Mantan Leader tertinggi Golden Dragon, Jayden Lin keluar dari mobilnya dan berjalan ke arah Ares yang baru saja memasukkan wanita yang tidur dengannya semalam ke dalam mobil jemputan sambil tersenyum. Setelah mencium dan menutup pintunya, mobil itu lalu pergi. Ares pun berbalik dan Pamannya itu sudah berhenti di dekatnya dengan wajah tak ramah sama sekali.
"Om? Ngapain pagi-pagi Om kemari?" tanya Ares masih berdiri di pinggir jalan tanpa pengawalnya. Jayden menghela napas kesal dan mendekat.
"Kamu sedang apa, Ares? Apa kamu sedang membuat Golden Dragon hancur?" tanya Jayden tanpa basa basi. Ares mengernyitkan keningnya. Ia menoleh ke belakang memastikan tak ada yang mendengar.
"Apa maksud Om?"
"Kenapa kamu jadi melibatkan Golden Dragon dalam perdagangan kokain, Ares?" tunjuk Jayden kemudian. Ia memandang tajam pada Ares yang juga memandanginya.
"Om, ini semua demi Andy. Aku harus bantu dia menyelesaikan masalah ini!" Jayden berdesis tak percaya.
"Jangan bawa-bawa Andy sebagai tameng kamu!"
"Gak Om. Dia saudaraku kalau bukan aku yang bantu dia siapa lagi? Lagi pula bukankah kita adalah keluarga?" Jayden mengangguk dan masih memandang Ares dengan tajam.
"Memang, tapi kamu juga harus memikirkan anggota keluarga kamu yang lain di Golden Dragon!" Ares terdiam memandang Jayden yang tengah menasihatinya.
"Golden Dragon bukan kelompok pengedar narkoba, Ares. Kita mungkin melakukan kejahatan tapi tidak dengan barang haram itu dan pelacuran. Mengerti?" Ares mengangguk dan menarik napasnya.
"Om, ini hanya sementara," ujar Ares memberikan penjelasan.
"Apakah itu sementara atau tidak, Om gak mau lihat Golden Dragon tercemar gara-gara itu. Jika kamu gak bisa menolong Andy dengan cara lain, maka relakan dia pergi!" Ares langsung menggelengkan kepalanya.
"Gak Om, aku gak mungkin meninggalkan Andy. Apa Om bisa meninggalkan Uncle Joona? Atau Daddy?" Ares balik bertanya membuat Jayden jadi terdiam.
"Om gak pernah meninggalkan Uncle Joona sekalipun dia uda gak mau peduli bahkan dengan keluarganya sendiri. Aku pun begitu, Om. Andy itu adalah saudaraku. Aku gak akan mungkin ngebiarin dia sendirian menyelesaikan kasusnya!" Jayden memejamkan mata dengan helaan napas berat. Tapi ia tetap menggelengkan kepalanya.
"Kamu akan menjerumuskan Golden Dragon dalam perpecahan Ares! Kalau seperti ini terus, Golden Dragon bisa hancur!" tegas Jayden lagi. Ares menggelengkan kepalanya dan mencoba meyakinkan.
"Apa Om ragu sama aku? Apa Om pikir aku akan seperti itu? Aku besar di Golden Dragon, Om. Aku gak mungkin meninggalkan rumahku sendiri. Yang aku lakukan sekarang juga adalah bagian dari menyingkirkan orang-orang yang terus merongrong kita!" jelas Ares makin menggebu. Jayden mendengus dan membuang pandangannya ke arah lain.
"Kelompok itu sedang mengincar hal lain dari Golden Dragon dan The Seven Wolves." Jayden lantas menoleh pada Ares dan menatapnya tajam.
"Apa maksud kamu?"
"Mereka tahu kalian menyimpan daftar rahasia itu!" jawab Ares dengan cepat. Jayden tak tampak terkejut tapi ia tak melepaskan pandangan sama sekali dari Ares.
"Om gak tau apa yang kamu bicarakan?" Ares menaikkan ujung bibirnya dan mengangguk.
"Aku uda tau semuanya Om. Gak perlu pura-pura. Lagi pula jika memang daftar itu ada, aku gak berminat untuk menyerahkannya. Tugasku adalah mengusir SRF dari kota ini. Kota ini milik Golden Dragon, mereka gak bisa seenaknya datang dan menguasai kita, apa lagi dengan kokain!" tegas Ares kemudian. Jayden masih diam dan memandang keponakannya itu.
"Om harus percaya sama aku. Aku gak akan pernah mengkhianati Golden Dragon sampai kapan pun!" Jayden pun mengangguk.
"Itu yang ingin Om dengar. Jadi Om bisa bicara dengan para tetua yang khawatir dengan manuver kamu. Dengar Nak, kamu belum lama memimpin. Jangan buat Om menyesal sudah memilih kamu. Kamu anak Om, secara hukum Om adalah Ayah angkat kamu, ngerti?" Ares mengangguk lagi.
"Kamu membuat semua orang khawatir dengan keadaan kamu belakangan ini. Ada apa Ares?" Ares memandang Jayden dan menelan ludahnya lalu tersenyum.
"Gak ada yang terjadi, Om. Semuanya seperti biasa." Jayden masih menatap Ares seakan ia tahu putranya menyembunyikan banyak hal.
"Kamu mulai terlalu sering main perempuan. Apa kamu tahu sudah ada wanita yang mengaku hamil anak kamu?" Ares mengangguk saja dengan santai dan membuang pandangannya ke arah lain.
"Kong-Kong Anthony saja pada akhirnya hanya punya satu pasangan. Tapi kamu? Kamu bermain seperti seorang Kasanova. Kenapa? Apa kamu sedang menutupi perasaan kamu untuk Putri?" Ares sontak terkesiap. Matanya sempat membesar tapi ia tak bergerak. Hanya saja Jayden memang punya insting yang lebih peka. Ia tahu Ares menyembunyikan sesuatu.
"Om bicara apa!" sahut Ares masih mengelak. Jayden tak mau memaksa, ia akhirnya mengangguk pelan dan menepuk pipi Ares.
"Kamu bukan batu, Nak. Jangan bertingkah seperti tembok yang tak punya perasaan, itu akan menghancurkanmu suatu saat. Om pergi dulu, jaga kesehatanmu!" Jayden memberikan nasihatnya pada Ares yang membuatnya diam di tempat.
Untuk beberapa waktu Ares masih berdiri di sana menikmati hari menjelang fajar. Ia akhirnya masuk ke dalam hotel di pinggir jalan tempatnya berkencan semalam.
Setelah membersihkan diri, Ares pun kembali bekerja di kantornya SJ Corp. Ia memiliki beberapa hal yang harus dikerjakan dan bertemu dengan Jupiter nanti malam. Sayangnya, Ares tak mengetahui jadwal sampai ia tiba di kantor dan asistennya Park Jin Hyun membacakan jadwalnya.
"Apa meetingnya tidak bisa ditunda?" tanya Ares sudah kesal sebelum rapat seharian akan terjadi.
"Tidak, Tuan. Kamu sudah menundanya dua kali. Ketiga kalinya mereka akan mencemoohkanmu nanti!" tukas Jin Hyun mulai berani pada Ares. Ares memicingkan mata pada asistennya itu. Ingin rasanya ia mempermak pria berkaca mata itu tapi ia tak tega. Jin Hyun bahkan tak bisa tahan mendapat bullyan. Akhirnya Ares pasrah menerima jika ia baru bisa bertemu Jupiter malam hari.
Ares menghubungi Jupiter dari setelah makan malam tapi kembarannya itu tak mengangkat sama sekali. Akhirnya ia menghubungi manajer klub dan ia pun melaporkan jika Jupiter tengah melakukan pertemuan bisnis di sebuah hotel. Pesan Ares disampaikan dan Jupiter membalas dengan meminta Ares datang ke rumahnya saja untuk menunggu karena kemungkinan besar ia akan selesai lewat dini hari.
Akhirnya Ares memutuskan untuk datang menunggu di rumah Jupiter. Mereka tak bisa bertemu di klub saat banyak orang SRF mulai keluar masuk tempat itu. Ares tak ingin mengganggu jadi ia masuk ke dalam apartemen Jupiter tanpa mengetuk pintu. Ares dan Jupiter sama-sama mengetahui password masuk ke apartemen masing-masing.
Jadi setelah menyelinap masuk, Ares memilih duduk di ruang tengah. Tempat itu begitu sepi, mungkin Putri sudah kembali ke rumah orang tuanya karena sedianya ia hanya satu minggu tinggal bersama Jupiter dan ini sudah lebih dari 10 hari, gadis itu pasti sudah pulang, pikir Ares.
Ares pun melihat ke arah jam tangannya dan waktu sudah pukul 00.30 pagi namun Jupiter belum juga pulang. Ares lantas membuka jasnya dan meletakkan begitu saja di kursi. Ia berjalan hendak ke kamar mandi dekat kamar tidur tamu untuk mencuci wajahnya. Namun Ares berhenti di sebuah kamar karena mendengar suara seseorang di dalam.
Kening Ares mengernyit. Seharusnya tak ada orang di tempat itu. Lalu siapa yang ada di dalam? Ares mencoba mendekat dan menguping lagi. Sayup sayup terdengar seperti suara igauan seseorang dan Ares kenal suara itu. Ares pun membuka pintu perlahan untuk mengintip.
Hanya ada lampu sudut yang menyala sedangkan seseorang berbaring di ranjang. Mulut Ares sedikit terbuka, itu adalah Putri yang tengah terlelap tapi ia seperti tengah bermimpi.
'Kenapa dia masih tinggal di sini?' pikir Ares.
Awalnya Ares ingin menutup pintu tapi igauan Putri membuatnya cemas. Ia akhirnya memutuskan untuk melihat. Ares menutup pintu perlahan dan berjalan mendekat pada ranjang.
"Jangan ... tolong jangan!" Putri seperti menangis dalam mimpinya. Entah siapa yang sudah menyakitinya dan itu membuat Ares tak tahan ingin mendekat. Ia pun duduk di sisi ranjang dan makin mendekat. Putri pun berbalik terlentang ke arah Ares. Ares pun tersenyum pelan lalu membelai helai rambut Putri di atas bantal.
"Kamu kenapa Sayang? Kenapa kamu menangis?" tanya Ares berbisik lembut. Putri seperti mendengar tapi ia tak bangun. Ares jadi tak tahan dan makin mendekat. Jarinya menyeka lembut ujung matanya yang berair sambil terus membelai lembut ujung kepala Putri dengan penuh kasih sayang.
Perlahan Putri membuka matanya dan separuh sadar melihat seseorang di depannya.
"Kak?" Ares tersenyum pelan dan terus membelai wajah Putri dengan lembut.
"Ya, Sayang?"
"Jangan pergi," desah Putri di antara kesadaran dan mimpinya. Entah apa yang dipikirkan oleh Ares. Ia lupa siapa dirinya dan Putri. Ares makin mendekat sampai ujung hidungnya bertautan dengan Putri.
"Gak akan, Kakak gak akan pernah ninggalin kamu." Putri seperti tersenyum tipis tapi dengan mata masih separuh tertutup. Putri lalu sedikit menarik kemeja Ares dan itu makin membuat Ares tak tahan. Ia langsung mendekat dan mengulum bibir Putri dengan lembut. Putri pun membalas dengan ciuman lembutnya.
"Kakak sangat mencintai kamu," aku Ares mendesah di sela ciumannya.
"Putri ... juga cinta sama Kak Jupiter," desah Putri membalas dan Ares makin memperdalam ciumannya.