Chereads / Sang Amurwa Bhumi / Chapter 26 - 26. Salah Paham

Chapter 26 - 26. Salah Paham

"Kau akan duduk di sini atau akan tiduran seperti Andika?" tanya Amurwa Bhumi pada Padmasari. Padmasari tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. Ia tidak akan tidur seperti Andika meskipun sebenarnya tubuhnya masih terasa sangat lemah. Namun, sebagai orang yang baik, yang tahu balas budi, ia berniat untuk membalas jasa yang diberikan oleh Amurwa Bhumi kepadanya.

"Aku ini manusia yang berbudi Amurwa. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Jika engkau tadi menolongku, kenapa aku harus bersantai-santai saat ini. Aku akan membalas semua kebaikanmu dengan membantu pekerjaanmu di rumah ini." Mendengar pernyataan Padmasari, Andika menggelengkan kepala. Ia tahu Padmasari sama sekali tidak pernah turun tangan langsung ke dapur atau membersihkan apapun di rumah Tuan Kusuma Wardana, maka di rumahnya ia juga akan membiarkan Padmasari untuk bersantai saja.

"Tugasmu di sini bukan menjadi seorang pembantu. Kau selesaikan masa iddahmu selama tiga bulan, setelah itu kita akan menikah. Itupun kalau kamu mau. Kalau tidak mau menikah denganku, Aku akan menganggapmu sebagai kakak atau adikku."

Mendengar ucapan Amurwa, Parmasari menunduk. Matanya kini sudah kabur karena air yang menggenang di pelupuk matanya sudah sangat menumpuk dan perlahan sebelum air mata itu jatuh dan dilihat oleh Amurwa Bhumi, ia mengusapnya perlahan.

"Aku seorang janda, Amurwa. Janda dari seorang laki-laki arogan yang dulu menjadi atasanmu. Apakah kamu akan menerimaku dengan segala kondisiku? Aku merasa tidak pantas mendampingimu sebagai istri, apalagi kamu hari ini bukan lagi pelayan dirumah suamiku. Kamu adalah Bos dan seorang pos tidak pantas bersanding dengan aku yang sudah jadi sisa orang lain."

"Tidak ada Bos, tidak ada pelayan. Di rumah ini semuanya sama. Kau, Andika dan aku sama-sama menjadi tuan rumah. Aku akan mengurusmu dan hidup Andika. Meski aku tahu Andika bukan anakmu. Aku akan mengangkatnya menjadi anakku. Kelak ketika kita menikah, kita akan membesarkan Andika dengan pola asuh yang baik, pendidikan yang baik, karena tugas kita mengantarkannya kepada masa depan yang cemerlang."

Padmasari mengangguk. Ia benar-benar merasa bahagia ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Amurwa Bhumi kepadanya

"Apakah kau tidak masalah mendapatkan istri sisa orang lain?"

Amurwabhumi menggelengkan kepalanya. Ia selalu mengingat bisikan-bisikan dari orang yang mengaku sebagai leluhurnya yang mengatakan bahwa Padmasari adalah wanita istimewa yang akan melahirkan keturunan, para pemimpin peradaban. Bukan hanya itu sebetulnya yang dipikirkan oleh Amurwa Bhumi. Ia sudah bertekad untuk menyelamatkan hidup Andika dan Padmasari. Kalau ia biarkan mereka hidup di luar rumahnya, ia yakin mereka akan mendapatkan pengalaman yang lebih buruk dibandingkan dengan pengalaman yang ada di rumah Tuan Kusuma Wardana.

Melihat Amurwa Bhumi diam dan tidak langsung menjawab apa yang ditanyakan, Padmasari yakin bahwa Amurwa Bhumi keberatan menerima dirinya yang sudah menjadi sisa Tuan Kusuma Wardana. Untuk membesarkan hatinya, Padmasari tersenyum menutupi kegelisahan dan kekecewaannya atas penolakan yang dilakukan oleh Amurwa Bhumi secara tidak langsung, yang ia lihat dari mimik wajah Amurwa Bhumi.

"Kenapa tersenyum sendiri?" Amurwa mencoba menggoda Padmasari yang senyum-senyum sendiri. Ia mengira Padmasari menerima apa yang dia katakan bahwa dia ingin meminta Patmasari menjadi pendamping hidupnya sebagai istrinya. Sedang padmasari tersenyum karena ia ingin menutupi kekecewaannya atas penolakan yang dilakukan oleh Amurwa Bhumi kepadanya. Mereka diam dengan perasaan dan praduga masing-masing. Amurwa Bhumi yang merasa ada kejanggalan pada hatinya, akhirnya memutuskan untuk berdiri hendak meninggalkan Padmasari di kamarnya sendiri. Padmasari yang melihat Amurwa melangkah meninggalkannya tanpa permisi semakin yakin bahwa Amurwaa memang sama sekali tidak mau menerima dirinya yang sudah menjadi sisa Tuan Kusuma Wardhana, menarik nafas dalam, mencoba menghilangkan angan-angannya yang sudah terlanjur ia bangun. Ia tidak mau terlalu muluk dalam berpikir. Ia ingin semua impiannya tentang menjadi istri Amurwa Bhumi runtuh seketika saat itu juga.

"Lupakan dia Padmasari. Kamu tidak pantas untuknya. Dia anak baik, laki-laki tampan dan dia masih orisinil. Belum menjamah atau terjamah oleh wanita manapun. Jangan pernah berpikir bahwa kamu dan dia akan bersatu dalam sebuah keluarga. Lihat saja dia bahkan meninggalkan kamu tanpa permisi tak saat ini. Lupakan dia. Please, lupakan. Jangan sampai kamu sakit hati."

Padmasari masih bermonolog. Setelah beberapa saat, dia melangkah menuju pintu kamarnya dan menutup serta menguncinya dari dalam. Ia tidak ingin diganggu siapapun hari ini. Ia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Ia ingin berendam dengan menggunakan aroma terapi dan air hangat untuk merilekskan pikirannya dan membuat tubuhnya yang lemah menjadi sedikit bersemangat.

Ia masih sibuk dengan kegiatannya, berendam di kamar mandi di bath tub ketika Amurwa Bhumi mengetuk pintu kamarnya. Padmasari sama sekali tidak mendengar ketukan itu karena ia mengunci pintu kamar mandi dan ruangan yang dia pakai adalah ruangan kedap suara. Sedangkan di luar kamar Amurwa Bhumi sudah nampak sangat panik ketika beberapa kali ia mengetuk pintu, namun Padmasari sama sekali tidak bereaksi. Amurwa Bhumi segera melangkah menuju kamarnya, mencoba mencari kunci cadangan. Setelah sampai kembali di pintu kamar Padmasari, ia segera membuka pintu kamar Padmasari. Di saat yang sama ketika Amurwa Bhumi membuka pintu, Padmasari yang lupa tidak membawa handuk dan baju ganti ke dalam kamar mandi, keluar dengan hanya menggunakan pakaian yang baru saja ia pakai yang hanya mampu menutupi bagian pantat sampai ke dada.

"Aaaa"

Padmasari dan Amurwa Bhumi menjerit bersama kaget melihat situasi masing-masing. Padmasari yang melihat Amurwabhumi sudah berada di kamarnya tanpa mengetuk pintu, Ia mencoba masuk kembali ke kamar mandi, meninggalkan Amurwa Bumi dan melangkah kembali menuju kamar mandi. Namun ia lupa, kamar mandi sudah tertutup sehingga ia harus menabrak pintu membuat ia terjatuh. Bersyukur sebelum tubuhnya mencapai lantai, Amurwa Bhumi sudah menangkap tubuh Padmasari.

Padmasari dan Amurwa Bhumi sam-sama tegang. Tubuh Padmasari yang kini terekspos tanpa penutup sama sekali terlihat jelas oleh Amurwa Bhumi. Melihat kondisi Padmasari yang polos tanpa selembar kain, Amurwa Bhumi nampak kebingungan. Ia terus saja mendekap tubuh Padmasari. Ia mencoba untuk menetralkan pandangan matanya, agar tidak melihat bagian tubuh Padmasari, namun bagian tubuh yang lain lebih bereaksi. Bahkan reaksinya lebih parah. Dada mereka bergemuruh jantungnya berdetak lebih cepat dan bagian sensitif Amurwa Bhumi yang sama sekali tidak pernah ia gunakan menegang sempurna. Padmaasari yang merasakan bagian bawahnya menyentuh alat vital Amurwa Bumi yang tegang, mencoba untuk bergerak dan melepaskan diri. Namun sayang, bukan menjadi aman, senjata Amurwa justru semakih bergerak hebat.

"Lepaskan aku Amurwa. Aku, aku, aku jangan-jangan kau sentuh Aku." Amurwa Bhumi yang mendengar kalimat permohonan Padmasari tidak segera melepaskan tubuh wanita itu. Ia segera melangkah menuju ranjangnya dan mencoba untuk membaringkan Padmasari di sana. Dengan susah payah Amurwa Bhumi menetralkan dirinya, kemudian ia mengambil selimut yang ada di atas bantal, Ia gunakan untuk menutupi tubuh Padmasari.

Amurwabhumi mencoba mengendalikan emosinya agar ia tidak terbawa nafsu dan menodai Padmasari sebelum saat yang tepat. Ia membalikan tubuhnya. Melihat Amurwa Bhumi membelakanginya, Padmasari menundukkan kepalanya. Sekali lagi ia berpikir bahwa Amurwa Bhumi sama sekali tidak menghendakinya. Antara sedih dan bingung Padmasari kemudian menangis.

"Hiks"

Mendengar isak tangis Padmasari, Amurwa membalikkan badannya menatap Padmasari yang duduk di atas ranjang dengan menelungkupkan kepalanya di atas lutut. Ia bingung mengapa Padmasari menangis saat ini. Ia merasa sama sekali tidak melakukan apapun kepadanya.

"Aku minta maaf Padmasari. Bukan maksudku untuk datang disaat kamu sedang mandi. Tadi aku sudah berkali-kali mengetuk pintu dan engkau tidak memberikan jawaban apapun sehingga aku khawatir. Kucoba untuk mengambil kunci cadangan dan aku benar-benar ingin melihat apa yang kau lakukan di dalam. Tapi ternyata aku keliru. Maafkan atas semua tindakanku hari ini. Amurwa segera meninggalkan kamar Padmasari. Ia segera menutup pintu lalu melangkah menuruni tangga menuju lantai satu dan meninggalkan rumahnya menuju taman di belakang. Ia duduk di gazebo sambil memikirkan apa yang baru saja ia alami di kamar Padmasari.