Chereads / Sang Amurwa Bhumi / Chapter 21 - 21. Kesalahan Penerbangan

Chapter 21 - 21. Kesalahan Penerbangan

Padmasari merebahkan badannya di kursi yang sudah dibuat seperti bed. Ia mencoba memejamkan matanya dan melupakan sejenak pengalaman pahit yang ia alami selama tinggal dengan Tuan Kusuma hingga pelariannya hari ini. mengingat semua tindakan yang ia lakukan, dadanya bergemuruh. Ia merasa sedang digunjing, semakin berdebar dan tidak nyaman.

"Jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sama sekali tidak penting Padma. Nikmati perjalanan ini dan kita akan hidup nyaman di Raja ampat.'

"Semoga apa yang kau cita-citakan terkabul'

"apa maksudmu? Kau meragukan kemampuan kamuflaseku? Aku ini mafia. Sama dengan Tuan Kusuma, suamimu. Kami memiliki kebiasaan yang sama, saling mengintimidasi dan mempertahankan prinsip kami. Dia sering kalah dariku. Orang-orangnya orang-orangku sering bertempur, dan aku selalu memenangkan pertempuran. Tak jarang, beberapa anak buah kami harus mati karena bully yang dilakukan oleh anggota geng lain dengan alasan balas dendam atau apapun."

"Tunjukkan kemampuanmu dulu, baru aku percaya pada kemampuanmu, Maira. Beberapa kali aku mencoba melarikan diri namun beberapa kali pula aku gagal."

Maira mendesah. ia benar-benar kesal pada Padmasari yang seolah tidak mempercayainya. Ia ingin sekali menghubungi anak buahnya dan memastikan pada mereka kalau perjalanan yang akan mereka lakukan sangat aman tanpa masalah, namun Maira mengurungkan niatnya.

"Kalau kau tersiksa, mengapa kau sama sekali tidak mengajukan cerai pada suamimu? Kau bisa bicara baik-baik dengannya bukan? Aku yakin kalau dia diajak bicara baik-baik, dia akan mendengarkan permintaanmu."

Maira mendengarkan apa yang menjadi keluh kesah Padmasari saat ini. ia sama sekali tidak tahu kalau Padmasari telah mengajukan beberapa kali untuk bercerai dengan suaminya. selama ini yang ia tahu, Padmasari hidup enak, aman dan nyaman tanpa beban dan tanpa masalah. Kenyataannya semua hanya ilusi, halusinasinya semata.

Saat mereka sedang asik memperbincangkan pernikahan, seorang laki-laki di seberang tempat duduk mereka menatap Padmasari. Laki-laki itu tersenyum lalu menggelengkan kepalanya mencoba mengingat pemilik wajah yang tampak sangat familiar dengannya.

"Maaf, Nona. Apakah perempuan yang sedang tidur itu bernama Padmasari?"

Maira menatap laki-laki yang bertanya kepadanya lalu bergantian menatap Padmasari yang menempelkan telunjuknya di bibir. Maira menggeleng.

"Apakah kau mengenal Padmasari? Setahuku dia seorang permaisuri dari seorang Bos besar di Jakarta."

"Dia kakakku. Beberapa tahun lalu dia hilang diculik seseorang dan dipaksa menikah. Dia meninggalkan keluarganya tanpa kabar sampai hari ini."

Padmasari yang mana yang kau maksud? Apakah kau tahu tempat tinggalnya sekarang? Tidak mungkin kan kalau kakakmu tinggal di Jakarta tapi naik pesawat dari Yogyakarta?"

"Bisa jadi sangat mungkin, Nona. Aku sangat hafal bagaimana tabiat orang-orang kaya yang selalu menghabiskan uang hanya untuk kesenangan. Aku berharap bisa bertemu dengan Padmasari, kakakku yang hilang itu."

"Kudoakan semoga kau berhasil ya, Mas. O iya, saudaraku kelelahan dan dia sedang sakit. aku tak bisa banyak bicara karena pasti akan mengganggunya."

"Baiklah."

Maira mencoba memajukan badannya menutup Padma agar tak dilihat laki-laki yang selalu mencuri pandang untuk memastikan bahwa wanita yang berbaring di sebelah Maira adalah kakaknya.

"Aku Adrian"

Adrian mengulurkan tangannya, mencoba menjabat tangan Maira. Maira memandang tangan Adrian sesaat lalu mengulurkan tangannya membalas jabat tangan.

"Ira."

"Ira? Ira siapa? Aku juga memiliki teman yang menjadi sahabat baik kakakku, namanya Maira. Mereka berteman baik dan aku pun mengikuti jejak Kak Padma berteman dengan Maira."

Maira mencoba memandang Adrian, memastikan bahwa dia benar-benar adik sahabat masa sekolahnya.

"Apakah kau berasal dari Kediri?"

"Benar. Mbak sendiri dari Kediri?"

"Aku dari Jakarta. Kalau kediri itu rumah nenekku. Orang yang merawatku selama aku bersekolah karena kedua ornag tuaku selalu pergi ke luar negeri untuk melakukan perjalanan bisnis."

"Jangan-jangan kau memang Maira, sahabat Padmasari kakakku. Apakah kau sama sekali tak mengenaliku?"

Maira menggeleng. ia memang merasa sama sekali tak memiliki kenangan dengan Adrian. sejak lima belas tahun dia lulus dari SMA, banyak hal yang berubah dengannya dan juga pada sahabat masa sekolahnya, makanya, ia sama sekali tidak heran kalau mereka saling lupa.

"Urusanku terlalu banyak dan ini membuat aku pikun."

"Ha ha ha, senang bertemu denganmu, Mbak Ira. Aku Adrian akan selalu berharap bahwa ini bukan pertemuan kita yang terakhir. Akan ada pertemuan-pertemuan lain yang terjadi"

Maira mengangguk sambil sesekali mencuri pandang pada Adrian. laki-laki itu sudha tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang menarik. Dalam hati ia mengagumi kedewasaan Adrian, namun ia sama sekali tidak berani membongkar jati dirinya dan Padmasari.

"O iya, Mbak"

Maira memandang Adrian yang kini mengambil dompet dan mengulurkan sebuah kartu nama kepadanya.

"Kalau Mbak tertarik, Mbak bisa menghubungiku di sini. Aku bekerja di CV itu dan sudah bekerja selama lima tahun."

"Kau bekerja di CV Insan Cemerlang? Jakarta? Lalu mengapa kau naik pesawat ini kalau ingin ke Jakarta?"

Adrian mengerutkan keningnya bingung pada pertanyaan Maira.

"Maksudnya apa, Mbak? Apakah Mbak sedang bercanda? Pesawat ini memang akan ke Jakarta, memangnya Mbak mau kemana?"

"Be-benarkah ? Apakah aku salah pesawat? Kalau salah mengapa tidak ada yang mengingatkan? Tidak ada pengecekan boarding pass tadi kan?" Maira membuka tasnya dan mengambil boarding pass yang ia simpan di sana. Ia meneliti boarding passnya dan membaca sekali lagi tujuan perjalanannya, Sorong."

"Aku sama sekali tidak salah membaca, aku akan pergi ke Sorong dan transit di Makassar mengapa jadi ke Jakarta? Oh My God."

Adrian tersenyum melihat kebodohan Maira yang kini nampak sangat panik. Ia merasa dipermainkan situasi dan keadaan. Ia yang terlalu tergesa atau petugas bandara yang salah mengarahkannya, entahlah.

"Apa yang terjadi tadi sehingga kau bisa salah pesawat?"

"Apa juga yang dilakukan petugas bandara ketika menerima aku masuk di sini? Apakah mereka yang teledor atau aku yang bodoh?"

"Sudahlah. tadi kau bilang pada saudaramu agar dia bersabar dan menikmati perjalanan kan? Ini pasti ada banyak gunanya. Mungkin Tuhan sedang melindungimu dari peristiwa yang tak seharusnya kalian hadapi. Syukuri saja semoga apa yang akan terjadi nanti adalah yang terbaik."

Maira mengangguk. Ia mencoba menenangkan dirinya dan memikirkan apa yang diucapkan Adrian. ketika seseorang dibuat salah dalam kendaraan, mungkin Allah sedang menukar takdir.

Ia menyandarkan kepalanya, sambil memejamkan matanya.

"Bapak dan Ibu yang terhormat, sebentar lagi kita akan mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta. Waktu setempat sekarang menunjukkan pukul 20 lewat 20 menit di pagi hari. Waktu di Jakarta tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan waktu di Yogyakarta. Silahkan mengenakan sabuk pengaman, menegakkan sandaran kursi, melipat dan mengunci meja serta menyimpan sandaran kaki dan layar video ketempat semula. Pastikan jendela di samping anda tetap dalam keadaan terbuka. Laptop dan alat elektronik lainnya kami mohon untuk dimatikan sekarang. Perlu kami sampaikan bahwa bagi siapa saja yang membawa dan menyimpan segala bentuk narkoba atau sejenisnya akan mendapat hukuman berat, dan bagi anda yang mengetahui agar segera melapor kepada petugas yang berwajib, terimakasih."

Maira dan Padmasari saling pandang mendengar pengumuman yang disiarkan pramugari.