Chereads / Nisekai / Chapter 13 - Kiriman santet

Chapter 13 - Kiriman santet

Mereka berdua berjalan memasuki kamar, lalu duduk di atas kasur. Jantung Sarah semakin berdebar, ketika ia mengingat apa yang Fadil lakukan pada botol kemarin. Juga dia mengingat kata waifu membuat gadis itu penasaran dengan artinya.

"Maaf kamarku berantakan."

"Tidak masalah, nanti akan aku rapihkan kamarmu."

"Tidak usah, biar aku saja yang rapihkan kamarku sendiri. Kamu cukup duduk dan bersantai disini. Lagi pula kamu itu adalah tamu, jadi biar aku layani dengan segenap hati."

"Kamarmu adalah kamarku juga, jadi sudah sewajarnya aku merapihkannya. Sekalian aku meringankan pekerjaan rumahmu."

"Baiklah jika itu maumu." Ujarnya sembari menundukkan pandangan karena malu. "Oh iya, kamu tunggu disini."

"Kamu mau kemana?" Tanya Sarah.

"Aku ingin memasak makan malam, untuk ayahku yang sedang sakit. Kamu tunggu disini saja," pinta Fadil.

Kemudian Fadil pun berjalan keluar, lalu melangkahkan kakinya menuju dapur. Dia mengambil empat buah jagung, bawang putih, tepung jagung, susu, daging ayam dan lain sebagainya. Sarah pun mendekati Fadil yang sedang mempersiapkan bahan untuk memasak. Gadis itu meminta agar Fadil mengizinkannya membantu. Kegigihan Sarah membuat dirinya tak ada pilihan lain untuk mengizinkannya membantu.

Fadil mulai merebus 500 ml air hingga matang, lalu memasukkan 250 gr dada ayam. Sementara itu, Sarah mengiris jagung serta menggeprek tiga siung bawang putih. Pemuda itu memasukkan tiga siung bawang putih pada ayam yang sedang di rebus. Setelah ayam matang. Sarah mengangkat ayam dan tiga siung bawang putih sesuai arahan Fadil. Kemudian memotong daging ayam tersebut hingga kecil-kecil, sementara air kaldu di pisahkan pada sebuah wadah khusus.

Selanjutnya, memasukkan bawang bombay dan daun bawang pada mentega yang sudah panas. Kemudian memasukkan bahan lainnya, seperti potongan ayam, jagung, tepung maezena dan jagung ke dalam wajan. Dan akhirnya cream sup jagung berhasil di buat. Fadil pun memasukkan cream sop jagung tersebut ke dalam mangkok. Setelah itu ia membawanya masuk ke dalam kamar orang tuanya. Pak Yudi terbaring lemah di atas kasur.

"Ini cream sop jagung untuk ayah." Kata Fadil sembari memberikan menu makanan pada ayahnya.

"Terimakasih."

Sang Ayah pun mulai menikmati makan malamnya secara perlahan. Sedangkan mereka berdua duduk memperhatikan. Sebuah gumpalan hitam keluar dari tubuh ayahnya. Gumpalan itu membentuk sebuah sosok monster bertanduk. Gadis itu tau, bahwa apa yang dirasakan oleh ayahnya Fadil bukanlah penyakit biasa. Dia sangat khawatir akan keselamatannya, lalu dia pun menepuk pundak pemuda itu dan Sarah pun berbisik.

"Penyakit ayahmu bukanlah penyakit biasa."

"Apa maksudmu?"

"Seseorang telah mengirim santet pada Ayahmu, jika di biarkan dalam waktu dua minggu ayahmu akan terancam."

"Jadi apa yang harus aku lakukan?"

"Tidak ada, biar aku yang akan menyembuhkan ayahmu."

"Tapi lakukan itu setelah ayahku selesai makan." Pinta Fadil pada Sarah.

Satu persatu sendok cream sop telah masuk ke dalam mulutnya. Kelezatan yang di buat sepenuh hati. oleh mereka berdua membuat Pak Yudi makan dengan sangat lahap. Dia sangat bangga, terhadap putra pertamanya atas apa yang ia lakukan hari ini. Dalam lubuk hatinya ia semakin bertekat untuk sembuh. Melihat Sang Ayah makan dengan sangat lahap, membuat mereka berdua tersenyum. Selesai makan dia pun bersender pada sebuah bantal, lalu mendongak ke langit kamar.

Dia teringat pekerjaannya di kantor pemerintahan. Namun dia berusaha menyingkirkan pikiran tersebut, agar dirinya bisa fokus untuk sembuh. Sosok bertanduk, yang tercipta dari gumpalan energi gaib, menari-nari di atas penderitaannya. Sarah pun sudah tak tahan untuk segera melakukan tugasnya, lalu ia meminta izin kepada Fadil untuk segera melakukan tindakkan. Fadil pun mengizinkannya lalu gadis itu memintanya untuk mundur beberapa langkah.

Sarah memejamkan matanya, lalu berkonsentrasi mengalirkan energi spiritual dari tubuhnya. Kedua tangannya yang lentik, serta tubuhnya aduhai menggerakkan tubuhnya sepeti sedang menari. Kemudian, dia hembuskan pancaran energi seperti asap putih kepadanya. Secara perlahan Sang Ayah menghirup energi tersebut, lalu ia pun langsung tertidur pulas. Kini dia bisa menampakkan wujud aslinya, yaitu gadis berselendang merah.

Pancaran energi halilintar, keluar dari tangan kanannya lalu ia menempelkan tangan tersebut pada bagian dada. Dia menarik secara paksa, energi negatif yang bersarang dalam tubuhnya layaknya sebuah magnet. Lampu kamar mulai berkedip, Fadil merasa tanah mulai bergetar. Energi jahat yang bersarang di dalam tubuh Sang Ayah sangat kuat. Namun Sarah tidak menyerah untuk terus mengeluarkannya.

"Berani sekali dia melawanku," ujar batinnya.

Benturan energi membuat lampu berkedip semakin cepat. Lambat laun cahaya lampu kembali seperti semula, lalu di tangan Sarah berhasil mendapatkan sosok jin dalam wujud gumpalan hitam yang keluar secara paksa dari dalam mulut ayahnya.. Gumpalan itu terlihat jelas oleh mata telanjang, Fadil pun tak percaya dengan apa yang ia lihat. Melihat apa yang di lakukan oleh Sarah, pada akhirnya dia percaya. Sarah pun bertanya, apa yang harus dia lakukan dengan makhluk jahat di tangannya.

"Kalau bisa kirim balik, biar orang yang mengirim santet tau akibatnya."

"Baiklah jika itu maumu."

Mereka berjalan keluar lalu Sarah pun mendongak ke langit. Lingkaran sihir secara tiba-tiba keluar dari dalam tanah, lalu keluarlah lilitan cahaya mengikat gumpalan tersebut. Secara perlahan gumpalan tersebut membentuk sosok mengerikan. Sosok itu memiliki dua tanduk api hitam, matanya merah, tubuhnya yang kekar dan hanya selembar kain menutupi kemaluannya. Ekor hitamnya yang panjang, serta giginya bergerigi membuat sosoknya telihat mengerikan.

Lilitan sihir tersebut, mengikat kedua tangan dan kaki beserta ekornya hingga tak bisa bergerak. Aliran listrik serta panas mulai makhluk itu rasakan. Sarah pun menatap dingin sosok tersebut, sedangkan Fadil menoleh kesana kemari takut ada warga sekitar yang melihat. Secara ajaib, di tangannya muncul sebuah tongkat putih berukuran 30 cm. Lalu tongkat tersebut mengeluarkan cahaya kilat memanjang, hingga membentuk sebuah cambuk.

"Ampun Nyai!" Teriak sosok tersebut menahan sakit ketika Sarah mencambuknya.

"Makhluk durjana, katakan padaku siapa yang sudah mengirimu!"

"Aku tidak tau!"

"Jangan bohong!" Ujarnya sembari mencambuk makhluk itu dengan sangat keras.

Makhluk itu terus meracu tidak jelas, hingga membuat Sarah menjadi geram. Api hijau dengan percikan halilintar, keluar dari kedua tangannya lalu membakar makhluk itu hingga hangus. Kini makhluk jahat itu telah berubah menjadi abu. Pada akhirnya mereka berdua tidak tau siapa yang mengirim santet tersebut. Yang terpenting nyawa Ayah Fadil dapat terselamatkan. Lalu mereka berdua berjalan kembali masuk ke dalam rumah.

"Terimakasih sudah menyelamatkan ayahku."

"Sama-sama, sebagai makhluk ciptaan Tuhan sudah semestinya saling membantu." Timbal Sarah.

"Kau benar. Ok baiklah kalau begitu ayo kita makan malam." Ajak Fadil untuk menikmati makan malam bersama.

Dengan rasa lapar mereka berdua berjalan ke dapur, lalu mengambil menu makan malam dalam sebuah wajan. Mereka berdua duduk bersila di ruang keluarga, lalu Fadil menyalakan TV. Melihat gambar yang bergerak dalam sebuah kotak, merupakan pengalaman baru bagi Sarah. Dia pun sangat menikmati acara komedi di TV. Suara tawa mereka menggema di setiap sudut ruangan.

Mereka saling berpandangan dalam kesenangan, lalu gadis itu menatap lama dirinya yang sedang memperhatikan acara TV. Dia pun menggeser tempat duduknya, dengan raut wajah memerah lalu ia mengangkak mangkuk berisi cream sop jagung.

"Fadil buka mulutmu," ujarnya menyodorkan sendok berisi cream sop jagung untuk ia suapi.

Seketika raut wajah pemuda itu memerah, kedua matanya terbuka lebar. Dia tak menyangka gadis itu, menyuapinya secara sukarela. Entah apa yang sedang di pikirkannya, yang jelas Fadil pun semakin salah tingkah di buatnya.

"Sudahlah berhenti menggodaku, aku sudah kenyang." Ujarnya sembari beranjak dari tempat duduk membawa makok dan sendok kotor di kedua tangannya.

Sarah pun menatapnya dengan cemberut lalu menyusulnya pergi ke dapur. Fadil mulai mencuci seluruh piring dan gelas dalam wastafel. Sedangkan gadis berselendang merah, membersihkan meja dan menyapu dapur. Bahkan kaca dan sudut ruang tak luput dari jangkauannya. Berkat Sarah, suasana dapur yang tadinya kotor dan berantakan kini menjadi bersih dan rapih. Fadil merasa senang melihat gadis secantik dirinya, membantu mengurus pekerjaan rumah.