Chapter 23 - It's Magic

12 TAHUN YANG LALU

Hari ini Jupiter melangkah masuk ke dalam kelas berbeda dari biasanya. Ia masuk kelas bahasa inggris yang lebih tinggi dan kali ini bersama Andrew Miller. Saat berjalan masuk dari pintu masuk belakang, Jupiter tertegun sejenak, Andrew ada di sana duduk di kursi paling belakang sambil memegang sebuah pena.

Jupiter pun datang lalu duduk di sebelahnya. Ia tersenyum dan mendekat tapi sepertinya Andrew belum menyadarinya. Matanya terus menatap pena tersebut.

"Andy?" sapa Jupiter separuh berbisik. Andrew menyadari dan menoleh pada Jupiter dengan pandangan kosong. Ia baru saja pergi bersekolah kembali setelah kejadian penembakan ibunya di depan sekolah beberapa waktu lalu.

Tak ada anak yang berani mendekat, jadi Andrew memilih untuk duduk di belakang, tempat yang tak pernah ia tempati. Andrew siswa yang selalu duduk di barisan paling depan karena ia harus mendengar lebih banyak.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Jupiter dengan nada lembut yang sama pada Andrew. Andrew menarik napasnya dan tak menjawab, pandangannya jatuh lagi pada bolpoin yang tengah ia pegang. Jupiter melihat pada benda itu dan mengernyitkan kening. Bukankah itu bolpoin yang dikembalikan Chloe saat pertunjukan sekolah sebelum kejadian penembakan tersebut?

"Bolpoin itu ... milik Chloe ya?" tebak Jupiter dan Andrew menoleh lagi padanya. Andrew menggelengkan kepalanya.

"Sekarang ini milikku. Sebelumnya, ini milik Jewel Belgenza. Dia memberikannya padaku sebelum pertunjukan sekolah saat dia berperan menjadi Juliet, sebelum dia kemudian menghilang, kamu ingat?" aku Andrew pada Jupiter. Jupiter mengernyitkan kening dan mencoba mengingat.

"Aku tidak tahu dia memberikanmu benda itu!" Andrew mengangguk. Ia mengakui cerita yang tak pernah diceritakannya pada siapa pun.

"Aku tidak tahu bagaimana cara dia menemukanku, tapi dia melakukannya saat aku bersembunyi. Dia memberikan aku bolpoin ini agar aku menuliskan perasaanku. Jewel bilang, ia melakukannya saat Mundo mati, anjingnya Om Jay." Jupiter mengangguk.

"Dia merindukan Mundo dan menuliskan sebuah surat dengan pena ini. Malam harinya ia bermimpi bertemu dan bermain dengannya. Dia bilang ini adalah pena ajaib." Jupiter tersenyum dan sedikit terkekeh kecil. Andrew ikut tersenyum. Senyuman pertama setelah hari-hari berat yang dilaluinya.

"Aku memberikannya pada Chloe, aku kira pena ini tak akan kembali padaku tapi ternyata Chloe mengembalikannya." Jupiter mengangguk mengerti sekarang. Bolpoin itu sesungguhnya milik Jewel diberikan pada Andrew lalu Andrew memberikan pada Chloe dan dikembalikan lagi pada Andrew.

"Aku rasa memang itu milikmu," gumam Jupiter dan Andrew memberi anggukan.

"Apa jika aku menuliskan surat untuk Mommy, dia akan membacanya dan aku akan bertemu dengannya di dalam mimpi? Aku merindukannya Jupiter," tanya Andrew dengan nada lirih. Jupiter merasakan sakit yang dirasakan oleh sahabatnya. Ia memegang tangan Andrew dan menggenggamnya.

"Aku rasa yang dikatakan Jewel benar, itu mungkin pena ajaib. Cobalah menulis surat, mungkin akan berhasil," jawab Jupiter membangun harapan pada Andrew yang tengah berduka. Andrew mengangguk dan ingin bicara lagi tapi ada beberapa suara siswa di koridor depan dan itu menarik perhatian.

Mata Jupiter membesar dan ia menoleh ke belakang ke arah pintu. Ia semakin tak tenang.

"Ares?" gumamnya merasa sang adik mungkin dalam bahaya. Ia berlari keluar dan Andrew ikut menyusul. Ternyata ada perkelahian dan keributan yang melibatkan Ares. Sekarang ia dikeroyok tiga orang siswa dan tengah melepaskan diri.

"HEI!" Jupiter datang dan langsung menendang seorang siswa tingkat delapan yang memegang Ares dan satu lagi memukulinya. Ares mengambil kesempatan itu untuk membalas dan keduanya ambruk. Jupiter langsung menarik Ares agar ia menenangkan diri dan tak lagi terlibat perkelahian itu.

"Apa yang kamu lakukan, Ares!" Jupiter separuh menghempaskan Ares ke dinding dekat loker dimana beberapa siswa memperhatikan mereka. Bibir Ares sudah berdarah dan ia terengah kesal.

"Kenapa aku yang kamu marahi!" sahut Ares kesal. Jupiter langsung memegangi wajahnya.

"Kamu bisa dikeluarkan dari sekolah jika berkelahi lagi. Ingat, kamu sudah menjalani kelas detensi terakhir. Jika Daddy tahu dia akan membuatmu sekolah di rumah. Apa kamu mau meninggalkan aku?" hardik Jupiter membalas dengan kesal. Ares mulai tenang dan diam menundukkan pandangannya. Ia menggelengkan kepalanya.

"Kita sedang membujuk Daddy untuk mendatangkan guru bahasa Indonesia secara privat ke rumah. Jika dia melihatmu seperti ini, dia tidak akan memberikan apa pun!" lanjut Jupiter lagi. Ares makin diam dan matanya lantas mengikuti sosok di belakang Jupiter yang berjalan bersama Chloe. Itu adalah Putri Alexander yang kemudian berhenti di belakang Jupiter.

Jupiter berbalik dan Putri tersenyum padanya. Jupiter pun ikut tersenyum sementara Ares memilih bersembunyi di balik sosok kakaknya.

"Kak Jupiter, aku ingin berterima kasih karena sudah menolongku kemarin." Kening Jupiter mengernyit tak mengerti. Memangnya apa yang terjadi kemarin.

"Uh ..."

"Jika bukan karena Kakak, aku akan terlambat les piano," sambung Putri lagi dengan senyuman manisnya. Jupiter benar-benar tak mengerti.

"Aku tidak berbuat apa pun," gumam Jupiter kemudian. Putri menggelengkan kepala dan tersenyum.

"Kemarin Kakak yang membukakan pintu kamar mandi yang terkunci otomatis dari luar. Jika terkunci lebih lama, aku bisa terlambat!" jelas Putri membuat Jupiter bingung. Bukankah kemarin ia pulang lebih awal untuk latihan basket?

"Oh ..." Jupiter ingin membuka mulutnya tapi Putri tersenyum memberikannya sebuah coklat.

"Terima kasih. Benar yang dikatakan Chloe, Kakak memang baik hati!" Jupiter tak mengerti dan menerima coklat tersebut. Sedangkan Chloe sudah tersenyum di belakang Putri karena hal tersebut. Putri lalu pergi lagi bersama Chloe dan melewati Andrew yang bersandar di dinding melihat drama tersebut. Putri sempat berhenti menatap Andrew dan tersenyum merona sebelum kembali pergi dengan Chloe.

Jupiter lalu berbalik ke belakang dan Ares yang dari tadi menundukkan kepalanya sedikit menaikkan pandangan.

"Apa?" tanya Ares pura-pura bodoh.

"Apa kamu menjadi aku lagi? Apa kamu yang membuka pintunya?" tanya Jupiter dan Ares hanya menjawab dengan menaikkan alisnya cuek.

"Kenapa tidak mengaku jika kamu yang melakukannya?" sambung Jupiter lagi benar-benar tak punya sensor tentang apa yang tengah di rasakan Ares.

"Dia membenciku, jika aku bilang aku adalah Ares dia akan pingsan. Lagi pula, aku hanya membuka pintu apanya yang istimewa!" jawab Ares seenaknya. Andrew di belakang Jupiter menghela napas dan menggelengkan kepala pada tingkah Ares. Ares mendelik padanya mengatakan agar tak ikut campur.

Jupiter lalu memberikan coklat yang diberikan Putri padanya untuk Ares.

"Milikmu!" tukasnya singkat.

"Tapi ..."

"Sudah ambil saja, bukankah kamu suka coklat?" potong Jupiter membuat Ares cemberut dan mengambil coklat tersebut acuh seolah ia tak menginginkannya. Jupiter mendengus tersenyum dan berlalu meninggalkan Ares dan Andrew di belakangnya untuk kembali ke kelas. Andrew menghampiri Ares dan memandangnya tajam

"Kamu akan menyesal nanti!" gumam Andrew pada Ares dengan pandangan tajam.

"Tentu saja tidak!" sahut Ares dan merangkul pundaknya ikut pergi.

12 TAHUN KEMUDIAN

Ares berdiri di lantai dua dengan kedua siku menekan pada pagar pembatas di klub malam The Medieval sambil melihat ke arah lantai dansa. Mulutnya mengunyah potongan coklat dengan pandangan kosong menatap Jupiter dan Putri tengah berdansa musik RnB dan hip hop dengan DJ tamu Devon Kagawa.

Tak ada yang bisa Ares lakukan selain hanya bisa menonton keduanya saling bermesraan dan sesekali Jupiter mencium pipi Putri yang dicintai olehnya. Seorang wanita salah satu pengunjung klub lantas mendekat dan meraba punggung serta lengan Ares.

"Hai, mau berdansa denganku?" Ares berpaling dan menatap dengan dingin tapi nakal. Ujung bibirnya naik dan ia menggigit lagi coklat bar yang tengah ia makan sambil matanya menyisiri dari bibir sampai belahan dada.