Tak terasa hari jum'at telah tiba. Pemuda itu berbaring di ruang tengah sembari melihat langit-langit. Dia berpikir rancangan membangun usahanya namun ia merasa ragu apakah dirinya bisa bersaing dengan kedai nasi goreng lainnya? Sekilas dia teringat oleh perkataan Sarah, gadis itu berkata agar dirinya berani untuk mencobanya terlebih dahulu. Namun tetap saja dia kepikiran, apalagi soal tempat dan modal yang harus ia perhitungkan.
"Sedang memikirkan apa sayang?" tanya Sarah sembari membaringkan tubuhnya di sisi kanan Fadil.
"Memikirkan rencana membuka kedai nasi gorengku."
"Darling, kamu mau membuka kedai nasi goreng?" tanya Luna, muncul secara tiba-tiba berbaring sisi kiri lelaki itu, hingga mereka berdua terkejut.
Luna berbaring tepat di sampingnya, hanya mengenakan kaos singlet putih dan celana pendek biru. Gadis itu berbaring menyamping, menatap Fadil dengan raut wajahnya yang datar. Namun pesona matanya membuat pemuda itu tersipu malu.
"Itu kok Luna bisa ada di situ?" tanya Fadil berbisik pada Sarah dengan raut wajahnya yang agak terkejut.
"Nanti aku jelaskan," balas bisikkannya.
"Iya, rencananya sih begitu,"timbalnya pada Luna sedang berbaring sembari memainkan ponselnya.
"Begitu rupanya, jadi kapan kamu ingin memasak? Tidak mungkin Darling menjualnya begitu saja bukan?"
"Ahh, iya kamu benar kalau begitu sekarang aku akan memasak. Kalian berdua tunggu disini," pintanya pada mereka berdua.
Mereka berdua saling bertatapan, lalu mereka menatap lelaki itu berjalan ke dapur. Lelaki itu mulai mempersiapkan segalanya, di mulai dari kuali, nasi dan sebagainya. Fadil duduk seorang diri, duduk di meja makan sembari mengupas satu siung bawang merah. Kemudian kedua gadis itu jalan mendekat, lalu duduk berhadapan dengannya. Sarah berjalan mengambil sebuah pisau kecil, sedangkan Luna diam memperhatikan. Setelah itu, Sarah membantu Fadil mengupas bawang.
"Thanks," ujarnya berterimakasih pada Sarah.
Luna beranjak dari tempat duduknya, dia pun berjalan menuju wastafel lalu ia mencuci seluruh piring kotor dan sendok. Siapa tau sebuah pujian bisa ia dapatkan. Namun lelaki itu tak merespon, pandangannya fokus mengupas bawang. Kemudian, dia mengambil pisau kecil tergeletak di samping kompor. Dia pun berjalan dan kembali ke tempat duduknya, lalu ia mengambil bawang yang sudah di kupas, cabai, dan daun bawang.
Gadis itu memasukkannya pada sebuah keranjang, dan dia pun mencuci semuanya dengan air mengalir. Sesekali dia menatap pada pemuda itu, namun pemuda tersebut tak mengerti arti sebuah sinyal yang dia berikan.
"Sayang," ujar gadis itu sembari menepuk pundaknya agar ia mengerti isyarat yang di berikan oleh Luna.
"Thanks Luna sudah membantu, padahal kamu tidak perlu repot melakukannya. Cukup aku saja yang melakukannya."
"Tidak masalah, untuk Darling apapun aku lakukan."
Fadil pun melirik ke arah Sarah, sorot matanya yang tajam, bibirnya moncong ke depan bagaikan seorang anak kecil merengek minta di belikan permen. Api cemburu mulai ia rasakan, namun lelaki itu kembali fokus melakukan pekerjaannya. Kemudian api pun dinyalakan, membiarkan suhu panas memenuhi kuali lalu setelah kuali itu, panas ia masukkan minyak kira-kira empat sendok makan. Pemuda itu berkonsentrasi, memasak hidangan makan malam sesuai apa yang ia lakukan ketika semasa sekolah di rumahnya.
Aroma khas nasi goreng mulai tercium, kedua gadis itu tak sabar untuk mencicipinya. Selesai memasak, dia meletakkan tiga piring berisi nasi goreng di atas meja. Mereka bertiga mengambil sebuah sendok di atas meja, lalu mengambil satu sendok nasi goreng di tangan mereka. Luna pun menatapnya, lalu gadis itu mendekatkan sesendok nasi goreng pada mulutnya.
"Buka mulutmu Darling," pinta Luna.
Fadil pun membuka mulut selebar mungkin, namun ketika ia mendekat sendok itu malah menjauhinya. Pemuda itu terus mendekati sendok tersebut, lalu tiba-tiba gadis itu mencium keningnya. Sontak mereka berdua pun terkejut, raut wajah Fadil seketika memerah. Dia tak menyangka bahwa gadis itu menciumnya. Api cemburu semakin dia rasakan, Sarah pun mengambil sesendok nasi goreng kini giliran Sarah yang akan menyuapinya. Belum sempat, sendok itu masuk ke dalam mulutnya, Sarah langsung mencium pipinya.
Gula daranya akan naik, jika mereka melakukan itu terus menerus. Kedua rival saling bertatapan, sembari memercikkan api persaingan. Sendok demi sesendok, masuk ke dalam mulutnya terkadang dua sendok sekaligus masuk ke dalam mulutnya sehingga membuat pemuda itu tersedak. Melihat hal itu, mereka berebut mengambil segelas air lalu memberikannya kepada Fadil.
Pemuda itu hanya terdiam, menatap ngeri persaingan yang telah mereka lakukan. Dalam lubuk hatinya ia bertanya, bahwa inikah rasanya memiliki dua istri nantinya? Ujar Fadil dalam batinya.
"Sudahlah kalian berdua, gantian sekarang giliranku menyuapi kalian berdua."
Dalam sekejap, mereka berdua duduk rapih di tempat mereka masing-masing. Melihat hal itu, Fadil pun terdiam sembari menghembuskan nafas menatap mereka dengan raut wajah datar. Kedua gadis itu, menjadi rakus ketika menyuapi mereka berdua hingga nasi goreng itu tersisa lima sendok di atas piring.
"Bisakah kita serius?!" tanya Fadil kepada mereka berdua yang sudah membuka mulut selebar mungkin.
"Maaf," jawab kompak mereka berdua.
Kemudian mereka berdua, memegang sendoknya masing-masing lalu menyantap sesuap nasi goreng dan mengunyahnya secara perlahan. Sensasi rasa rempah-rembah, bercampur menjadi satu rasa citra rasa biasa mampu membuat lidah mereka semakin meleleh. Mereka berkonsentrasi menganalisa rasa, tekstur dan kelas layaknya seorang kritikus makanan. Setelah menganalisa, mereka minum sebelum memberikan kritikan.
"Nasi goreng ini enak, sayangnya tidak layak jual." Kata Luna memberikan pendapat.
"Apa maksudmu? Nasi goreng ini sangat enak," balas Sarah memberikan komentar.
"Wajar saja, bagi orang yang baru pertama kali menikmati nasi goreng berkomentar seperti itu. Coba kamu bandingkan, lima sample nasi goreng buatan orang yang berbeda. Apa kamu akan berkomentar hal yang sama?"
Sarah pun terdiam, yang di katakan oleh temannya memang benar. Baru pertama kali, dia menikmati menu nasi goreng seumur hidupnya. Dia merasa konyol karena berpendapat seperti itu, namun ia hanya mengungkapkan apa yang ia rasakan. Tetapi apa yang di katakan Luna memang benar. Nasi goreng buatan Fadil, memanglah lezat tapi citra rasanya tidak ada yang spesial dan terkesan biasa. Itulah pendapat mereka berdua, terhadap nasi goreng yang di masak oleh Fadil.
Pemuda itu berterimakasih, atas pendapat yang di terima oleh mereka berdua. Dirinya berjanji pada mereka, terutama pada dirinya sendiri bahwa ia akan menciptakan bumbu rahasia untuk nasi goreng buatannya sehingga layak jual. Penilaian pun telah berakhir, Fadil di bantu oleh kedua gadis membersihkan dapur. Kedua gadis itu terlihat kompak, ketika membersihkan seisi dapur tidak seperti sebelumnya membuat sedikit gaduh.
Selesai membersihkan dapur, mereka berdua berjalan memasuki kamar. Fadil dan Sarah pun menatap heran Luna, dengan santainya berbaring di kasur bawah tepat samping Sarah.
"Apa tidak masalah kamu tidur disini? Orang tuamu tidak mencarimu?" tanya Fadil.
"Tenang Darling, aku sudah izin pada mamahku. Jadi tidak masalah jika harus menginap selama yang aku mau."
"Memangnya berapa hari kamu menginap?" tanya Sarah.
"Satu bulan," jawabnya dengan santai.
"Itu bukan menginap, tapi tinggal dengan gaya." Kata Fadil.
"Darling, apa aku menggangumu?"
"Tidak mengganggu, malah aku sangat terbantu apa lagi soal tadi. Penilaianmu sangat di butuhkan, untuk analisaku sebelum memulai usaha."
"Jadi boleh aku menginap?"
"Terserah, suka-suka Luna saja. Baiklah selamat malam semuanya," jawabnya lalu membalikkan badan dan tidur.
Kedua gadis itu saling bertatapan, lalu Sarah menyuruh temannya untuk segera tidur. Kedua mata Luna secara perlahan mulai terpejam. Suasana hening dan sepi mulai ia rasakan, hanya saja kali ini berbeda ia di temani oleh dua orang sisi kanan dan atasnya. Jika suatu saat, dirinya merasa takut akan sesuatu ia bisa memeluk orang di sampingnya. Dan akhirnya secara dia pun tertidur dengan pulasnya.