Chereads / Sang Amurwa Bhumi / Chapter 6 - 6. Cucu Kesayangan Sri Rajasa

Chapter 6 - 6. Cucu Kesayangan Sri Rajasa

"Turun dan bersimpuhlah! " Tuan Kusuma kesal ketika melihat lima bodyguardnya masih berdiri tanpa mengindahkan perintah Amurwa Bhumi. Lima bodyguard yang menerima perintah Tuan Kusuma segera bersimpuh di tanah sambil saling memandang satu sama lain. mereka sama sekali tidak tahu mengapa Tuan Kusuma menyuruhnya untuk tunduk di hadapan Amurwa.

Amurwa yang melihat keraguan kelima bodyguards segera mengangkat tangannya ke udara dan mengibaskannya ke arah lima bodyguard yang sedang saling pandang, membuat mereka terkejut.

'Aaaa"

Tubuh bodyguard yang terkena sinar putih yang keluar dari tangan Amurwa, menggeliat sebentar lalu diam tak bernapas. Tubuh yang semula berwarna sawo matang kini menghitam membuat siapapun yang memandangnya bergetar ketakutan.

"Ka-kau, Kau membunuh temanmu sendiri, Amurwa?"

Tuan Kusuma memukul kepala bodyguard yang memprotes kelakuan Amurwa membuat dia terpana lalu menunduk. Amurwa tersenyum melihat perdebatan di depannya. ia benar-benar menikmati pertunjukan yang menyenangkan baginya. Sudah lama ia tidak melakukan pembunuhan karena selama beberapa ratus tahun, ia bereinkarnasi di tubuh anak cucunya, namun mereka sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan kekuatannya.

"Kami mohon maaf karena kami sama sekali tidak tahu kalau ada cucu Yang Mulia Sri Rajasa di rumah ini."

Amurwa memandang Tuan Kusuma yang menundukkan diri di hadapannya. Ia mengangguk dan tersenyum membuat Tuan Kusuma lega.

"Sekarang bangun dan pergilah! Atur semua yang aku inginkan dan jangan sekali-kali kau memberontak aturanku!"

"Baik Yang Mulia.'

Tuan Kusuma bangun dan melangkah meninggalkan taman belakang, sedangkan anak buahnya mengurus mayat salah satu temannya dan membawanya pergi dari sana. Suasana di taman belakang kembali lengang karena semua pelayan mengikuti Tuan Kusuma ke markas besar. Markas besar adalah tempat Tuan Kusuma mengadakan koordinasi dengan anak buahnya yang dilakukan seminggu sekali.

Baru kemarin Tuan Kusuma melaksanakan koordinasi yang membahas tentang rival bisnis yang mulai menyarang beberapa perusahaan Tuan Kusuma. Mereka sudah memutuskan untuk mengirim mata-mata ke beberapa perusahaan rival. Anak buah yang melihat kedatangan Tuan Kusuma terpana. Tidak biasanya Tuan Kusuma datang di saat mereka sedang beristirahat setelah melaksanakan tugas masing-masing.

"Selamat datang, Tuan. Apakah ada hal yang penting yang bisa kami lakukan untuk Tuan?"

Tuan Kusuma mendesah lalu melangkah menuju ruang meeting. Ruang berukuran tujuh kali sembilan meter yang biasa digunakan Tuan Kusuma melakukan briefing kini nampak lengang. Beberapa kepala divisi sedang keluar dan hanya ada satu yang sedang on di markas tersebut,

"Panggil semua kepala divisi dan Andra untuk berkumpul sekarang!"

Kepala divisi yang kini menerima perintah mengangguk. Ia melangkah menuju ruang pribadinya mengambil gawai untuk kemudian mengirimkan pesan di grup khusus. Beberapa langsung membaca pesan dan dua orang lainnya masih belum menerimanya. Satu kepala divisi menghampiri Tuan Kusuma yang kini sedang memijat kepalanya dan menyandarkannya di sandaran kursi kerjanya sambil memejamkan mata.

"Apakah Tuan mau kalau saya memijit?"

Tuan Kusuma mengibaskan tangannya mengusir kepala divisinya yang kini nampak lesu di tempatnya. Penolakan Tuan Kusuma biasanya berakibat buruk untuk siapapun. Bukan hanya untuk urusan kerja namun untuk urusan pribadi anak buah yang ditolak.

"Apakah mereka sudah meluncur ke sini?"

"Siap, Tuan. Tinggal dua yang belum merespon."

"Lima menit lagi toleransi waktu untuk berkumpul. Aku tidak mau mengulur waktuku."

Laki-laki di hadapan Tuan Kusuma berdiri lalu menghubungi dua temannya yang masih belum mengindahkan perintahnya.

Lima menit berlalu dan baru ada dua kepala divisi datang ke ruangan yang kini Tuan Kusuma tempati. Melihat dua orang yang baru datang, mata Tuan Kusuma melotot. Ia sama sekali tidak habis pikir bahwa anak buahnya akan selelet siput menerima perintah kumpul

"Apa yang mereka lakukan hingga lebih dari lima menit aku menunggu belum kelihatan batang hidungnya? Dimana Andra? Aku membutuhkannya agar dia mendengarkan perintahku secara langsung."

"Tuan Andra masih menemui Klien penting di kantor pusat, Tuan. Tuan Andra bilang akan segera menyusul kalau penandatanganan perjanjian sudah selesai dilakukan"

"Yaa Tuhan, mengapa hidupku sangat mengenaskan begini? Aku bahkan tidak pernah memikirkan hal ini akan benar-benar terjadi. Istriku marah, anakku memboikot dan kini anak buahku melakukan hal yang sama dengan mereka."

Tidak ada yang berani mengangkat kepalanya. semua orang menunduk pasrah pada keadaan. Tuan Kusuma memulai meeting dadakannya tanpa salam pembuka atau apapun. Langsung ke inti dan topik yang dibahas benar-benar membuat mereka yang mendengar kecewa.

"Mulai sekarang, pimpinan keamanan aku alihkan pada Amurwa. Tidak ada yang boleh protes dan menolak. Kau Bryan, tugasmu kualihkan ke divisi baru. Kau menjadi kepala pelayan di rumahku untuk mengawasi kinerja mereka. Naikkan gaji pelayan yang berprestasi atau pecat siapapun yang berkhianat. Aku sama sekali tidak mau dikhianati oleh siapapun termasuk anak dan istriku sendiri."

"Baik, Tuan. Siap laksanakan'

"Apakah kau keberatan?"

"Ti-tidak, Tuan. Hanya sedikit terkejut saja. biasanya saya bekerja di luar rumah, mengawasi keamanan Tuan dan Nyonya saat keluar rumah. Sekarang tugas saya di rumah menjadi kepala pelayan, artinya keamanan dalam ada di tangan saya."

"Amurwa yang akan mengantar anak dan istriku kemanapun mereka pergi."

"Mengapa bisa begitu, Tuan? Apakah Tuan sudah tidak percaya lagi pada saya?"

Tuan Kusuma menggeleng.

"Semua karena ramalan guruku."

"RA-ramalan, Tuan? Ramalan yang seperti apa?'

Tuan Kusuma menjelaskan semua kejadian yang baru saja dialaminya di halaman belakang dengan gamblang tanpa ada satupun yang ditutupi. Nampak kesedihan di wajahnya yang bisa dibaca oleh seluruh yang hadir di ruangan itu.

"Aku pernah menolak apapun yang Tuan guru katakan. Saat itu dengan pongahnya aku berjanji akan membunuh orang yang menjadi titisan Sri Rajasa dengan tanganku sendiri, namun . . . saat ia benar-benar ada di hadapanku, aku sama sekali tidak berkutik."

"Siapa Sri Rajasa, Tuan? Saya belum pernah melihat dan mendengar laki-laki bernama Sri Rajasa. Apakah dia orang baru di dunia bawah?"

"Bukan. Dia adalah raja yang kuat luar biasa. dia memimpin kerajaan Kediri dengan sangat bijaksana. Semua yakin kalau Sri Rajasa adalah titisan dari tiga dewa yang disebut dengan trimurti. Awalnya aku sama sekali tidak yakin kalau di dunia modern seperti sekarang masih ada yang namanya reinkarnasi. Ternyata aku mengalami sendiri dan melihat sendiri betapa keturunan raja Sri Rajasa memang benar-benar masih ada."

Semua mata memandang Tuan Kusuma dengan heran. Tuan Kusuma adalah sosok panutan mereka. Sosok teguh pendirian yang sama sekali tidak memiliki kata gentar dalam kamus kehidupannya dan kali ini ada sedikit nampak rasa takut di waajah tampan laki-laki penguasa bisnis itu.

"Si-siapa, dia, Tuan? Apakah Tuan Andika?"

"Dia Amurwa."

"Amurwa? Penjaga kandang kuda yang selalu melaksanakan tugasnya dengan baik dan . . . ."

Satu anak buah Tuan Kusuma menghentikan kalimatnya setelah melihat Tuan Kusuma menutup bibirnya dengan telunjuknya.

"Siapkan rumah terbaik untuk Yang Mulia Sri Rajasa. Amurwa Bhumi adalah cucu kesayangannya dan kita harus menempatkan dia di rumah belakang."