Maira mengerutkan kening seolah mengintimidasi supir pibadinya.
"Aku sedang tak mengatakan kalimatku kepadamu. Jangan selalu mendengar apapun yang aku ucapkan!"
Supir terpana. Ia benar-benar tak menyangka kalau Bosnya sedang bicara sendiri. Supir pribadi Maira tersenyum getir. Salah mengira sama dengan kehancurannya dan sang supir bergidik ngeri. Ia sama sekali tak ingin melanjutkan ketegangan antara mereka.
Mobil terus melaju menuju bandara, hingga saat mereka tiba, seorang petugas menyambut kedatangan mereka dengan ramah.
"Selamat datang, Nyonya. Silakan masuk Gate A, Pesawat anda sudah menunggu dan kita siap lepas landas setengah jam lagi." Maira mengangguk, menerima sambutan petugas sedang Padmasari yang baru saja terbangun dari tidurnya hanya diam tak bersuara juga tanpa ekspresi, apalagi saat ada penumpang yang lalu lalang memandangnya dengan senyum aneh kepadanya.
"Apakah kau akan menampilkan wajah mengenaskanmu sepanjang perjalanan ini? Lihat saja mereka memandangmu dengan tersenyum mengejek. Benar-benar ingin dihancurkan mereka itu. Tidak tahu siapa yang sedang mereka tertawakan sekarang."
Padmasari memandang Maira lalu menggeleng. ia sama sekali tak mengerti mengapa harus ke bandara lagi dan akan melakukan perjalanan dengan transportasi udara. Maira tertawa melihat ekspresi menyebalkan Padmasari namun belum ada respon apapun dari wanita yang kini ada di hadapannya.
"Kita akan kemana? Kau akan mengantarkan aku kembali ke rumah suamiku?"
Plak
Maira menepuk lengan Padmasari dan tertawa lebih keras. Bukannya ikut mengimbangi Maira tertawa, Padmasari justru diam dan masuk ke dalam pesawat dengan tak bersemangat.
"Kita akan ke Makassar dulu, setelah itu kita ke Raja Ampat kalau kau mau. Aku tidak mungkin membantumu setengah-setengah. Kau tidak akan aman saat berada di rumah asisten rumah tanggaku makanya aku mengajak kau menjauh dari Yogyakarta, mengerti."
Padmasari menggeleng mencoba menghilangkan rasa pusing yang menyerangnya karena harus bangun mendadak. Beberapa kali ia memegang kepalanya dan memijit pelipis, membuat Maira mengernyitkan kening dan menghentikan tawanya.
"Apakah kau sakit? Kau tampak tak nyaman dengan keadaanmu saat ini. Ayo segera duduk dan berbaringlah agar kau bisa melanjutkan istirahatmu."
Padma hanya menurut perintah Maira dalam diam. Ia duduk di kursi penumpang VIP, mengikuti Maira dan menyandarkan kepala di sandaran kursi. Ia pejamkan matanya mencoba fokus mengabaikan rasa sakit yang masih menyerang. Ia merasa sedikit mual dan ingin memuntahkan isi perutnya. Melihat gelagat Padma, Maira segera memijat tengkuk Padma dengan telaten.
"Jangan terlalu tegang. Kau bersikaplah santai. Tunjukkan pada suamimu kalau kau memiliki kapasitas yang sama dengannya kalau kau mampu menjadi diri sendiri tanpa tergantung kepada orang lain."
"Aku akan melakukannya."
"Bagus kalau begitu. Kalau kau sudah melakukannya mengapa kau masih berpikir tentang dosa dan tidak dosa? Kau punya hak untuk hidup layak, diorangkan dan dimanusiakan. Manusia bukan hanya butuh harta pangkat dan kedudukan namun dia juga butuh dimanusiakan. Kau seorang istri yang sudah mematuhi semua aturan suami, namun balasan terhadapmu sungguh sangat tidak menyenangkan. Anakmu terkena imbasnya dan hidupmu yang berada di sangkar emas tidak bisa membuat kamu bahagia. Mengapa masih ragu untuk keluar dari zona aman?"
Padmasari mengangguk. Mengingat bagaimana suaminya bersikap selama ini, ia memang membenarkan semua ucapan Maira. Apapun yang dikatakan wanita cantik dan ceria itu semua benar. Tidak ada satupun yang keliru.
"Sekarang tidurlah! Aku akan menjagamu sampai pesawat ini berhenti di Sorong."
"Kau bilang tadi transit di Makassar, mengapa sekarang berubah?"
"Kau ini seperti tidak tahu bagaimana mafia saja. Dunia kami sangat keras, Padma. Informasi berubah begitu cepat dan kau jangan heran. Awalnya aku memang meminta pesawat ini transit di Makassar, tapi anak buahku bilang kalau di sana sudah menunggu anak buah suamimu."
"A-apa? Anak buah Mas Kusuma sudah menangkap sinyal tentang keberadaanku dimana?"
"Tentu saja. Amurwa yang mengetahuinya. Ia mengirimkan sinyal kepada anak buah Tuan Kusuma yang tersebar di beberapa wilayah."
Padmasari meraup wajahnya, ia frustrasi dengan apa yang akan dialaminya. Pergi meninggalkan rumah yang ia pikir akan mampu menyelamatkannya dari cengkeraman tangan Tuan Kusuma ternyata mengubah takdirnya menjadi buronan.
"Jadi buronan ternyata tidak enak ya, Maira. Aku takut dan benar-benar tidak tahu harus berbuat apa."
"Tenang dulu. Aku dengar, Amurwa Bumi yang akan menjemputmu di bandara Makassar. Ia sengaja datang dengan Andika dan akan merayumu untuk pulang. Yang harus kamu tahu adalah, suamimu telah menyerahkanmu untuk menjadi istrinya Amurwa."
"A-apakah be-nar? Suamiku menyuruh Amurwa untuk menjadi suamiku? Ya Tuhan, jadi apa artinya kebersamaanku dengannya selama ini? Aku sama sekali tak berharga dan berarti untuknya?"
Maira mengedikkan bahunya. Ia juga merasa heran. Sepanjang yang ia tahu, seorang suami menangkap istrinya untuk dipenjara di dalam hatinya, namun kejadian yang menimpa Padmasari justru sebaliknya. Tuan Kusuma menangkap Padmasari dan akan menyerahkannya kepada anak buahnya yang setia dan telah membuatnya berhasil mendapatkan semua impiannya.
Padmasari menangis sejadi-jadinya, membuat orang-orang di jok belakang menatapnya haru. Mereka sama sekali tak menyangkau kalau penumpang Vip bisa menangis padahal fasilitas yang mereka terima adalah fasilitas istimewa yang tidak semua orang bisa mendapatkannya.
"Sttt, Jangan menangis. Tenangkan dulu pikiranmu. Kalau suamimu menyerahkanmu kepada laki-laki lain, itu artinya dia tidak mencintaimu lagi kan? Jangan kotori pikiranmu dengan hal-hal yang tak penting. Terima Amurwa dan tunjukkan pada mantan suamimu kalau kau baik-baik saja tanpanya."
"Bapak dan Ibu yang terhormat, kapten telah menyalakan tanda "Kencangkan Sabuk Pengaman". Jika anda belum melakukannya, harap anda bisa menyimpan barang bawaan di bawah tempat duduk di hadapan anda atau di tempat penyimpanan di atas kepala anda. Harap anda untuk duduk dan mengencangkan sabuk pengaman anda. Pastikan juga meja dan sandaran kursi anda telah berada pada posisi seharusnya.
Jika anda menempati kursi di samping pintu darurat, harap anda untuk membaca dengan teliti kartu petunjuk khusus yang tersedia pada tempat duduk anda. Jika anda tidak ingin melakukan petunjuk yang dijelaskan dalam keadaan darurat, harap untuk meminta petugas untuk memindahkan tempat duduk anda.
Kami juga mengingatkan bahwa penerbangan ini adalah penerbangan bebas asap rokok. Merokok di bagian manapun dari pesawat ini tidak diperbolehkan, termasuk di dalam kamar mandi. Memindahkan, mematikan fungsi atau merusak pendeteksi asap dalam kamar mandi merupakan tindakan yang dilarang oleh hukum.
Jika anda memiliki pertanyaan tentang penerbangan hari ini, jangan ragu untuk menanyakan pada salah satu petugas kami, Terimakasih."
Setelah pengumuman berakhir, Kru pesawat bersiap, mereka memastikan bahwa kabin sudah tertutup rapi dan meminta semua penumpang untuk memasang seatbelt. Setelah pramugari memberikan pengumuman singkat, pesawat mulai bergerak. Pelan namun pasti, pesawat lepas landas. Dari atas Padmasari memandang kota Yogyakarta yang masih sibuk oleh penghuni yang melakukan perjalanan dengan kendaraan, perlahan kecil dan terus mengecil, akhirnya hanya menampakkan awan yang berlarian saling berkejaran seolah menertawakan mereka berdua yang sedang berlari dari kejaran musuhnya.