Chereads / Demons Hunter / Chapter 4 - Kampung Zombie

Chapter 4 - Kampung Zombie

Saat ini kami berada di sebuah ruangan kecil, gelap, dan juga pengap. Ruangan ini seperti ruangan untuk menginterogasi para kriminal.

Ada satu meja di tengah ruangan, dan 4 kursi yang mengelilingi meja itu. Dan ada satu lampu kecil yang menggantung di atas meja itu.

Komandan Riko sedang duduk di kursi yang ada di hadapanku. Sambil memegang satu batang rokok yang dijepit kedua jarinya. Sedangkan Agnes berada di kursi kiri. Yang artinya bersebelahan denganku.

"Mau?" Komandan Riko mengeluarkan satu batang rokok dan menawarkannya padaku.

"Tidak! Aku pemuda yang sehat!"

Pok...pok...pok...

Itu adalah suara tepuk tangan yang dihasilkan oleh komandan Riko, walaupun aku punya banyak uang sekarang aku tidak akan membeli rokok. Karena aku pemuda yang sehat.

"Baiklah, jika kau tidak mau."

Komandan Riko menghisap rokoknya. Dan mengeluarkan asap-asap yang keluar dari mulutnya. Dan tercium sebuah aroma dari rokok itu sampai menusuk hidungku.

"Dan, selamat." Ucap komandan Riko sembari menyimpan rokok itu pada sebuah asbak yang terpampang di atas meja.

"Atas kerja keras kalian! Fuhh..."

Aku mulai merasakan keringat mengalir di sekujur tubuhku, aku sudah tidak tahan dengan tempat ini, aku ingin segera keluar.

"Dan... Reza, bisa tinggalkan kami berdua."

Komandan Riko menatapku dengan serius. Seperti dia sedang memohon padaku.

Aku menatap Agnes, namun Agnes hanya membalas dengan senyuman manis di bibirnya. Itu adalah sebuah kode bahwa dia akan baik-baik saja.

Aku mengangguk pada Agnes dan mulai berdiri kembali. Aku berjalan menghampiri pintu yang mengarah keluar. Saat aku akan menutup kembali, mereka sudah memulai percakapan itu.

Aku tidak dapat mendengarnya dari luar sini. Sepertinya ruangan itu kedap akan suara.

"itu adalah ruangan yang cukup spesial." Gumaku dalam hati.

Dan diluar sini terlihat banyak orang, mereka adalah hunter. Memakai jas hitam, dan dasi merah di dada mereka. Entah itu pria, atau wanita.

Dan aku melihat seorang wanita berambut hitam pendek menghampiriku secara perlahan.

"Ayo, kita sudah ditunggu."

"Ditunggu... Siapa?"

"Nanti kau akan tahu."

Aku menurutinya dan wanita itu mulai berjalan. Aku juga mengikutinya dari belakang.

Dan ada sebuah lift yang sudah terpampang di depanku. Kami memasukinya.

Dan wanita itu menekan tombol paling bawah... Sepertinya kami akan masuk ke ruang bawah tanah.

Saat dibawah. Aku melihat sebuah besi yang berbaris. Itu adalah sebuah penjara, bukan hanya satu. Namun sepertinya jutaan, atau mungkin ribuan.

Dan di dalam penjara itu bukanlah manusia. Melainkan monster, atau iblis yang kakinya, atau lehernya yang dirantai kuat. Ada beberapa penjara juga yang masih kosong.

Dan juga aku melihat monster-monster itu nampak kelaparan. Mereka kurus, bahkan ada yang sudah lemah tak berdaya.

"Hei, kenapa mereka dikurung dan tak diberi makan? Itu kejam!!! Lebih baik dibunuh saja kan."

"Mereka bisa dijadikan sebagai kontrak untuk para calon hunter. Atau hunter yang baru saja kehilangan monster kontrak mereka." Ucap wanita itu. "Dan kudengar dari Agnes, kau juga kontrak dengan iblis rank S. Hanzo, apa itu benar?"

Aku kaget saat mendengar kalimat itu dilontarkannya. Padahal aku belum cerita apapun dengan Agnes soal Hanzo. Apa Agnes menyadarinya saat pertarungan.

"Aha... Kenapa?"

"Tidak, tidak apa. Aku juga melakukan kontrak dengan monster rantai."

Dan seorang pria yang memakai kacamata hitam yang ada di depan, melambaikan lengannya pada kami.

Dan saat kami menghampirinya. Orang yang berumur sekitar 40 tahunan ini mulai bicara.

"Jadi kau anak baru itu?"

"Yap."

"Bagus, ayo."

"Kemana?"

"Melakukan tugas kita."

"Jangan bilang kalo itu misi?"

"Itu benar."

"Tapi aku baru saja menyelesaikan misi."

"Tidak usah mengeluh, ayo pergi."

Lengan kananku ditarik olehnya. Aku sangat lelah lho karena misi yang baru saja kuselesaikan dua jam lalu.

Dan saat kami melewati penjara monster satu persatu. Mereka jadi menggila, mereka seperti ingin membuka penjaranya dan memakan kami. Namun jika itu terjadi aku akan menebasnya.

Dan di depan ada belokan yang berarah ke arah kanan. Kami pun belok ke situ. Dan terlihat lagi lift yang akan membawa kami keluar dari sini.

Pak tua itu menekan tombol yang bernomor 1, yang artinya itu adalah lantai satu gedung ini.

Saat kami tiba. Kami langsung menghampiri pintu yang berarah keluar dari gedung ini.

Dan matahari mulai menyoroti tubuhku. Lagi-lagi tubuhku terasa panas. Namun panas yang ini, tak sepanas ruangan tadi.

Ada banyak mobil yang sudah terparkir di luar gedung ini.

Kami menghampiri sebuah mobil sport berwarma hitam pekat. Dan sebuah AC mobil mulai membuat suhu tubuhku kembali normal.

Aku duduk di bangku belakang. Sedangkan si pak tua itu menyetir mobil. Dan si wanita berambut pendek ada di sampingnya.

Mobil pun mulai berjalan dengan kecepatan yang normal. Semakin kami berjalan, semakin ramai juga orang yang ada di kota ini.

Aku melihat Clock Tower yang terpasang di tengah kota ini. Jam itu menunjukan pukul 2 siang. Jam 3 aku harus mulai makan. Dan jam 4 aku harus mandi. Dan jam 5 aku akan bersantai. Dan jam 6 aku akan melakukan apapun sesukaku.

Ah, merepotkan. Pekerjaan ini sungguh merepotkan. Aku ke ibukota untuk mencari adikku. Bukan untuk bekerja.

Aku menepak bahu si pak tua itu. "Hey, bisakah kita berhenti di restoran. Aku lapar."

"Tidak bisa! Jika kita terlalu lama... Maka para zomie itu akan menyebar sampai kota ini." Jawab pak tua itu.

"Apa? Zombie.... Apa-apaan itu. Kenapa bisa ada zombie. Bukankah mereka tidak ada?"

Pak tua itu membalikan badannya dan menatapku. "Hey nak, dulu juga monster dianggap tidak nyata. Dan hasilnya!! Sekaramg mereka memakan manusia, bahkan manusia terancam punah. Tidak ada yang tidak nyata di dunia ini sekarang."

Setelah mendengar kalimat itu. Aku kembali duduk dan melihat-lihat lagi ke arah jendela yang menghadap keluar.

Dan semakin kami menjauh dari kota ini. Semakin sepi juga orang yang terlihat.

"Memangnya zombie itu ada di mana?"

"Ada di kampung Suka***. Kampung itu salah satu dari kota ini. Atau bisa dibilang tetangga." Jawab si wanita berambut pendek.

Dan saat kami keluar dari kota. Aku melihat kebelakang, aku melihat sebuah tembok yang melindungi kota itu. Itu adalah tembok yang amat besar. Sepertinya walaupun terjadi tsunami kota itu akan tetap aman. Namun berbeda jika terjadi gempa bumi. Mungkin tembok itu akan rubuh dan menimpah kota.

Ada 2 orang yang sudah menunggu kami. Namun aku tidak mengenal siapa mereka. Sepertinya mereka akan ikut serta dalam misi kali ini.

Aku tidak bisa melihat wajahnya. Karena ditutupi oleh topi dan masker yang menutup mulutnya. Entah itu pria atau wanita? Karena kedua orang itu memakai jaket yang tebal...

Mereka pun masuk ke arah bangku belakang. Dan sekarang aku yang ada ditengahnya.

Aku melihat orang yang ada di kiriku membuka masker dan topinya. Dia adalah seorang pria seumuran denganku, dengan rambut belakang yang dikuncir. Dan di sebelah kananku juga membuka masker dan topinya. Saat orang itu membuka topinya, aku mulai melihat rambutnya yang terurai panjang, sepanjang pinggangnya. Dan saat membuka maskernya, terlihat bibirnya merah merona. Dia adalah seorang wanita.

Dan orang yang ada di kiriku mulai bicara. "Perkenalkan. Namaku Roy." Dan yang di kiri juga mulai bicara. "Dan aku Angela... Salam kenal, aku harap kita menjadi tim yang baik."

"Tim?" Ucapku.

"Benar. Kita sekarang adalah tim." Jawab pak tua itu.

"Itu benar... Apa yang dikatakan MR Brando, Reza. Kita ini tim." Ucap Roy.

Kukira aku akan satu tim dengan Agnes. Tapi... Yah, tak masalah. Aku tak masalah dengan itu. Aku harap mereka bisa berguna?

Roy menepak bahu si wanita berambut pendek yang ada di depan. "Hey, Saki. Kenapa kau hanya diam saja!"

Namun Saki tak meresponnya. Yah anggap saja tadi itu kenalan secara tak langsung. Sekarang aku tahu nama mereka, mungkin aku akan mengingatnya.

Dan kami berhenti di hutan yang cukup seram. Namun ini kan masih belum datang? Tapi aku melihat mereka turun satu persatu.

Aku pun turun dan bertanya kepada Roy. "Roy, kenapa kita berhenti di sini."

"Sstt. Jangan berisik, kampungnya ada di hadapan kita sekarang." Jawabnya sambil meletakan satu jarinya di bibirku.

"Jauhkan itu dariku. Menjijikan." Aku menjauhkan jarinya.

Namun yang lain berkata. "Jangan berisik."

Kami bersembunyi di semak-semak sambil memperhatikan gerak-gerik para zombie itu. Kampung ini lebih pantas disebut kampung zombie.

Aku melihat anak-anak, sampai lansia yang sudah berubah menjadi monster yang memakan sesama manusia.

"Kenapa mereka jadi seperti itu?"

"Entahlah, masih belum diketahui kenapa dan siapa penyebabnya. Yang penting kita harus menyelesaikan misi kali ini!" Jawab Angela.

"Benar." Ucap Roy.

Aku bertanya kembali. "Apa rencananya?"

Dan Roy menunjuk 15 botol bensin yang ada di belakang mobil kami. Dan sebuah kotak hitam besar yang sepertinya itu adalah bom.

"Jadi maksudmu kita akan membakar, dan membom kampung ini?"

Dan MR Brando menjawab. "Itu benar nak. Kita tak akan mampu membunuh manusia-manusia itu, walau kini merek adalah monster. Dan juga butuh waktu lama jika kita membunuh mereka satu persatu."

Dan kamipun memulai rencana kami...

Aku dan Roy masuk ke kampung itu. Sontak para zombie itu mengejar kami. Mereka seperti baru saja melihat makanan yang baru saja matang.

Aku dan Roy berlari sampai ke tengah kampung sembari membawa bom kotak itu. Tentu saja Roy yang membawanya. Karena aku hanya memiliki satu lengan.

Aku menebas beberapa zombie yang menyerang kami. Aku memang ditugaskan untuk melindungi Roy dari serangan para zombie.

Walau berat rasanya membunuh sesama manusia. Bahkan ada juga anak kecil yang kutebas lehernya.

Namun aku harus bisa menghalau mereka...

Roy mulai menyalakan bomnya. Dan bom itu memulai hitungan mundur.

10

9

8

7

Namun saat kami akan kembali ke tempat semula. Kami sudah dikepung para zombie.

Namun sebuah rantai emas yang keluar dari tanah berhasil mengikat tubuh mereka.

Kami mengambil kesempatan itu dan berlari.

Saat kami sudah berada di luar kampung itu. MR Brando dan Angela sedang membanjiri rumah-rumah itu dengan bensin.

Dan MR Brando mengeluarkan korek dari kantongnya. Dan mulai membakar satu rumah. Sampai merambat ke rumah yang lainnya. Karena rumahnya seratus persen terbuat dari kayu dan bambu, sudah pasti akan merambat. Ditambah dengan bensin-bensin itu.

Booom....

Bom itu pun mulai meledak beserta para zombie-zombie itu. Yang artinya misi kami telah berhasil.

"MISION COMPLETE." Ucap Roy.

Kami beristirahat sebentar di dalam mobil.

"Oh, itu sangat mendebarkan..." Ucap Angel.

"Benar. Apalagi saat zombie itu mengejar kami." Ucap Roy.

Kami juga meminum sebuah jus jeruk dalam botol. Yah, ini cukup segar...

"Ayo lakukan tos!" Ucap Roy sembari mengangkat botol jus jeruk itu.

"Not Problem!" Jawab MR Brando.

Kami berlima pun tos dengan memakai botol yang berisi jeruk. Diiringi tawa semua orang.