Chereads / Keperawanan Sari Terenggut / Chapter 20 - Pesan Dita

Chapter 20 - Pesan Dita

Dia masih asyik membaca buku yang covernya tertulis dengan bahasa inggris, ya tampaknya buku itu menjadi kebutuhannya setiap hari, selama ada waktu senggang ia akan memanfaatkan waktunya untuk membaca.

Wanita yang selalu bergaya simple, yang akan tampil dengan riasan make up hanya saat bekerja, selepas itu ia membiarkan wajahnya telanjang tanpa polesan sedikitpun.

Ia selalu nyaman dengan outfit kemeja dan celana jeans, serta ransel hitam yang tak terlalu besar menjadi pelengkapnya saat ia keluar, juga saat mendatangi tempat kursus bahasa inggrisnya.

Baginya hidup ini adalah kesempatan, dimana kita harus meraih kehidupan yang lebih baik setiap harinya.

Ia sadar betul bahwa keluarganya di kampung berharap besar padanya, makanya ia selalu konsisten dengan targetnya kerja dua tahun untuk menabung menyambung niatnya agar bisa merasakan indahnya dunia perkuliahan.

Ia tak pernah iri akan teman-temannya yang sering keluar berkencan bersama teman lelaki mereka, baginya saat libur ia akan memanfaatkannya dengan istirahat dan membaca buku-buku kesayangannya.

Namun walau bagaimanapun ia tetap gadis remaja yang juga bisa merasakan cinta pada lawan jenis yang menarik hatinya, seperti saat ini ia mengagumi salah satu pengajar di tempat kursusnya.

Lelaki tinggi yang berkulit kuning langsat, dan kacamata kecilnya menambah kesan wibawa pada dirinya, ia menyempatkan mengajar bahasa inggris disana, di sela-sela kegiatan kuliahnya. Dialah yang menjadi penambah semangat Dita di tempat itu.

Namun Dita tak pernah menunjukkan rasa sukanya sedikitpun pada lelaki itu, baginya harga diri wanita harus dijaga, jangan sampai lelaki memandang rendah pada dirinya.

Baginya berdoa sudah cukup, kalau memang jodoh tak akan kemana, kalau tak jodoh berarti itu bukan yang terbaik.

"Hai ri," Dita yang kehausan karena sudah menghabiskan tiga buku dikamarnya.

"Hei.. ga kursus dit hari ini?" Tanya Sari.

"Pengajarnya lagi sakit jadi dikasih tugas aja."

"Oh.. makan yuk," ajak Sari yang asyik mengunyah makanannya.

"Masih kenyang, Wati sama Ica kok ga keliatan ya?" Dita melirik kamar Wati dan Ica.

"Pergi tadi berdua, katanya mau beli make up," jawab Sari.

"Ohh.. sekalian kencan gak tu?" Ketus Dita.

"Gak tau juga gue," sahut Sari.

"Gue sih gak masalah lo pada mau kemana sama cowok lo, tapi gue sebagai teman cuma ngingetin jangan terlalu terlena sama cowok, cowok dikota susah dipercaya," tekan Dita.

Sari hanya diam mendengar nasihat temannya ini, ia tak tahu harus menjawab apa, ia terus mengunyah makanan yang ada di mulutnya.

"Btw.. lo dah punya cowok juga ya ri?" Celetuk Dita.

Sari tersedak mendengar celetukan temannya itu, ia pun meraih air putih di gelas putihnya, "ehem.. kata siapa, gak ada kok dit," timpal Sari.

"Biasa aja kali.. ada juga gapapa?" Sindir Dita.

"Beneran gak ada dit," Sari membesarkan matanya.

"Iya..iya.. pesen gue sebagai teman lo, jangan mudah terperdaya mulut laki-laki, mereka kalau uda dapet manisnya, udah pahitnya tinggal di buang," Dita meninggalkan Sari.

'apa bener ya yang Dita bilang,' batin Sari terganggu, ia merasa Dita tepat mengatakan itu padanya.

Sari termenung, ia mengingat-ngingat atas apa yang sudah diperbuat bersama Abra, timbul perasaan takut di hatinya, takut akan tertipu oleh mulut manis Abra.

Terlintas di benaknya untuk mengakhiri hubungannya dengan Abra, namun niat itu runtuh ketika matanya melihat wajah Abra, wajah itu seakan membius hati Sari dan mengunci mulut Sari untuk mengatakan hal itu.

Sejauh ini memang hubungannya dan Abra baik-baik saja, mereka bisa bertemu tiap minggunya, dan selalu melepas rindu dikala bersama, Abra pun selalu menunjukkan sikap manis saat bersama Sari.

Namun setiap kali Sari meminta Abra berbicara langsung dengan ibunya di kampung dengan maksud berkenalan saja, Abra selalu menolak dengan berbagai alasan.

Sari paham betul kalau Abra belum siap membina hubungan yang serius dengannya, tapi ia tetap sabar sampai Abra mau berkenalan dengan ibunya.

"Mas kenapa tidak mau bicara sama ibu?" Tanya Sari.

"Belum waktunya," jawab Abra singkat.

"Mas kalau mas memang belum yakin dengan ku, aku gapapa mas," lirih Sari.

"Kok ngomong gitu," pungkas Abra.

"Iya daripada nanti aku terlalu cinta sama mas," kelopak mata Sari terkulai.

"Iya bulan depan mas kenalan sama ibu kamu ya," bujuk Abra yang tak ingin melihat Sari sedih.

"Janji ya," sungut Sari.

Sebenarnya Abra lelah kalau mendengar rengekan Sari yang ingin ia berkenalan dengan ibunya di kampung walau hanya lewat telepon, entah kenapa berat bagi Abra, ia masih nyaman jika hubungan ini tak diketahui siapapun.

Namun di hati kecilnya, ia memang menyayangi Sari, baginya mendapatkan gadis manis yang penurut dan tidak banyak menuntut seperti Sari agak sulit di zaman sekarang.

Abra masih ingat betul akan mantan kekasihnya evelyn, yang ternyata memacarinya hanya karena Abra pengusaha dan juga kaya, padahal semua kekayaan Abra adalah milik kakaknya.

Sejak saat itu, kakaknya bersikeras kalau ia harus dicarikan jodoh supaya tidak mendapat perempuan yang salah lagi.

Makanya Abra tak bisa mengambil sikap tegas akan hubungannya dengan Sari, memang ia menyayangi Sari tapi rasa sayang dan hormat ke kakaknya lebih besar, sehingga ia tak akan pernah bisa membuat kakaknya kecewa meskipun itu mengorbankan kebahagiaannya sendiri.

Sebenarnya Abra sudah tau akan rumor perjodohannya dengan adik sahabat kakaknya, ia memang belum menerima namun ia juga tak akan menolak.

Hanya saja ia masih menyimpan ini, ia bingung bagaimana cara menjelaskannya kepada Sari, ia tak tega akan membuat kecewa Sari, terlebih ia adalah laki-laki yang merenggut kesucian Sari untuk pertama kali.

Ada sesal di hatinya karena telah merusak mahkota seorang gadis polos, karena selama ini ia menjalin hubungan memang selalu dengan gadis yang  tidak virgin lagi, jadi tak ada beban bagi Abra setelah melakukannya.

Namun sesal itu ambruk seketika jikalau ia melihat wajah Sari. dengan senyum manisnya yang tak membosankan, tutur sapanya yang lembut, dan perawakan badannya yang memang aduhai membuat lelaki terpesona akan keindahannya.

Namun saat itu pasti akan tiba, dimana Abra kelak harus mengakhiri hubungannya dengan Sari, karena sulit baginya membawa Sari masuk dalam keluarganya.

Kakak-kakak Abra menginginkan jodoh yang sepadan dengan ekonomi keluarga mereka, dan ingin ipar mereka kelak wanita cerdas lulusan universitas ternama agar bisa jadi kebanggaan saat acara bergengsi.

'maafkan aku Sari, tak ada niatku mempermainkanmu, hanya saja keadaan memang tak mengizinkan kita bersama, tapi akan ku buat kamu tak akan melupakan aku dalam hubungan kita beberapa bulan ini, setidaknya saat aku tak bersamamu engkau tetap bisa mengenang masa-masa kita bersama' getir Abra di dalam hatinya sambil memandang manik mata wanita di depannya ini.

"Mas kok melamun," tanya Sari.

Abra menghentikan lamunannya "gapapa, cuma kepikiran kerjaan aja," kilah Abra.

"Maaf ya mas, kalau aku mengganggu waktu mas setiap bertemu," ucap Sari pelan.

Abra memeluk dan mengelus rambut panjang Sari, "mas cuma lagi banyak kerjaan aja."

Sari terbekap dalam pelukan hangat Abra, ia merasa aman tenang saat bersama dengan lelakinya ini. Ia berharap tak akan kehilangan sosok yang menyayanginya ini, besar harapannya agar bisa terus bersama dan menjadi pendamping bagi lelaki pujaannya ini.

Ia pun mendekap Abra kuat, seolah mengisyaratkan kalau ia tak ingin berpisah dan ditinggalkan oleh Abra, dan tak terbayang olehnya jika harus dikecewakan nantinya.

"Jangan tinggalin aku mas," pinta Sari memohon.

Abra hanya terdiam, seolah tak mendengar ucapan Sari.