Hari ini adalah hari yang ditunggunya, sudah seminggu ia memendam penasaran akan sosok yang menabraknya malam itu.
"Hai ca mau kemana? " Tanya Sari.
"Ketemu pacar gue," ucap Ica sedikit angkuh.
"Kok lu gak kenalin ke kita si ca?" Tanya wati.
"Kan baru, kalo dah lama gue kenalin ntar?" Sahut Ica.
"Awas ntar buaya darat!," Dita memperingatkan.
"Jangankan buaya darat, buaya air, buaya laut gue gak takut," Ica nampak cuek.
Ica pun pergi begitu saja meninggalkan ketiga temannya, ia begitu percaya diri akan sendah high heels, dan mini dress merah berdada rendah yang memang serasi dengan tubuhnya.
'siapa ya pacarnya Ica,' tak ingin penasaran Sari mengintip dari jendela kamarnya, siapa sosok yang menjemput Ica, tampak olehnya mobil putih mewah yang mengkilat, berhenti didepan dan Ica menaikinya, terlihat sedikit wajah laki-laki yang ditumbuhi kumis dan bulu -bulu di bagian dagu dan rahangnya.
'syukurlah bukan Abra', Sari mengelus dadanya.
"Hai dear.." sapa Herman yang terpesona akan penampilan Ica yang menggoda matanya, bagaimana tidak dress berdada rendah itu menerbitkan belahan indah yang memukau, rambutnya yang diikat tinggi menjadi satu semakin menampakkan leher jenjang mulusnya, belum lagi bawahan dress yang tepat di pertengahan pahanya.
"Hai juga sayang.." Ica mengucapkan tanpa ragu dan malu.
Herman semakin bersemangat melajukan mobilnya, ia dibuat hilang akal akan penampilan dan sikap Ica padanya, gadis ini benar-benar paham cara menaikkan hasratnya.
"Mau kemana kamu hari ini cantik?"
"Shopping.. makan.. dan…" ucap Ica manja.
"Of course dear, kita akan borong apapun yang kamu suka,"
Tak perlu banyak bicara, sepertinya mereka saling memahami apa yang mereka butuhkan.
Mobil sudah terparkir di sebuah pusat perbelanjaan elit, dan kini Ica nampak melingkarkan tangannya di pinggang pria idamannya saat ini, begitupun herman nampak bangga akan gadis muda disampingnya ini, tampak ia mengelus-elus pundak Ica sepanjang perjalanan.
Lelah sudah mereka berkeliling di pusat perbelanjaan ini, berbagai macam paper bag toko-toko ternama telah mengisi penuh trolly mereka, sepertinya Ica memanfaatkan kesempatan ini dengan sangat baik, bahkan kini berlian mewah dengan mata yang berkilau sudah melingkar indah di lehernya.
"Dear kita makan siang ya sebentar," ajak Herman
"Iya sayang aku udah laper," Ica bergelendot manja di bahu lelaki itu.
Kurang lebih dua jam, mereka menghabiskan waktu makan siang dan bersantai di sana, kini mereka kembali ke mobil untuk melanjutkan tujuan berikutnya.
"Kamu mau kemana lagi dear," Herman mengelus tangan Ica yang menempel di pahanya sejak tadi.
"Aku mau perawatan boleh mas, biar hilang capek-capek, sama biar kulitku makin bersih," ucap Ica manja
"Yes dear, itu harus, aku akan ikut perawatan sama kamu biar kita sama-sama bersih."
Ica merasa menjadi nyonya hari ini, ia bisa melakukan apa yang diinginkan tanpa mengeluarkan uangnya sepeser pun, 'its amazing' dessis Ica.'
Saat mereka keluar dari klinik kecantikan itu, hari sudah gelap, sekitar pukul tujuh malam, Ica merasakan tubuhnya amat senang dan ringan karena mendapat service yang mahal di klinik kecantikan ternama tadi.
"Kamu senang hari ini dear?" Ucap Herman.
"Yes baby, im very happy, thankyou..cup,' Ica mengecup ringan pipi lelaki yang membuatnya menjadi ratu hari ini.
"Berarti malam ini waktunya saya yang senang dong dear?" Herman menggoda Ica sambil meremas paha seksi Ica.
"I do what you want,"sahut Ica singkat.
Mobil terhenti di tempat yang tak kalah mewah 'Night Bar' yang tertulis di bagian depan bangunan itu.
"Come on sayang kita akan bersenang-senang didalam," herman menggandeng mesra Ica.
Mereka menempati meja disudut ruangan itu, lagu romantis yang membuat siapa saja terlena diruangan itu, kini tampak beberapa botol bir didepan mereka.
"Ayo sayang kita minum!" Ajak Herman.
"Iya sayang, aku suka ini."
Herman dan Ica nampak dahaga meneguk bir yang mereka pesan, hingga kini dari mereka sudah kehilangan seperempat kesadaran.
"I want you, baby!" Herman mencium leher indah Ica.
Ica tampak menikmati sentuhan demi sentuhan dari herman, sehingga ia hanya bisa terpejam akan apa yang herman lakukan.
Mereka terus meneguk minuman hingga bir hampir habis, dan setengah kesadaran mereka melayang, kini bibir mereka telah beradu pekat mengisyaratkan gairah masing-masing.
Ica melingkarkan kedua tangannya di leher Herman dan sesekali ia menjambak rambut herman, sedangkan lelaki itu tampak perkasa menopang tubuh Ica di pangkuannya dan terus melumat bibir gadis mudanya ini, dan sesekali tangannya meremas daging padat dibalik bawahan dress ketat itu.
"I want more babies.." desah Herman.
"Yeah sayang.. ayo kita ke atas." Ica menarik lelakinya yang sudah hilang kendali dan bisa saja menerkamnya di tempat ini.
Dengan susah payah Ica membopong Herman menuju kamar yang dipesannya, karena Herman sudah hampir mabuk seratus persen, dan tak henti menyentuh setiap bagian sensitif Ica sepanjang jalan.
Kini mereka telah sampai di kamar hotel, tanpa disuruh Ica paham betul apa yang harus ia lakukan.
Kini mereka sudah sama-sama diatas tempat tidur, Herman memulai aksinya, ia membungkam kembali bibir merah icha dan memasukkan lidahnya ke dalam setiap rongga mulut Ica.
Gadis itu pasrah, ia menikmati perlakuan itu bahkan ia merindukan dijamah oleh lelaki, maka dengan senang hati ia menerimanya.
Tanpa perintah Ica membebaskan dress merah yang melekat di tubuhnya, kini ia tampak hanya dengan penutup atas dan celana dalam transparannya, tak tahan akan godaan gadis ini Herman segera melepas semua pakaiannya.
Mereka kini tengah hanyut dalam pergumulan panas yang saling memuaskan, Ica nampak begitu handal memainkan 'milik' Herman di dalam mulutnya, begitu pun Herman menyapu bersih setiap kali cairan tumpah dari bibir bawah gadis mudanya itu.
Desahan demi desahan menggema di ruang kamar hotel itu, percumbuan panas antara gadis muda dan pria dewasa itu begitu memabukkan sehingga sulit untuk mereka berhenti dari kenikmatan itu.
"Apakah milik istrimu seenak milikku mas?" Tanya Ica yang kini posisinya diatas lelaki itu.
"No baby.. you are number one," desah lelaki itu.
"Aku akan memberikan kenikmatan ini kapanpun kau mau mas," ucap ica yang terlihat memompa badannya diatas sana.
"Shit… punya kamu sangat nikmat baby."
Kini kedua insan itu mengerang bersama-sama mencapai puncak kenikmatan mereka, erangan yang terdengar ke seluruh sudut ruangan kamar ini.
"Thank sayang, aku sangat menyukai permainanmu" Herman terkulai lemas setelah beberapa ronde yang mereka lewati.
"Ini masih awal sayang, aku bisa lebih gila lagi,' tatapan Ica ganas ke lelaki di sampingnya.
"Kau benar-benar membuat ku mabuk," lirih Herman pelan.
"Kemabukanmu adalah kemewahan bagiku sayang," lagi Ica mengecup bibir sensual Herman.
"Oh no.. apa kau tak membiarkanku tidur," Herman menggeliat akan ciuman Ica.
Sepertinya mereka akan mengulang permainan terlarang itu, namun kali ini Herman memilih diam dan pasrah, sementara Ica mengambil ahli permainan ini, mungkin karena usia Ica yang jauh lebih muda dibanding Herman.
Desahan dan erangan kembali mengelilingi sudut kamar hotel ini, nafas mereka yang sahut-sahutan serta peluh yang membasahi tubuh mereka yang tak dibalut sehelai busana apapun, mungkin ini akan menjadi jadwal rutin Ica tiap minggunya untuk beberapa bulan ini.
Sementara herman harus lebih merogoh koceknya demi wanita mudanya ini, agar terus dengan senang hati memuaskannya, namun tak sulit baginya seorang pemilik perusahaan terbesar di kota ini, yang terpenting nafsu dan hasratnya terpenuhi.