Wushh!!!
Raka Kamandaka melesat ke depan orang serba hitam tersebut. Dia langsung memberikan beberapa totokan supaya orang itu diam.
Orang serba hitam seketika membeku seperti patung. Seluruh anggota tubuhnya sangat sulit bergerak. Tidak ada yang bisa dia gerakan kecuali kepala dan mulutnya.
Raka Kamandaka memperhatikan orang itu dengan seksama dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Di lihat dari balik cadarnya, sepertinya orang ini berusia sekitar tiga sampai empat puluhan tahun.
"Sekali lagi aku bertanya, siapa namamu?"
"Sampai kapanpun kau tidak akan tahu siapa namaku," jawab orang serba hitam itu dengan sinar mata yang mencorong tajam.
"Siapa yang menyuruhmu untuk membunuhku?"
"Aku tidak akan memberitahumu,"
"Walaupun kau harus berkorban nyawa?"
"Betul. Sampai mati, aku tidak akan memberitahumu siapa yang menyuruhku,"
Raka Kamandaka dibuat tertegun sejenak. Dia sudah menduga bahwa orang ini sangat keras kepala. Tak disangka, ternyata dugaannya memang benar.
Orang serba hitam itu benar-benar keras kepala.
"Adakah yang ingin kau sampaikan kepadaku?" tanya Raka.
"Ada,"
"Apa?"
"Ke mana pun kau menuju, di mana pun kau berada, nyawamu akan terancam. Selama keturunan Kamandaka masih ada yang hidup, selama itu pula kami tidak akan berdiam diri,"
"Bagus. Aku tunggu kedatangan rekanmu yang lainnya," jawab Raka dengan suara datar. Wajahnya dingin tanpa ekspresi.
"Mereka sudah datang. Aku justru memang sengaja memancingmu kemari karena yang lain sudah berkumpul di sini,"
"Aku sudah tahu,"
"Lalu kenapa kau terus mengikutiku?"
"Karena aku ingin membunuh mereka yang ada di sini,"
"Kau yakin mampu?"
"Sangat yakin. Kalau tidak percaya, kau boleh menyaksikannya,"
"Tidak. Aku tidak mungkin melihatmu bertarung dengan mereka,"
"Kau benar. Karena sekarang pun kau sudah siap-siap untuk mati,"
"Tepat. Setiap anggota kami yang gagal menjalankan tugas, dia memang akan tewas,"
"Lantas, kenapa kalian mau? Apakah hidup ini sudah tidak berharga lagi bagi kalian? Apakah kalian memang sekumpulan orang bodoh?"
"Karena kami sudah berjanji untuk setia sampai mati. Kau boleh menyebut perkumpulan kami bodoh sekarang, tapi suatu saat nanti kau akan sadar bahwa yang bergabung dalam perkumpulan kami adalah orang-orang cerdas. Mau tidak mau kau harus memuji bahwa perkumpulan kami sangat mengerikan,"
"Aku tahu. Karena kalau tidak, mana mungkin kau mau memancingku hingga kemari. Karena kau berani, berarti kalian memang sudah menyiapkan cara lain untuk membunuhku. Cara yang lebih mengerikan lagi,"
"Tepat. Kau memang pintar. Kami tahu ilmumu sangat tinggi, karena itulah, seribu satu macam cara sudah kami pikirkan hanya untuk membunuhmu,"
"Kau keliru,"
"Oh?"
"Jika hanya seribu satu cara, kalian tidak mungkin dapat membunuhku. Lebih baik kalian persiapkan setidaknya dua ribu dua cara agar bisa membunuhku," jawab Raka Kamandaka penuh rasa percaya diri.
"Aku paham,"
"Sekarang sudah tiba saatnya untuk kematianmu,"
"Benar. Memang sudah tiba. Hati-hati, nyawamu dalam bahaya setiap saat,"
Selesai berkata demikian, orang tersebut seketika terkulai lemas tak berdaya lagi. Dari bibirnya keluar setetes demi setetes darah segar.
Dia sudah minum racun yang disembunyikan di bawah lidahnya sendiri.
Kini Raka Kamandaka benar-benar percaya bahwa nyawanya memang berada dalam bahaya. Tapi sekali lagi ditegaskan, bahwa dirinya tidak takut.
Apapun yang akan terjadi nantinya, dia sudah siap menghadapinya. Apapun resikonya, dia siap menerjangnya.
Asalkan dirinya bisa membongkar dan mengetahui siapa dalang di balik pembunuhan keluarga dan gurunya, dia rela melakukan apa saja.
Raka Kamandaka hanya bisa tersenyum kecut sambil memandangi sosok mayat di hadapannya ini.
Dia tidak habis pikir, kenapa masih saja ada orang yang bersikap demikian bodohnya? Padahal kehidupan ini sangat indah. Karena hidup, kita bisa mengetahui banyak hal. Karena hidup juga kita juga bisa mendapatkan pengalaman yang luas.
Kenapa orang-orang seperti mereka mau mengorbankan nyawa hanya demi seseorang? Apakah nyawa mereka sudah dibeli? Benarkah nyawa diperjual-belikan?
Semakin dipikir semakin pusing. Apalagi Raka juga menyadari bahwa setiap orang mempunyai jalan hidupnya masing-masing.
Yang jelas, pemuda itu hanya menyayangkan terhadap orang-orang yang seperti ini.
Wushh!!!
Desingan angin tajam tiba-tiba menerjan ke arahnya. Sebuah benda melesat dengan kecepatan tinggi dari arah belakangnya. Cepatnya sulit untuk digambarkan lagi.
Kalau orang lain, sudah pasti dia tidak akan bisa menghindari serangan gelap tersebut. Apalagi dengan kecepatan yang seperti ini.
Tapi Raka Kamandaka bukan orang lain.
Tubuhnya berputar lebih cepat lagi.
Crapp!!!
Delapan batang jarum perak sudah terjepit di antara sela-sela jarinya yang lentik seperti jari perempuan.
Wushh!!!
Pemuda itu melemparkan kembali jarum yang baru saja dia tangkap ke tempat luncuran semula. Arah tujuannya ke semak belukar yang berjarak sekitar empat tombak darinya.
Tak ada suara apapun ketika dia menunggu beberapa saat. Suasana hening seketika.
Apakah lemparannya meleset? Ataukah orangnya sudah kabur lebih dulu?
Raka Kamandaka masih berdiri di sana. Semua inderanya dia pasang dengan tajam.
Wushh!!!
Desiran angin tajam kembali terasa merobek kulit kembali terdengar berdesing di telinganya. Pemuda itu memiringkan tubuhnya ke samping kanan.
Sesuatu lewat tepat di samping telinganya. Kemudian sesuatu itu menancap di batang pohon sana.
Crapp!!!
Bukan jarum, bukan pula pisau.
Tapi hanya sebuah daun. Daun kering yang dilemparkan dengan pengarahan tenaga dalam tinggi sehingga berubah menjadi keras dan tajam. Hasilnya tak berbeda jauh dengan sebilah pisau.
Siapa yang melemparkannya?
Sudah pasti tempat di sekelilingnya telah dipenuhi oleh orang-orang berilmu tinggi. Karena tidak mungkin orang berilmu rendah bisa mengubah daun kering menjadi sekeras baja seperti itu.
"Kalian sudah datang, kenapa tidak langsung saja menampakkan diri? Apakah seperti ini nyali jago kelas atas? Sungguh memalukan," gumam Raka Kamandaka memancing supaya musuh-musuhnya keluar dari tempat persembunyian.
Tak ada suara. Tak ada pula jawaban.
Semuanya hening seperti sebelumnya. Seolah di tempat tersebut tidak ada manusia lain kecuali dirinya sendiri. Hanya lolongan anjing yang kembali terdengar di kejauhan sana saling bersahutan dengan lolongan serigala dan suara burung hantu.
Wushh!!!
Blarrr!!!
Mendadak empat sinar melesat sangat cepat dari empat arah berbeda menuju ke arahnya. Kecepatan sinar itu sangat sulit untuk dilukiskan. Tahu-tahu sudah tiba di hadapan Raka Kamandaka dan menimbulkan sebuah ledakan keras.
Untungnya pemuda itu mampu bergerak lebih cepat daripada perkiraan orang-orang tersebut. Sehingga dia bisa selamat dari serangan gelap barusan.
Tidak berselang lama setelah itu, mendadak muncul empat orang tak dikenal. Pakaian mereka berbeda-beda. Yang satu merah, satu hijau, kuning, dan satu lagi cokelat.
Walaupun warna pakaian mereka berbeda, tapi ekspresi mereka sama. Wajah mereka juga sama.
Sama-sama menyeramkan dan mengandung niat untuk membunuh.
Setelah muncul empat orang tersebut, muncul tiga orang lainnya. Kemunculan ketiga orang ini sangat tiba-tiba sekali. Tahu-tahu mereka sudah berada di sebuah dahan pohon yang ada di sekitarnya.
Warna pakaian orang ini juga berbeda, ada yang ungu, biru, ada juga yang hitam.
"Iblis Tujuh Warna," desis Raka Kamandaka sambil memperhatikan tujuh orang tersebut.