Chereads / Sang Amurwa Bhumi / Chapter 23 - 23. Cerai

Chapter 23 - 23. Cerai

"Aku menceraikanmu, Padmasari. Mulai hari ini kau bukan lagi istriku. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, kalau kau sampai meninggalkan rumah tanpa seijinku, saat itu juga kau bukan istrku lagi."

Padmasari menjatuhkan tubuhnya di kaki suaminya. Ia merasa sangat bersalah karena telah meninggalkan suaminya tanpa pamit. Ia mencoba meraih kaki Tuan Kusuma untuk meminta maaf atas kelancangannya meninggalkan rumah sehingga membuat suaminya marah dan menceraikannya.

Tuan Kusuma Wardhana mengulurkan surat gugatan cerainya pada Padmasari dengan memalingkan wajahnya. ada kesedihan yang sangat mendalam saat ia mengucapkan talaknya. Ia tahu selama ini Padmasari tersiksa hidup dengannya. Ia yang terlalu arogan dan terlalu banyak menghabiskan waktu bersama anak buahnya di kantor tak pernah bisa membuat Padmasari, wanita yang sangat dicintainya bahagia dan menikmati hidupnya.

"Mulai hari ini kau akan tinggal dengan Amurwa di rumah barunya. Kubebaskan kau untuk pergi kemanapun namun kuhadiahkan kau kepada Amurwa dan menikahlah dengannya setelah masa iddahmu selesai."

"Tidak, Mas. Jangan. Aku . . . ."

"Aku tidak bisa menunggu lama, Padmasari. Aku harus segera ke bandara dan akan melakukan perjalanan jauh. Aku minta maaf karena selama ini telah menyiksamu. Dalam surat itu aku sudah memberikan semua hakmu, hak anakku Andika dan hak Amurwa Bhumi sebagai anak buahku. Kalian bisa tingga di satu rumah meski Andika bukan darah dagingmu.'

"A-Andika bukan darah dagingku? Be-benarkah ? Lalu Si-siapa . . . ."

Padmasari tidak bisa meneruskan kalimatnya karena ia terlanjur pingsan. Andika dan Amurwa saling pandang lalu berlari menolong Padmasari yang kini tergeletak begitu saja di aspal.

"Nyonya"

"Mami! Mami jangan tinggalkan aku. Dika ingin bersamamu Mami. Mami adalah satu-satunya orang yang Dika cintai. Jangan tinggalkan aku Mami! Jangan tinggalkan aku! Hiks"

Amurwa memeluk Andika yang masih terbaring memeluk Padmasari. Ia segera mengangkat Andika dan menyerahkannya kepada anak buahnya, sedang Amurwa segera mengangkat tubuh Padmasari dan membawanya berlari menuju mobil.

Andika memberontak dan berusaha melepaskan diri dari pegangan anak buah Amurwa, namun anak buah Amurwa sama sekali tidak mengijinkan Andika bergerak.

"Aku sama sekali tidak pernah mengira bahwa kedatangan Papi membuat mami sedih. Kalau aku tahu akan begini, aku pasti akan menolak Papi mengikuti kita, Uncle."

Dengan keberanian yang dipaksakan Amurwa Bhumi yang mengangkat tubuh Padmasari menyuruh anak buahnya untuk membukakan pintu mobil dan meminta mereka membawa Padmasari ke rumah sakit

"Larikan mobil dengan kecepatan maksimal! Aku tidak mau terjadi apa-apa dengan nyonya kita"

"Baik tuan"

Seorang laki-laki berlari membuka pintu mobil dan membiarkan Amurwa membaringkan tubuh Padmasari di jok belakang. Setelah menutup pintu, Amurwa mengambil tubuh Andika dari tangan anak buahnya dan membawanya masuk ke kursi di sebelah supir.

Sang supir menyalakan mesin mobil dan setelah menyaksikan semua anggota keluarga siap, ia melarikan mobil dengan kecepatan tinggi.

"Ke rumah sakit mana Tuan?"

"Cari yang terdekat dan terbaik dan istimewa untuk Nyonya"

"Siap laksanakan"

Setelah sampai di Rumah sakit Permata Hati, Amurwa mengangkat tubuh Padmasari dan membawanya ke instalasi gawat darurat. Dengan bantuan beberapa orang perawat, Amurwabumi mengangkat tubuh Padmasari dan meletakkannya di brankar pasien, kemudian perawat dan beberapa petugas meminta Amurwabhumi dan Andika untuk menunggu di luar saat mereka melakukan pengecekan terhadap kondisi pasien.

Diluar Andika terus menangis. Ia sama sekali tidak mau melepaskan diri dari pelukan Amurwabumi. Ia merasa sangat lemah dan sangat prihatin melihat kondisi mamanya.

"Apakah Mami tidak akan apa-apa, Uncle? Aku takut Mami . . . ."

Amurwa Bhumi terus mengelus punggung Andika memberi motivasi agar anak laki-laki di depannya tidak terlalu bersedih mengingat kondisi mamanya saat ini.

"Kita akan tetap berdoa yang terbaik untuk mama, sayang. Tetaplah menjadi anak yang manis yang senantiasa bisa membahagiakan Mami kamu."

Andika menganggukkan kepalanya. Ia bahagia meskipun dalam kondisi sedih karena ditinggal papinya, Ia masih memiliki laki-laki yang dianggap sebagai bapaknya sendiri.

"Jangan pernah tinggalkan aku seperti Papi meninggalkan kami Uncle!"

Amurwa Bhumi mengangguk. Dia berjanji dalam hati akan melaksanakan apa yang diminta oleh Andika demi kebahagiaan majikannya.

Setelah menunggu beberapa lama akhirnya seorang petugas membuka pintu dan memanggil amurwabhum

"Keluarga dari Nyonya Padmasari"

Amurwa Bhumi dan Andikka berdiri lalu menghampiri petugas. Mereka sangat senang ketika akhirnya pintu ruang instalasi gawat darurat terbuka karena rasa penasaran mereka akan segera terjawab.

"Iya, Suster. Bagaimana kondisi Nyonya kami?"

"Silakan melakukan pendaftaran untuk rawat inap di bagian administrasi, Tuan!"

Amurwabhumi menelpon anak buahnya untuk melakukan pendaftaran di bagian administrasi sedangkan dia dan Andika menghampiri petugas yang masih berdiri di pintu.

"Bagaimana kondisinya Mami, Uncle? Apakah Mami sudah siuman?"

Amurwa mengelus kepala Andika mencoba menenangkannya. Ia segera menatap perawat di depannya dan mengawasinya dengan sorot mata tajamnya, membuat sang perawat bergidik ngeri.

"Nyonya baik-baik saja Tuan. Akan tetapi kita harus tetap menjaganya dengan pengawasan ketat. Jangan biarkan dia sendirian karena kondisi mentalnya sedang bermasalah."

Andika memandang Amurwabhumi seolah bertanya ada masalah apa dengan mami dan papinya. "Apakah Mami bisa sembuh, Uncle? Apa yang sebenarnya sedang terjadi antara Mami dan Papi saat ini? Aku sama sekali tidak mengerti mengapa Mami bisa tiba-tiba pingsan setelah bertemu Papi. Apakah Mami ketakutan, Uncle?"

Amurwa tidak mengucapkan kalimat apapun untuk menjawab pertanyaan Andika. Ia hanya mengeluarkan tangannya mengelus kepala laki-laki kecil di sebelahnya yang sudah beberapa lama menjadi temannya. Amurwa merasa sangat prihatin atas kondisi yang sedang dialami oleh Andika. Ia benar-benar heran ketika ada seorang suami yang menyerahkan istrinya begitu saja kepadanya.

"Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan menerima amanah ini. Tuan Kusuma menyerahkan nyawanya padmasari kepadaku. Aku bebas melakukan apapun yang kumau. Lalu apakah aku harus menerima dia sebagai pendampingku padahal selama ini aku menghargainya sebagai nyonya di rumah majikan ku , " gumam Amurwabhumi.

"Uncle"

"Iya, sayang."

"Apakah Uncle melamun? Uncle marah ya sama Andika yang terlalu banyak bertanya?"

Amurwa menggelengkan kepalanya. ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang ia alami saat ini.

"Uncle hanya sedang bingung, Sayang. Menerima kenyataan bahwa Mama kamu sedang sakit, Papi meninggalkan negara ini dan aku harus meninggalkan rumahmu segera adalah peristiwa yang tidak bisa ak bayangkan. Mengapa bisa terjadi dalam sekejap."

"Maksudnya apa, Uncle? Apakah Papi mengusir Unce dari rumahku?'

Amurwa mengangguk. Secara kasar memang bisa dikatakan ia diusir begitu saja oleh Tuan Kusuma dan diberikan beban berupa dua orang yang harus ia lindungi.

"Diusir secara kasar tidak, sayang. Uncle masih diberi rumah dan satu perusahaan yang harus Uncle besarkan. Uncle juga harus merawatmu dan Mami. Sekarang uncle tanya, apakah kau baik-baik saja kalau hidup denganku?"