memiliki luka tembak di beberapa bagian tubuh.
Ini memang seperti tembakan Shotgun, karena banyak peluru yang menempel di bagian perut korban yang sedang kuperiksa.
Teriakan seseorang terdengar kencang dari arah luar. dan suara tembakan juga menggema diluar.
"Tolong!!!"
Dor...dor...dor...
Sontak kami melihatnya keluar. dan seorang pria paruh baya sedang tergeletak dengan keadaan mengenaskan.
Wajahnya hancur karena peluru Shotgun yang mengenai wajahnya.
Dan di sisi depan, ada Monster Shotgun yang sedang kami cari.
Monster itu memakai sebuah topeng nyamuk di bagian kepalanya. tubuhnya seperti manusia, namun dengan kedua lengan Shotgun.
"Itu monsternya?"
Agnes hanya mengangguk pelan, dengan ekspresi serius terlihat di bagian wajahnya.
Monster itu menatap ke arah kami, aku tidak dapar melihat ekspresi dari monster itu karena tertutup sebuah topeng nyamuk.
Monster itu menembakan shotgunnya ke arah kami. ada lebih 20 peluru sedang melayang ke arah kami, namun Agnes sepertinya akan mengeluarkan sebuah jurus.
"Chop." Tangan Agnes membentuk seperti sebuah angsa atau rubah yang sedang memangsa lawannya.
Sebuah kepala rubah seukuran bus melahap peluru itu dengan mudahnya. dan Agnes sepertinya sangat lemas karena kekuatan itu!
Namun monster shotgun itu melompati kepala rubah dan menendang Agnes saat mendarat di tanah.
"Agnes!"
Agnes terhempas dan menabrak tiang rambu lalu lintas. aku bersiap memegang katanaku yang ada di pinggang kiriku.
aku mengeluarkannya dari sarung katanaku.
Aku menusuknya dari arah belakang. namun itu bisa dihindarinya.
Serangan balik mengejutkan dari monster itu! aku ditinju oleh shotgunnya. dan itu mengenai perutku.
Aku sempat tergeletak namun aku bangun kembali. ini adalah hal biasa bagiku.
"Monster model seperti kau ini aku sering melawannya!" Teriakku.
Aku melewatinya lewat selangkangannya. kini aku berada di belakangnya.
Aku tidak menebasnya atau menusuknya. melainkan menedang selangkangannya.
Setelah monster itu merasa kesakitan, aku menendang nya dari belakang. monster itu tersungkur ke arah depan.
Dan beberapa peluru sedang melayang ke arahku. aku menggunakan katana sebagai tameng untuk menghindari setiap pelurunya.
Namun saat peluru itu habis. monster itu menendang perutku, aku tersungkur sejauh 15 meter, dan menabrak sebuah telepon umum sampai hancur.
Darah keluar dari mulutku. bahkan kepala belakangku sepertinya bocor. bagaimanapun aku ini manusia.
"Hanzo. aktifkan segel kutukan!"
"Baiklah. tapi kau yakin!"
"Tentu saja!"
Segel kutukan adalah sebuah kutukan racun mematikan yang ada pada katanaku. jika musuhku tergores sedikit saja oleh katanaku. dia bisa dipastikan mati. namun bayarannya. setiap lima detik, setiap darahku akan diserap oleh katana ini. karena itu aku tidak bisa menggunakannya dalam jangka panjang.
Dan warna pedangku berubah menjadi merah darah. itu pertanda bahwa segel kutukan aktif. dan juga katanaku mengeluarkan asap hitam kecil yang menyelimutinya.
Aku menghempaskan katanaku dari arah kiri. namun monster itu menggunakan shotgunnya sebagai tameng untuk mengangkis katanaku.
Dan juga monster itu menembakan shotgunnya dari tangan kanan. aku menunduk dan menendang kembali selangkangannya.
Aku melayangkan katanaku pada wajahnya. namun itu tipis sekali, aku hampir mengenainya.
Aku kembali dihempaskan oleh shotgunnya.... aku terkapar kesakitan pada bagian perut. rasanya sangat sakit.
Namun... sebuah tangan raksasa mengikatnya. itu adalah jurus milik Agnes. aku melihatnya tangannya mengepal seperti menggenggam sesuatu.
Aku mengambil kesempatan ini. aku berjalan perlahan ke arahnya. aku hanya sedikit menyombongkan diri pada iblis ini.
Aku hanya sedikit menyayatkan katanaku pada wajahnya. setetes darah kecil keluar dari pipi kirinya.
Dan kutukannya mulai bereaksi. terlihat ada beberapa tulisan hitam yang berasal dari luka wajah yang kubuat. dan itu adalah kutukannya. tulisan-tulisan itu berjalan menjalar ke sekujur tubuhnya. dan monster itu pun wafat!
"Huek..."
Aku memuntahkan darahku yang bisa dibilang cukup banyak. aku merasakan nyeri pada perut, dan kepalaku terasa sangat pusing. aku juga lemas seperti terkena penyakit anemia.
Itu karena darahku sudah diserap banyak oleh katana ini.
Aku ingin sekali pingsan, tapi tidak. Agnes saja terlihat sangat lemas, karena jurus yang dikeluarkannya. jurusnya juga pasti meminta bayaran sama halnya dengan jurus-jurusku.
Aku ingin terlihat kuat dan baik-baik saja di depannya. bahkan jika bisa aku ingin menyembunyikan lukaku.
Aku mengulurkan tangan padanya untuk membantunya berdiri.
"Kau baik saja Agnes?"
"Bagaimana denganmu? kau tadi muntah darah!"
Aku memberikan senyum kebohongan padanya. "Itu, karena aku mual melihat monster itu, hehehe.!"
Aku menggendong Agnes dan membawanya ke mobil yang kami tumpangi tadi.
Tapi Agnes sepertinya tidak bisa menyetir mobil sekarang. dan aku juga tidak bisa mengendarai mobil.
Namun bodohnya aku. aku malah duduk di bangku sopir. sedangkan Agnes berada di sisi ku.
"Kau bisa menyetir?"
"Tentu saja."
Aku memberikan kalimat kebohongan padanya, padahal aku juga sangat lemas! ditambah lagi aku tidak bisa menyetir.
"Maaf ya,"
Aku menoleh. "Apa?"
"Aku sangat lemah, dan aku sepertinya tidak berguna dalam pertarungan tadi. kau sampai terluka separah ini." Tetesan air mata keluar dari air matanya.
Aku berbicara dalam hati. "Oi hanzo. apa kau punya pengalaman mengatasi wanita menangis?"
"Belum, aku bahkan hanya kencan satu kali dalam hidupku!" Jawabnya.
Aku kembali lagi menatap Agnes dan menghiburnya.
"Itu tidak benar. kau bahkan mengeluarkan kepala rubah untuk menelan peluru-peluru itu. dan yang terakhir. kau juga memegang monster itu dengan tangan raksasa. itu juga cukup membantu."
Matanya berkaca-kaca saat melihatku. apa aku menggunkana kalimat yang salah?
"Tapi menurutku itu masih belum cukup!"
"Itu menurutmu. kalo menurutku itu lebih dari cukup. jika kau tidak memegang monster itu tadi, mungkin akan lebih lama lagi membunuhnya."
Sebuah tawa terdengar dari mulutnya. bahkan aku kembali melihat senyumannya, yang indah. ini bagaikan pelangi yang muncul setelah hujan.
"Kalo begitu ayo kita berangkat. dan nyalakan mobilnya. aku tidak mau berlama-lama di tempat yang kotor ini."
Aku kembali berbicara dalam hati. "Hanzo, apa kau punya pengalaman menyetir mobil?"