Padahal dia ingin berbagi cerita, sebelum ia meninggalkan kota Subang. Tetapi ia hargai keputusan temannya. Fadil berjalan menaiki motornya, lalu ia melaju kendaraannya sembari pamit.
Di tengah perjalanan, dia membeli lima bungkus nasi goreng untuk dinikmati bersama keluarganya.
Ketika dia sedang menunggu pesanan, datanglah seorang pengamen berbaju hitam dengan tindik di hidungnya. Dia pun mulai memainkan gitar serta lantunan lagu.
Nyanyian itu berlangsung kurang dari satu menit, lalu ia menjulurkan tangannya pada Sang Penjual nasi goreng.
Secara baik-baik Si Penjuan menolaknya. Pengamen itu melirik kesana kemari, lalu ia mengeluarkan sebuah pisau dari saku celananya. Kemudian dia mengancam pada Si Penjual Nasi Goreng, agar memberikan sebagian uangnya.
"Kalau mau uang makanya kerja!" kata Fadil
Pengamen itu meliriknya dengan tatapan tajam. Kedua kakinya gemetar, namun dia paksakan diri untuk menatapnya lebih lama. Sekilas dia teringat oleh pesan kakeknya, mengenai penggunaan Ajian Brajamusti.
Kunci untuk menggunakan ilmu tersebut adalah keberanian. Namun dia sangat takut, berhadapan dengan pengamen yang memegang senjata tajam.
"Apa kamu bilang?!"
"Kamu tuli? Baik, aku akan mengatakannya sekali lagi. Kalau kamu mau uang makanya kerja!"
"Bacot kamu!" timbalnya dengan geram, lalu ia menusuk perutnya.
Kedua tangannya mengeluarkan sinar merah. Spontan dia menangkap pisau yang tajam tersebut dengan tangan kosong, seketika pisau itu menjadi bengkok dan tangan Fadil sama sekali tidak terluka.
Suhu panas pada pisau tersebut, pengamen itu rasakan.
Kedua tangan dan kaki pengamen itu ketakutan, lalu dia pun pergi melarikan diri. Penjual nasi goreng itu berterimakasih kepadanya, lalu dia memberikan pesanannya. Kemudian Fadil pun membayarnya, dan ia pun kembali melanjutkan perjalanannya.
"Inikah Ajian Brajamusti?" tanya Fadil pada dirinya sendiri, mengingat apa kejadian barusan.
Sambil berkendara ia melihat telapak tangannya sendiri, seolah tak percaya dengan apa yang ia lakukan. Dia pun tak mau ambil pusing, dan ia kembali fokus mengendarai motornya. Hari sudah mulai gelap, dia pun melintasi perkebunan tebu.
Suasana jalan sangat sepi, serta minimnya penerangan membuat Fadil harus extra berhati-hati. Empat orang yang mengendarai dua sepedah motor, mulai menghadangnya. Mereka berempat memaksa Fadil untuk menepi.
"Serahin motor dan dompet elu!" kata salah satu dari mereka, mengenakan jaket kulit coklat dan topi hitam.
"Cepat serahkan atau elu habis disini!" gertak salah satu dari mereka berbadan kurus, memakai kaos legbong hitam bermotif tengkorak, sembari menodongkan golok panjang.
Tubuhnya gemetar, dia ketakutan menatap empat begal di sampingnya. Salah satu dari mereka membonceng di belakang, lalu memaksanya untuk turun. Dia tak bisa menyerahkan motor dan dompetnya begitu saja.
Sebab bagi Fadil motor dan dompet sudah seperti saudara kandung sendiri.
Namun dia terlalu takut untuk melawan, ia pun berdoa pada Sang Pencipta mendapat pertolongan. Sekilas dia teringat, kata berani yang di ucapkan oleh almarhum kakeknya.
Kata berani tersebut tergiung-giung dalam benaknya, lalu ia menatap tajam sekawanan begal yang ingin merampas hartanya.
Sedikit demi sedikit keberanian telah merasuki dirinya, kedua tangannya mulai mengeluarkan sinar merah seperti bara api. Kemudian dia menyikut salah satu begal, yang duduk di belakang hingga mengenai wajahnya.
Begal itu terhempas, cukup jauh hingga memasuki kebun tebu.
Air matanya mulai menetes, tubuhnya mulai gemetar karena takut. Salah satu diantara yang memegang golok dan celurit, menebas ke arahnya.
Namun golok itu patah ketiga mengenai lengan bawah Fadil yang mengeluarkan kobaran api.
Fadil pun mengunci motornya, lalu dia berlari dan membanting salah satu begal hingga kepalanya membentur aspal. Tiba-tiba pria mengenakan jaket kulit, mengunci pergerakannya dari belakang.
Tubuhnya sama sekali tidak bisa di gerakkan, namun dengan Ajian Brajamusti yang ia miliki tenaganya seketika bertambah dua kali lipat. Begal itu merasa kedua tangannya, yang sedang mengunci tangan lawan merasakan panas yang luar biasa. Sekali teriakkan dia lepaskan kuncian lawannya dengan mudah.
Fadil pun menampar wajahnya, namun sayang tamparan itu tidak mengenainya. Tetapi hempasan api lengannya, membuat begal itu terpental hingga menabrak sebuah mobil pick up yang mengangkut para pekerja proyek. Fadil pun berkonsentrasi lalu mengatur emosi serta nafasnya.
Akhirnya bara api di kedua tangannya menghilang, sebelum para pekerja proyek menyadarinya. Dia melihat salah satu begal, memakai jaket kulit wajahnya mengalami luka bakar.
Tak jauh berbeda dengan yang lain, namun mereka tergeletak di tanah tak sadarkan diri.
Melihat temannya yang terkapar di tanah, begal itu langsung berlari menuju motornya untuk melarikan diri. Sialnya dua orang pekerja proyek menghadangnya, dan akhirnya dia pun tertangkap.
"Bang apa ada yang terluka atau barang yang di rampas?" tanya salah satu pekerja proyek.
"Tidak ada, semuanya aman."
"Syukurlah kalau begitu, disini rawan kejahatan jadi abang harus berhati-hati."
"Terimakasih mas, kalau begitu saya pamit dulu."
Selesai berpamitan Fadil pun melanjutkan perjalanannya. Sepanjang perjalanan, pemuda itu selalu mengelus dada sembari mengatur nafasnya. Dia pun melirik kesana kemari, khawatir kejahatan susulan datang menghampirinya.
Dalam lubuk hatinya dia masih tidak percaya dengan apa yang ia lakukan barusan. Seorang pecundang seperti dirinya, bisa mengalahkan sekawanan begal.
Dia masih tidak percaya dengan kemampuan supranatural yang ia miliki. Setelah semua yang terjadi hari ini, akhirnya dia pun percaya akan keberadaan kekuatan supranatural. Namun dia berusaha untuk tidak memikirkannya, dan fokus berkendara hingga tiba rumah.
Sesampainya di rumah, Fadil menuntun motornya memasuki gudang lalu berjalan sempoyongan memasuki rumah. Ketika pintu di buka, ia melihat keluarganya duduk bersila menonton acara TV. Keluarganya melirik ke arah Fadil yang baru saja datang.
Pemuda itu mencium tangan ibunya, lalu dia menyiapkan piring dan sendok untuk menikmati makan malam berdua bersama kedua orang tuanya.
"Bagaimana belajar bersama hari ini?" Tanya Sang Ayah yang masihmemakai baju dinas coklat.
"Alhamdulilah lancar."
"Ibu dengar ujiannya akan berlangsung besok?" Tanya ibunya.
"Iya besok, ujiannya di SMA III KARAWANG. Mulai jam sembilan pagi," ujarnya memberitahu.
"Ya sudah kamu sekarang istirahat, dan jangan lupa berdoa untuk ujian besok."
"Iya bu."
Kemudian Fadil pun berjalan memasuki kamarnya lalu ia berganti pakaian dan berbaring di atas kasur. Dia menatap langit-langit kamarnya, sembari memikirkan ujian besok. Mengingat tingkat kesulitan soal SBMPTN, yang selama ini dia pelajari membuat dirinya tidak percaya diri.
Semakin lama dia berpikir, rasa ngantuk mulai merasuki dirinya. Kedua kantung matanya terasa sangat berat, dan akhirnya dia pun tertidur. Pemuda itu membuka matanya, kini ia kembali melihat sosok gadis mengenakan baju dayang coklat.
Mata hijau mempesona, kulitnya yang mulus dan putih seputih salju, tersenyum manis kepadanya. Senyuman gadis itu sempat membuat Fadil tersipu malu. Kemudian dia berjalan menghampirinya, lalu gadis itu memeluk lengannya dengan lembut.
Dia pun menuntun pemuda itu, duduk di sebuah pohon yang rindang pada hamparan rumput yang luas. Angin pun berhembus dengan sejuknya, lalu gadis itu menggeser tempat duduk hingga kedua bahu mereka menempel.
"Sudah lama kita tidak bertemu," kata gadis itu.
"Iya, sudah satu bulan lamanya aku tidak bermimpi seperti ini."
"Apa terjadi sesuatu hari ini?" tanya Sarah, setelah melihat pemuda itu tertunduk lesu.
"Sore setelah aku pamit dari kosan temanku, aku mengendarai sepedah motorku kembali pulang ke rumah. Di jalan aku sempatkan waktu, untuk membeli nasi goreng lalu pengamen itu menodong pisau pada penjual nasi goreng. Spontan aku menolongnya, dan pengamen itu mencoba menikamku. Tapi entah mengapa, tanganku mengeluarkan sinar merah. Kugenggam pisau itu hingga bengkok. Tidak hanya itu, ketika aku di hadang oleh sekawanan begal tanganku mengeluarkan kobaran api. Kemudian aku menghajarnya hingga mereka terluka, sebenarnya apa yang terjadi padaku?" Ujarnya sembari menatap kedua telapak tangannya.
"Itu adalah kehebatan Ajian Brajamusti, bagaimana kamu bisa memilikinya?" tanya Sarah.
"Kakekku yang memberikannya padaku, kukira ia bercanda namun ternyata ini sungguhan."
"Begitu rupanya, kakekmu sangat mempercayaimu sebagai pemilik Ajian Brajamusti. Jangan pernah mengkhianati kepercayaannya."
"Tentu saja, aku akan jalankan amanat yang di berikan kakek. Terutama mewujudkan impianku," ujarnya sembari menatap gadis itu dengan rasa percaya diri.
Gadis itu tersenyum, Fadil pun tersipu malu ketika lama menatapnya. Mereka berdua pun mendongak ke langit, kedua kaki mereka di selonjorkan ke depan sambil menikmati angin sejuk. Fadil pun berkata bahwa dirinya belum sepenuhnya menguasai Ajian tersebut. Sarah pun berkata, bahwa dirinya siap mengajarinya asal ia mau membebaskannya dari kurungan botol.
Pemuda itu tak mengerti dengan botol yang di maksud, lalu seketika dia teringat oleh action figur di dalam botol.
Dia berjanji jika dirinya bebas, gadis itu akan melayani dan terus berada di sampingnya selama ia bernafas. Namun dengan keberadaanya saat ini membuat ia tak menanggapinya dengan serius. Diam-diam ia melirik gadis itu, lalu dia pun ingin melakukan sesuatu pada gadis itu selagi ada di alam mimpi. Raut wajahnya semakin memerah, ia pun mulai merasa gelisah dan jantungnya berdegup kencang. Kemudian dia menggepalkan kedua tangannya, sembari memberikan keberanian pada dirinya sendiri.
"Sarah," sapa Fadil
"Iya?"
"Aku ingin melakukan suatu hal denganmu, boleh?"
"Boleh, melakukan apa?"
"Tapi janji jangan marah ya?"
"Ha.ha.ha siapa juga yang marah. Memang kamu ingin melakukan apa denganku?" Tanya Sarah dengan rasa penasaran.
Wajahnya pun mendekat, lalu secara mengejutkan Fadil memeluk gadis itu lalu ia memberi kecupan pada bibirnya. Seketika raut wajah sarah memerah, jantungnya berdegup kencang, kedua matanya terbuka lebar seolah tak percaya dengan apa yang pemuda itu lakukan.
Hangatnya pelukan, serta lembutnya kecupan mulai gadis itu rasakan. Lidah mereka mulai saling beradu, kepalanya terasa mulai terasa pening lalu dia mendorongnya hingga pelukannya terlepas.
"Apa yang kamu lakukan?"kata gadis itu tersipu malu sembari mengusap bibirnya.
"Sarah, kamu itu adalah gadis tercantik cantik yang pernah aku temui. Aku ingin memeluk, serta tak tahan untuk menciumu." Timbalnya sembari merangkak.
Tiba-tiba Fadil pun memeluknya lalu menindih tubuh gadis itu. Kemudian dia memberikan kecupan, di seluruh pangkal wajah juga lehernya hingga meninggalkan bekas. Raut wajah Sarah semakin memerah, jantungnya semakin berdebar serta kepalanya terasa semakin pening. Dan akhirnya gadis itu menampar wajahnya, hingga terhempas ke langit. Rasa sakit akibat tamparan mulai ia rasakan, seketika Fadil pun terbangun dari tidurnya.