Senja telah datang. Semburat cahaya jingga menyinari alam mayapada dengan sempurna. Seluruh alam semesta dibuat jingga karenanya.
Semilir angin sepoi-sepoi berhembus membelai tubuh. Ki Jaya si Golok Terbang sedang berjalan dengan santai. Orang tua itu berjalan seorang diri. Langkah tetap dan tubuhnya tegak.
Selama berjalan, dia tidak pernah seperti itu. Tidak pernah berubah sedikitpun.
Namun walaupun demikian, ternyata nyatanya sangat cepat sekali. Sekarang baru berada satu tombak, kejap berikutnya sudah lima tombak. Begitu seterusnya hingga akhirnya dia tiba di tempat tujuan.
Seperti diceritakan sebelumnya, Ki Jaya telah menantang si Cambuk Maut berduel di kaki Gunung Puteri. Duel ini adalah penentuan. Bukan cuma penentuan dalam sebuah persoalan saja, mungkin juga penentuan hidup dan matinya.
Di kaki gunung itu ternyata tiada siapapun kecuali hanya dirinya saja. Yang terdengar hanyalah suara binatang di kedalaman hutan sana. Yang ada hanyalah daun-daun pohon berguguran tertiup oleh angin senja.
Ki Jaya memutuskan duduk di bawah pohon randu sekedar untuk meluruskan kakinya. Kedua kaki itu diselonjorkan ke depan. Tubuhnya mmenyender kepada batang pohon.
Sepasang matanya dipejamkan. Dia amat menikmati senja ini. Memang pada dasarnya si Golok Terbang adalah orang yang sangat suka dengan keindahan dan kenikmatan yang disediakan oleh alam.
Tak terasa sudah hampir sepeminum teh dia menunggu kedatangan si Cambuk Maut. Tapi hingga detik ini orang itu belum muncul juga.
Apakah dia tidak akan datang? Takutkah orang itu?
Tidak, tidak mungkin. Meskipun si Cambuk Maut adalah orang-orang aliran hitam, namun Ki Jaya tahu kalau dia bukanlah orang pengecut. Dia jantan. Urusan apapun pasti bakal di hadapinya.
Ternyata dugaannya memang tidak meleset. Beberapa saat kemudian mendadak terdengar derap kaki kuda di kejauhan sana. Semakin lama derap langkah itu semakin mendekat ke arahnya.
Akhirnya kuda itu berhenti. Kedua kakinya mengangkat ke atas, mulutnya mengeluarkan suara yang cukup keras. Kuda berwarna hitam kecokelatan tersebut berhenti tepat lima tombak di hadapan Ki Jaya.
Penunggangnya adalah seorang tua berpakaian biru tua pula. Wajahnya sangar dan angker. Sepasang mata itu sangat tajam sekali. Persis seperti tajamnya ujung mata pisau. Alisnya tebal melengkung. Mulutnya selalu tersenyum sinis. Seolah tiada sesuatu apapun yang berharga bagi dirinya. Di pinggang sebelah kanannya terdapat satu cambuk sepanjang dua meter yang disimpan rapi.
Warna gagangnya hitam legam. Sedangkan cambuknya sendiri berwarna hijau tua. Siapapun bakal tahu kalau cambuk itu bukanlah cambuk sembarangan. Melainkan sebuah pusaka yang sudah banyak memakan korban nyawa.
Dialah orang yang ditunggu oleh Ki Jaya si Golok Terbang. Orang itu tak lain adalah si Cambuk Maut.
Si Cambuk Maut melompat turun dari kuda. Dia melangkah ke depan Ki Jaya.
"Maaf sudah mebuatmu menunggu lama," katanya berusaha ramah. Tapi sayang sekali kalau nadanya masih terdengar kaku.
"Tidak masalah. Karena aku yakin kau pasti akan datang, dan ternyata tebakanku tidak salah," jawab Ki Jaya lalu bangkit dari posisinya semula.
"Memang aku sudah pasti datang. Tidak mungkin aku bakal lari darimu,"
"Aku tahu,"
"Bagus kalau kau sudah tahu,"
"Sekarang cuaca sangat cerah," kata Ki Jaya sambil memandangi keadaan di sekitarnya.
"Ya, memang sangat cerah,"
"Saat ini sebenarnya bukan waktu yang cocok untuk membunuh orang,"
"Tapi kau harus membunuh. Karena kalau tidak begitu, mungkin kau sendiri yang akan terbunuh," jawab si Cambuk Maut masih dengan nada yang sama.
"Hahaha …" si Golok Terbang hanya tertawa lantang. Dia tidak berkata apapun lagi.
Angin berhembus mengibarkan pakaian kedua orang tua itu. Mereka sudah saling berhadapan satu sama lain. Keduanya sudah bersiap. Siap untuk melangsungkan sebuah duel.
Wushh!!!
Si Cambuk Maut tiba-tiba memulai serangannya. Tubuhnya meluncur deras ke depan sambil melancarkan dua buah pukulan dahsyat.
Tenaga dalamnya langsung dikerahkan hingga ke titik sempurna. Dua buah pukulan itu meluncur mengeluarkan dua buah sinar kuning.
Blarr!!! Blarr!!!
Dua batang pohon besar hancur berkeping-keping karena dihantam oleh dua sinar tadi.
Sebelumnya Ki Jaya memang sudah tahu kalau pukulan ini bukanlah sembarangan. Oleh sebab itulah sebelum mengenai tubuhnya, dia sudah melompat tinggi lalu berjumpalitan di udara kemudian melesat juga ke depan membalas serangan lawan.
Kedua telapak tangannya mengeluarkan hawa panas. Telapak tangan itu berubah warna menjadi merah membara.
Bukk!!!
Si Cambuk Maut mengambil langkah nekad. Bukannya menghindar, dia malah menyambut datangnya serangan lawan.
Telapak tangan dari dua orang tokoh angkatan tua dunia persilatan itu beradu sehingga menimbulkan suara dalam. Asap putih mengepul. Debu juga bertebaran di udara. Mereka masing-masing terdorong mundur hingga tiga langkah ke belakang.
Wushh!!! Wushh!!!
Puncak pertarungan akhirnya terjadi. Cambuk pusaka yang dipercaya mengandung racun itu langsung dipecutkan ke depan.
Tarr!!! Tarr!!!
Cambuk menyambar-nyambar bagaikan lidah halilintar mengerikan yang tiada hentinya. Bau amis sedikit busuk tercium menyeruak ke arena pertarungan.
Si Golok Terbang sudah tahu akan kelihaian lawan. Oleh sebab itulah dirinya tidak mau main-main lagi. Hawa murni segera disalurkan ke seluruh tubuhnya. Dia menahan nafas ketika bau itu semakin menyengat hidung.
Permainan goloknya yang dapat menggetarkan jagad raya mulai dimainkan dengan segenap kemampuannya. Golok itu berbeda dengan golok umumnya.
Golok milik Ki Jaya lebih tipis dan sedikit lebih panjang. Tajamnya bukan main. Konon katanya, kalau golok itu disambitkan ke batu besar, maka batu itu akan hancur berkeping-keping.
Wushh!!!
Tubuhnya melayang di udara menyambut serangan lawan. Dia tahu, kalau bertarung lewat jarak jauh pasti dirinya bakal kalah telak.
Senjata cambuk memang sangat menguntungkan kalau digunakan untuk pertarungan jarak jauh. Namun untuk pertarungan jarak dekat, tentunya hal ini sangat merugikan.
Dan sekarang Ki Jaya sudah berada di hadapannya. Benar saja, gerakan si Cambuk Maut jadi tersendat. Permainan cambuknya tidak selihai tadi, gerakannya juga tidak seleluasa seperti sebelumnya.
Orang tua itu mati langkah. Cambuk pusaka yang selalu dia andalkan hanya dapat berputar-putar saja di atas kepalanya.
Sekarang saat yang tepat bagi Ki Jaya untuk memperlihatkan kemampuan aslinya. Dia akan membuka mata si Cambuk Maut bahwa si Golok Terbang bukanlah manusia yang rendahan.
Wushh!!!
Jurus Golok Terbang di Angkasa telah dikeluarkan. Jurus ini merupakan salah satu jurus dahsyat yang dia miliki.
Seperti juga namanya, golok itu seperti terbang melayang lalu melancarkan bacokan dan sabetan tanpa henti. Gerakannya jauh lebih cepat daripada sebelumnya.
Bentuk golok lenyap dari pandangan mata. Yang terlihat hanyalah kilatan putih menyambar membawa kabar dari neraka.
Wutt!!! Wutt!!!
Golok terus berputar sambil melancarkan hujan serangan yang tiada hentinya. Si Cambuk Maut mulai terlihat kewalahan. Beberapa kali tubuhnya hampir menjadi sasaran telak pusaka lawan, untung ilmu meringankan tubuhnya sudah sempurna sehingga dia masih selamat hingga detik ini.