Amurwa merasakan tubuhnya panas seketika saat pukulan Tuan Kusuma mengenai dirinya. ia sama sekali tidak ingin membalas perlakuan kasar Tuan Kusuma. Ia hanya diam, hingga beberapa kali pukulan laki-laki besar yang perkasa bertubi-tubi memukulnya seolah tak memiliki rasa sakit sedikitpun.
Andika yang melihat tindakan ayahnya tidak bisa tinggal diam. ia ambil kayu yang biasa ia gunakan untuk mengaduk makanan kuda dan memukulkannya ke tubuh ayahnya, mencoba melindungi Amurwa, namun bukan tubuh Tuan Kusuma yang terluka. Kayu di tangan Andika direbut oleh Tuan Kusuma dan dipukulkan ke tubuh Amurwa Bhumi.
"Jangan Papi. Papi jahat, Aku benci Papi."
Pernyataan benci yang diucapkan Andika membuat amarah Tuan Kusuma memuncak. Ia raih tubuh Andika dan mencoba untuk menyiksa anak laki-laki yang sangat tidak tahu diri itu. Amurwa yang melihat tindakan brutal Tuan Kusuma segera berlari untuk menyelamatkan Andika. Terjadi kejar-kejaran dan saling amuk membuat pelayan yang melihat tidak berani melakukan apapun.
"Lepaskan Tuan Muda, Tuan. Dia tidak bersalah." Pinta Amurwa sambil memegang dadanya yang terasa sakit. Tuan Kusuma yang mendengar permintaan Amurwa membalikkan badannya dan mencoba melemparkan tubuh Andika ke Amurwa yang masih kesakitan menahan sakit.
"Tuan Jangan!" Amurwa yang sedang berlari hendak menangkap tubuh Andika tampak kesakitan ketika tiba-tiba kaki Tuan Kusuma mendarat di perutnya. Ia terjungkal di hadapan Tuan Kusuma.
Tuan Kusuma memandang tubuh Andika dan Amurwa yang diam tak bergerak. Masih dengan napasnya yang naik turun menahan emosi, Tuan Kusuma berkacak pinggang menampakkan kekuasaannya. Ia yang arogan sama sekali tidak ingin melihat siapapun melawannya.
"Jangan pernah berpikir untuk mengkhianati aku, Amurwa. Bahkan pada anakku sekalipun kau tidak boleh bertindak seolah-olah kamu menyayanginya dan memberikan apa yang dia inginkan secara berlebihan."
Tubuh Amurwa yang tadi tertelungkup kini nampak duduk. Ia pandang sekeliling seolah sedang mempelajari suasana yang ada di sekelilingnya.
"Ehm"
Amurwa mendehem kencang, membuat Tuan Kusuma yang awalnya berkacak pinggang sambil memandang dua laki-laki beda usia di depannya mengerutkan dahinya. Ia terpana memandang wajah Amurwa yang nampak sangat berwibawa berbeda.
"Siapa kamu sehingga kau berani menyakiti anak keturunanku?" suara laki-laki di hadapan Tuan Kusuma membuat Tuan Kusuma terpana. Ia benar-benar tidak mengenal laki-laki di hadapannya yang kini memandangnya dengan tatapan tajam penuh amarah.
"Aku Kusuma apa kau lupa? Aku majikan yang selalu memberimu makan dan tempat tinggal."
Suara arogan Tuan Kusuma terdengar sangat menyakiti hati Amurwa. Ia mengepalkan tangannya dan ia bangun lalu membopong Andika dan memanggulnya di pundaknya.
"Apakah ini yang namanya majikan? Kalau kau menganggap dirimu sebagai majikan, seharusnya kau melindungi anak dan semua orang-orangmu. Apakah ini yang namanya majikan yang selalu menampakkan kekuasaan ? Kau sama sekali tidak pantas dinamakan majikan, Kusuma."
Tuan Kusuma dan semua pelayan yang menyaksikan keanehan pada Amurwa hanya diam. menikmati pemandangan yang tidak wajar yang sedang terjadi di hadapannya.
"Kau mengancamku, Amurwa?"
"Apa kau bernai melawanku Kusuma? Kau bahkan sangat menyebalkan. Memanggil namaku seenaknya saja padahal aku adalah penguasa di Nusantara."
"Ha ha ha, kau hanya pelaya Amurwa. Pelayan yang tugasnya hanya memberi makan kuda-kuda peliharaanku. Mengapa berani sekali kau memanggilku dengan hanya menyebut namaku?"
"Aku pelayanmu? Mulai hari ini aku Tuanmu. Kau yang akan menjadi pelayanku."
Tuan Kusuma menggeram. Ia mengeratkan rahangnya, mencoba menahan emosi yang nyaris meledak di kepalanya mendengar kalimat Amurwa.
"Apakah kau tahu siapa Amurwa Bhumi?"
"Tentu saja itu kau. Siapa lagi?"
Amuwa memukulkan tinjunya ke udara, menciptakan sebuah kilatan api dan suara yang menggelegar disertai kepulan asap, membuat Tuan Kusuma terpana menyaksikannya. Ia menjadi ingat kata-kata gurunya yang mengatakan kalau kelak ia akan mendapatkan seorang pelayan yang memiliki kekuatan luar biasa yang kelak akan melindungi keluarganya dari orang-orang jahat di sekelilingnya sekaligus mampu mengacaukan dirinya.
Mengingat pesan gurunya, Tuan Kusuma menatap langit.
"Guru, apa yang kau katakan benar. sekarang aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa pelayanku melawanku karena aku telah membuat anakku sendiri celaka."
Tuan Kusuma menjatuhkan badannya di tanah, mencoba meminta ampun kepada Tuhan atas apa yang sudah ia lakukan pada anak dan istrinya sehingga membangunkan kekuatan dan kemarahan Amurwa Bhumi."
"Ampunkan aku ya Tuhan. Aku memang bersalah kepada anak dan istriku. Aku menyia-nyiakan mereka sehingga kau menurunkan azabmu kepadaku. Anakku melawanku dan dia lebih memilih untuk membela Amurwa, pelayanku. Tuhan, kini aku melihat bahwa apa yang dikatakan guruku benar adanya. Aku akan kedatangan tamu keturunan raja kediri yang sangat disegani di jamannya."
Tuan Kusuma merangkak ke arah Amurwa dan memberikan salam hormat kepada pemuda tampan di hadapannya. Amurwa memandang Tuan Kusuma dengan senyum yang tidak bisa diartikan pleh siapapun. Senyum manis yang menghias bibir anak muda yang tampan telah membius siapapun yang kini ada di halaman belakang.
"Ampun, Yang Mulia."
"Apakah kau sudah menyadari siapa aku, Kusuma?"
"Be-benar, Yang Mulia. Hamba sudah tahu siapa yang datang di depanku saat ini. Hamba memohon ampun atas segala kesalahan yang telah hamba lakukan kepada keturunan Yang Mulia. Mulai saat ini Hamba berjanji akan mengangkat cucu Yang Mulia AmurwaBhumi sebagai orang kepercayaanku dan hamba akan memberikan hunian yang layak untuknya."
"Jangan hanya berjanji saja ketika aku di hadapanmu, Kusuma. Wujudkan semua janjimu malam siang ini juga dan mulai malam nanti biarkan cucuku ini tinggal di rumahnya yang baru."
"Baik Yang Mulia. Hamba akan segera memindahkan cucu Anda ke hunian baru yang nyaman untuk dia tempati. Hamba berjanji dengan sepenuh hati."
"Biarkan dia di rumahmu, berikan da tempat terbaik di mansionmu dan jangan pernah usik cucu kesayanganku."
Tuan Kusuma mengangguk. Ia segera mengambil ponsel yang ada di sakunya lalu menghubungi beberapa bodyguard dan memintanya datang ke halaman belakang. Lima pengawal Tuan Kusuma yang sedang berjaga di ruang khusus datang dan menyaksikan tuannya sedang bersimpuh di hadapan Amurwa dengan wajah pias.
"Apa yang terjadi?" Bisik seorang bodyguard pada satu temannya yang juga sedang terpana menyaksikan pemandangan yang aneh.
"kenapa bertanya? Kita kan baru saja datang ke sini dan menyaksikan bersama pemandangan ini.."
"Tu-tuan Kusuma."
Tuan Kusuma yang mendengar panggilan anak buahnya melambaikan tangannya, menyuruh anak buahnya bersimpuh di hadapan Amurwa seperti dirinya. Mereka yang tidak mengetahui bahasa isyarat yang dikirim Tuan Kusuma hanya dapat saling melihat tanpa melakukan perintah.
"Jatuhkan badan kalian dan bersimpuhlah! Beri hormat kepada Yang Mulia Raja."
Lima bodyguard di taman belakang itu tertawa mendengar perintah yang tidak masuk akal yang diucapkan oleh Tuan Kusuma. Mendengar mereka tertawa, Amurwa Bhumi memandang kelima laki-laki di hadapannya dengan sorot mata tajam.
"Kau masih ingin hidup? Turuti apa yang diucapkan tuanmu!"