Dari ketika terik Aku meninggalkan rumah, kini sampailah senja menyambut kedatanganku tepat didepan sebuah gerbang komplek pemamakan dimana nenekku disemayamkan. Aku masih berdiri mematung merasakan aura di area pemakaman ini begitu mencekam meski hari belum gelap. Wajar saja, area seperti ini adalah taman bermain dan rumah bagi Mereka yang bukan manusia. Saat kulangkahkan kaki ini menuju dimana makam nenek, banyak pasang mata makhluk yang menatapku. Rupa dari Mereka juga beraneka ragam. Tak perlu Aku ceritakan pasti Kalian sudah paham. Kuntilanak, pocong, setan buntung, genderuwo dan masih banyak lagi.
" Hai. Kamu anak yang seminggu lalu ditinggal neneknya kan? Mau mengunjunginya?"
Ku hentikan langkahku mendengar suara yang terdengar dari batinku. Saat kuputarkan pandanganku, terlihat sosok seorang wanita asing yang tidak lain adalah makhluk halus karena tubuhnya yang melayang dengan bentuk masih seperti manusia namun terlihat pucat dengan sebuah luka seperti luka tusuk tepat di area dadanya. Terlihat darahnya masih mentes. Aku berpikir mungkin Fisik ketika Dia mati seperti itu. Tanpa kuperdulikan, Ku langkahkan kembali kaki ini menuju area pemakaman lebih dalam dan tanpa Aku undang, makhluk itu sudah berada disampingku mengikuti.
Akhirnya Aku sampai ditempat yang Aku tuju. Nambah nisan bertuliskan nama orang yang terbaring disini. Ya, nenekku. Aku pun duduk ditepi nisan penuh diam memegangnya. Tanpa ku sadari linangan air mata terjatuh dan segera ku hapus. Dengan penuh isak tangis mulutku pun mulai melontarkan beberapa kata agar nenekku bisa mendengar suaraku disana.
" Nek, Kaka sebentar lagi masuk sekolah di kota. Nanti Kaka bakalan tinggal diasrama. Tapi Kaka janji tiap minggu Kaka pasti pulang dan jenguk nenek.
Jujur Kaka masih sedih nek, tinggal sendirian dirumah. Tapi Kaka sudah ikhlas ditinggal Nenek. Nenek pasti lebih bahagia disana.
Kaka pasti janji penuhin semua harapan Nenek. Kaka pasti bisa jadi cucu kebanggaan Nenek.
Nek, Kaka juga mau cerita. Kaka merasa takut Nek dengan perasaan Kaka. Ini semua soal Arga. Kaka sudah lama tau kalo Arga punya perasaan sama Kaka. Tapi setelah kepergian Nenek, Kaka menyadari kalau Kaka merespon perlakuan yang diberikan Arga.
Kaka takut nek. Kaka tau ini salah, seperti apapun Kaka menghindarinya malah semakin sulit. Kaka takut bikin Nenek malu kalo nanti Kaka malah menyukai sesama gender. Kaka juga takut sulit memenuhi janji Kaka kasih liat Nenek cicit nantinya kalo Kaka berubah.
Doain yang terbaik ya nek disana buat Kaka. Apapun takdir nanti berkata Kaka pasti terima. Mungkin sudah jalannya. Kaka cuma berharap Nenek tidak malu punya cucu seperti Kaka.
Kaka pamit pulang dulu Nek. Sudah sore. Kaka pasti datang kesini lagi jenguk Nenek. Kaka sayang benek."
***
Setelah kutumpahkan semua ceritaku di depan makam nenek, Aku merasa sedikit lega. Aku tak pernah membahas hal ini dengan Nenek Ku ketika beliau masih hidup karena Aku masih menganggap hal ini wajar bagiku. Namun tersadar setelah kepergian Nenek, Aku mulai resah akan suatu hal yang berhubungan dengan Arga.
Tersadar dari semua itu, Aku merasa aneh melihat tatapan kasihan yang ditunjukkan hantu yang sedari tadi mengikutiku.
" Kamu kenapa menatapku seperti itu?"
" Aku bersimpati kepadamu mendengan cerita yang Kau ucapkan di depan makam Nenekmu tadi."
" Terima kasih. Sejujurnya Aku sangat resah dengan semua kegilaan ini. Aku tau itu tidak normal, namun menghindarinya kenapa begitu sangat menyulitkan."
" Memang. Aku paham apa yang Kamu rasakan. Hal seperti inipun juga menjadi alasan kematianku. Mungkin ini takdir Aku bertemu denganmu."
Ku hentikannlangkah Ku dan menatap kaget kearahnya.
" Hah? Kok bisa? Sebentar. Aku belum tau namamu."
" Namaku Alice. Aku sudah ratusan tahun menjadi hantu semenjak negaraku menjajah Kalian. Alasan kematianku disebabkan Aku dibunuh oleh adik laki- laki ku yang ternyata menjadi pujaan hati tunganku yang selama ini tak pernah terlihat olehnya. Dia menganggap Aku perusak hubungannya yang mana Aku tau kalau Dia menyukai seorang pria namun Aku tidak tau tau kalau kekasihnya adalah tunanganku. Kalau Aku bisa memilih, Aku hanya ingin Adikku bahagia. Akan Aku berikan tunanganku itu. Namun semuanya terlambat, Dia dibutakan amarah dan Aku pun dibunuhnya. Hal yang kumiliki hanyalah perasaan bersalah yang sangat dalam untuk adikku."
" Jadi luka itu Kamu dapatkan dari Adikmu sendiri Alice?"
" Iya benar. Ngomong- ngomong, Kamu sangat membuatku penasaran."
" Kenapa?"
" Entah Kenapa Aku tidak bisa membaca pikiran atau hatimu. Bahkan makhluk lain saat Aku tanya juga mengatakan hal yang sama. Kamu cukup populer semenjak menunjukkan diri disini hei manusia."
" Namaku Raka. Hei hantu Alice."
" Jelek sekali jika Kau memanggilku seperti itu. Panggil saja namaku. Hehehehe."
" Baiklah. Yah hal wajar itu memang berkah yang Aku dapatkan dari lahir. Mau kah Kau mampir ke rumahku Alice?"
" Apakah boleh?"
" Tentu saja. Dirumahku juga ada empat penjaga dan dinding gaib pembatas. Hanya atas ijinku saja makhluk lain selain mereka berempat bebas keluar masuk. Aku tau Kau bukan hantu jahat Alice. Jadi Kau bisa bermain kerumahku. Mungkin seno akan senang melihatmu."
" Wow. Apakah Kamu dukun Raka? dan siapa itu Seno?"
" Bukan. Aku hanya anak manusia biasa yang diberi anugrah dari tuhan. Seno itu ular tampan. Kamu juga nanti tau sendiri nanti, Dia yang paling antusias ketika ada makhluk lain yang Aku bawa pulang"
" Ok. Baiklah. Oh iya Raka. Aku hanya berpesan padamu. Hiduplah seperti angin yang pergi tanpa ragu entah dengan takdir apa yang sedang menunggu. Kau hanya perlu menerima dirimu sendiri dan nantinya Kau akan diterima oleh orang lain. Jangan jadikan hal itu sebuah beban, Ok?"
" Terima kasih Alice. Aku akan berusaha."
Sesampainya dirumah, Alice yang Aku bawa sudah akrab dengan semua makhluk dirumah ini dan entah dibawa kemana Dia oleh Mereka. Tak mau ambil pusing, Akupun melanjutkan kegiatan harianku sampai malam datang menyambut tidurku dan menanti esok yang akan menjadi awal perjalan kehidupan baruku ditempat asing.
Mengingat apa yang dikatakan diperjalan pulang oleh Alice, Aku pun mulai memikirkannya ketika Aku terbaring diatas tempat tidurku. Perasaan yang Aku miliki sebenarnya bukanlah kesalahan, Aku bukanlah robot yang akan berjalan sesuai program yang sudah ditanam. Pikiranku juga masih berjalan sendiri, Aku juga tak berharap menjadi seperti ini. Apakah hidup manusia hanya akan menghidari takdir? Sepertinya tidak. Seharusnya manusia hidup menerima takdir Mereka yang akan dipertanggung jawabkan nantinya.
" Ah... Lebih baik Aku tidur saja. Pasti tuhan sudah menyiapkan jawabannya untukku."