Ketika sedang berbincang, tanpa sengaja Sarah melihat sosok wanita berparas cantik, namun dia memiliki kulit hijau dan bersisik bagaikan reptile. Seorang pria mengenakan jaket hijau, menatap ke depan dengan tatapan kosong layaknya cuci otak.
"Aku harus pergi," bisik Sarah pada telinga Fadil.
"Mau kemana Mbak?" tanya beliau melihat Sarah yang tergesah-gesah.
"Maaf saya mau beli sesuatu, permisi." Ujar gadis itu pamit pada Beliau.
Sarah berlari sekencang mungkin, mengejar motor tersebut lalu lingkaran cahaya bertuliskan huruf aksara mengintari tubuhnya. Secara perlahan, penampilannya kembali seperti semula. Kemudian ia membentangkan, dua sisi selendang merahnya hingga tubuhnya melayang di angkasa. Sarah diam-diam mengikutinya, hingga pria itu berhenti pada sebuah perkebunan bambu yang sunyi dan gelap. Perlahan baju terusan, yang roh jahat itu kenakan terlepas layaknya berganti kulit.
Pria itu diam mematung, pasrah dengan apa yang akan makhluk itu lakukan kepadanya. Cahaya sinar bulan, memancarkan wujud aslinya yang menyeramkan. Mata merah menyala, tubuh hijau bersisik dengan dua taring yang sangat panjang. Air liur menetes membasahi tanah, siap menerkam mangsanya. Kilatan cahaya, seketika memutus kepala makhluk lalu kepalanya menggelinding di atas tanah. Menjelang ajalnya, dia melihat sosok gadis berselendang merah, memegang sebuah tombak menatapnya dengan dingin.
"Siapa kau?" tanya makhluk itu sembari wujudnya di telan dalam kegelapan.
"Konyol sekali, menjawab pertanyaan makhluk durjana yang sudah mati." Jawabnya, sembari menatap mayat makhluk itu berubah menjadi asap hitam.
Sebelum menjelang kematiannya, dia sempat melihat benang merah terikat oleh mereka berdua. Sarah akhirnya mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata leluhur pria itu, melakukan perjanjian dengan iblis untuk memenuhi hasrat duniawi. Perjainjian itu berupa tumbal, dari apa yang sudah dia raih selama hidupnya dengan nyawa. Kini dia beserta keturunannnya telah bebas dari kutukan. Kemudian dia menggotong pria dan juga motor miliknya pada pundaknya.
Bagaikan superman, dia membawa dua beban sekaligus ke atas langit lalu meletakkannya begitu saja di depan sebuah mini market tak jauh dari sini. Pria itu bangun dalam keadaan linglung, dan dia kembali melanjutkan perjalanannya entah kemana. Sedangkan Sarah terbang kembali pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Sarah di sambut oleh pemuda itu dengan rasa khawatir lalu dia bertanya kemana dia pergi. Kemudian dia berkata, bahwa dirinya akan bercerita saat berada di dalam kamar.
Hari semakin gelap, seluruh pintu dan gerbang sudah terkunci rapat lalu mereka berdua berjalan memasuki kamar. Kemudian tidur di atas ranjang yang sama, saling bepelukkan dalam nuansa romantis. Sesekali pemuda itu menciumnya, begitu juga dengan Sarah namun sudah saatnya bagi gadis itu, bercerita mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Pemuda itu menyimak, setiap perkataannya sembari memeluk Sarah layaknya sebuah guling.
Dunia yang gelap, di pengaruhi oleh siasat iblis untuk menyesatkan manusia dalam kesengsaraan. Begitulah yang di alami para pemuja iblis di akhir hayat hidupnya. Bukan hanya dirinya saja, tapi keluarga tercintanya turut menanggung kutukan. Begitulah tutur kata bijak, yang Sarah ucapkan kepada orang yang ia cintai.
"Makhluk itu hanyalah awalan saja, mungkin suatu saat kamu akan bertemu dengan makhluk seperti mereka. Apalagi sihir hitam, serta aura kejahatan hampir seluruhnya menyelimuti permukaan bumi. Sayang secepat mungkin, kamu harus kuasai Ajian Brajamusti. Setidaknya untuk perlindungan diri," sarannya pada pemilik Ajian tersebut.
"Tolong ajari aku, bagaimana caranya menguasai Ajian Brajamusti." Ucapnya dengan sungguh-sungguh.
"Semangat yang bagus sayangku, sebaiknya kamu tentukan jadwal yang pas untuk kamu berlatih. Jangan sampai latihan Brajamusti mengganggu waktu kuliahmu."
"Untuk menguasai Ajian tersebut, apa perlu besok melakukan puasa dan lain sebagainya?" tanya Fadil penasaran dengan apa yang harus di lakukan.
"Tidak perlu sayang, Ajian Brajamustimu sudah di tingkat sempurna. Aku merasakan, inti api bumi dalam dirimu. Kamu hanya fokus melatih tubuh, aliran energi dan cara bertarungmu. Hanya tiga poin saja," jawab gadis itu menjelaskan.
Mendengar hal itu dia pun terdiam, lalu ia menatap langit-langit kamarnya sembari meyakinkan dirinya sendiri. Jika hanya berdiam diri, suatu saat nanti makhluk itu akan muncul dan bisa saja menyakiti keluarganya. Sebelum saat itu tiba, dia bertekat untuk menguasai Ajian tersebut untuk melindungi orang sekitarnya. Sekilas dia teringat hadiah kejutan satu lagi, yang lupa dia berikan kepada Sarah. Raut wajahnya memerah, ketika mengingat hadiah tersebut. Namun, dia harus memberikannya sebelum terjadi kesalah pahaman.
"Sebenarnya, ada satu hadiah kejutan lupa aku berikan. Tapi jangan marah ya?"
"Ha.ha.ha kamu bicara apa sayang? Tentu saja aku tidak marah, malahan senang dengan pemberian hadiah darimu."
Fadil pun beranjak dari tempat tidurnya, lalu dia mengambil sebuah kantong plastik silver dalam tasnya. Raut wajahnya semakin merah, kedua tangannya gemetar ketika memberikan kantong plastik tersebut. Sarah pun penasaran dengan isinya, lalu seketika wajahnya memerah saat melihat isinya. Rupanya di dalam plastik tersebut, terdapat dalaman wanita dengan ukuran yang pas. Gadis itu meraih bantalnya, lalu memukul Fadil dengan bantal.
"Dasar mesum!" seru gadis itu memukulnya tiada henti.
Sarah terus memukulnya hingga tiga puluh menit lamanya, lalu ia berbaring di atas kasur dan membalikkan tubuhnya dengan tersipu malu. Keesokan harinya, pemuda itu di introgasi oleh Sarah tentang bagaimana dia tau ukurannya. Telinganya terasa seperti terbakar, mendengar pertanyaan tersebut lalu ia terus menghindarinya hingga akhirnya Sarah pun menyerah untuk mencari tau. Tetapi perhatian Sarah pada Fadil bertambah dan semakin lengket.
Satu minggu telah berlalu, pemuda itu mulai menjalani tujuh hari pertama dalam menjalani perkuliahan. Kehidupan yang normal dan damai selalu di idam-idamkan sedang dia jalani. Tak ada lagi pembullyan atau hal yang ia tidak suka selama dua belas tahun. Selama orang-orang, tidak mengetahui masa lalunya bagi dirinya itu sudah cukup. Terkadang dia teringat masa kelam semasa sekolah. Ingatan itu, sangat mengganggu kehidupannya yang damai. Tetapi dia tidak sepenuhnya, membenci sepintas kenangan dan ia sudah menganggap kenangan pahit layaknya secangkir kopi pahit.
Setiap pukul enam pagi, dia berlari mengintari perumahan bersama Sarah walau satu keliling dia tak dapat. Keringat mengucur dengan derasnya, nafasnya ngos-ngosan dan kedua kakinya terasa berat. Berbeda dengan Sarah, hanya setetes keringat menyentuh aspal. Kedua kakinya terasa ringan bagaikan kapas ketika menggerakkan kakinya. Dia berlari mundur, mengawal lelaki itu hingga mencapai batasnya.
"Ayo sayangku semangat-semangat!" seru gadis itu menyemangatinya sembari berjalan mundur.
"Semangat bapakmu, paru-paruku terasa seperti mau copot." Timbal pemuda itu sembari membungkukkan badannya sembari mengatur nafas.
Kemudian dia mendorong pemuda itu hingga satu keliling. Setelah berlari Fadil beristirahat selama lima belas menit lamanya, lalu latihan pun kembali berlanjut. Posisi tengkurap di atas tanah, kedua tangannya mengepal menyentuh tanah dan dia mulai melakukan push up. Kedua tangannya terasa berat, rasanya kedua pundaknya di letakkan beban. Keringat menetes ke tahan sejak tadi, kedua tangannya gemetar dan akhirnya dia pun tepar di atas tanah. Setelah di hitung Fadil berhasil melakukan delapan kali push up.
Kini gilirah Fadil, untuk menghitung jumlah push up yang gadis itu dapatkan. Gadis itu tengkurap di atas tanah, tangan kanan mengepal menyentuh tanah. Dan dia melakukan push up dengan tangan mengepal hanya menggunakan satu tangan. Kedua mata Fadil tak berkedip saat gadis itu melakukan push up melompat. Setelah di hitung hasilnya sungguh luar biasa. Setiap lengan dia berhasil melakukan push up sebanyak empat puluh kali. Melihat hal itu dia merasa tidak percaya diri, rasanya ia gagal menjadi seorang lelaki. Lalu gadis itu selalu berkata.
"Jika aku bisa kenapa kamu tidak?"
Seketika semangatnya telah kembali, lalu ia kembali melanjutkan latihan selanjutnya. Kemudian Fadil melakukan meditasi, kini dia di bimbing langsung oleh ahlinya. Aliran energi supranatural mulai dia rasakan, kedua tangannya memerah serta mengeluarkan sedikit kobaran api bagaikan besi yang di tempa. Fadil kepalkan tangannya, lalu dia meninju tumpukkan batu tersebut hingga hancur berkeping-keping.
Potongan bambu itu terbakar, asap yang di timbulkan mengundang perhatian para tetangga. Lalu Sarah selalu berkata, bahwa mereka sedang membakar sampah walau pada akhirnya mereka berdua mendapatkan teguran. Selesai berlatih pengendalian Brajamusti, kini mereka berduel satu lawan satu dengan tangan kosong. Hanya dalam waktu sepuluh menit, wajah Fadil sudah babak belur. Darah menentes ke tanah, luka memar menuhi sekujur tubuhnya.
Berkali-kali, dia meminta maaf karena berlebihan dalam memukulnya, sembari menyembuhkan lukannya dengan sihir penyembuh. Berkat bimbingan Sarah, kini Fadil dapat menguasai pengendalian api Brajamusti tingkat dua. Meskipun, Ajian Brajamusti warisan dari kakeknya sudah mencapai tingkat sempurna, Fadil harus banyak berlatih untuk menguasainya secara sempurna. Sebelum berangkat kuliah, Gadis itu selalu memijat-mijat tubuhnya terlebih dahulu. Berkat Sarah tubuhnya sedikit rileks, walau raut wajah kelelahan tak bisa dia sembunyikan.